POTENSI KONFLIK KEAGAMAAN (7)

Kelompok Radikal

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Selasa, 10 November 2015, 09:49 WIB
Kelompok Radikal
nasaruddin umar/net
SALAH satu potensi yang bisa menyulut terjadinya konflik keagamaan ialah gerakan kelompok radikal. Kelompok ini mempunyai be­berapa nama dan berbagai tujuan. Kelompok radikal bukan hanya dari kelompok agama dengan isu ideologi agama yang diusungnya, tetapi radikalisme juga muncul dari kelompok lain seperti kelompok yang merepresentasikan diri dengan etnik atau komunitas tertentu. Tidak terkecuali diantaranya kelompok yang meng-atasnamakan diri dengan kelas buruh atau kaum tertindas lainnya. Radikalisme agama bisa melahirkan terorisme dan radikalisme bisa melahirkan separatisme, yang bermuara ke­pada bubarnya NKRI. Di dalam menghadapi kelompok-kelompok radikal, idealnya pemerin­tah (umara') dan tokoh agama ('ulama) memi­liki bahasa yang sama di dalam menyelesaikan persoalan kelompok radikal tersebut.

Tidak sepantasnya bahasa agama atau ba­hasa negara digunakan untuk lebih mema­naskan situasi. Bahasa agama diperlukan kese-jukannya untuk mendinginkan ketegan­gan situasi, dan bahasa negara diperlukan untuk menegaskan adanya kepastian hukum guna menuntaskan persoalan sampai keakar-akarnya. Tidak jarang terjadi bahasa agama diperhadap-hadapkan dengan bahasa negara oleh kelompok radikal.

Radikalisme sesungguhnya tidak lain ada­lah faham yang mempunyai keyakinan ideolo­gi tinggi dan fanatik serta selalu berjuang un­tuk menggantikan tatanan nilai atau status quo yang sudah mapan dan atau sistem yang se­dang berlangsung. Mereka berusaha untuk mengganti dengan tatanan nilai tersebut den­gan tatanan nilai baru sesuai dengan apa yang diyakininya sebagai tatanan nilai benar. Radika­lisme merupakan suatu kompleksitas nilai yang tidak berdiri sendiri melainkan ikut ditentukan berbagai faktor; termasuk faktor ekonomi, poli­tik, dan pemahaman ajaran agama.

Radikalisme bisa meningkat menjadi teror­isme manakala pemerintah atau masyarakat salah dalam menanganinya. Sebaliknya radika­lisme yang dibina dan disalurkan melalui keg­iatan positif maka hasilnya juga positif. Per­tanyaannya sekarang, bagaimana memahami dan mendalami setiap gerakan yang menju­rus kepada kelompok atau faham radikalisme? Radikalisme bukan hanya menempel di dalam perjuangan yang bersifat keagamaan seper­ti semangat jihad, tetapi juga radikalisme bisa mengambil bentuk macam-macam. Ada radika­lisme ideologi kedaerahan, seperti kekuatan yang berusaha untuk memisahkan diri dengan NKRI yang dalam lintasan sejarah bangsa In­donesia tidak pernah sepi, meskipun eskalas­inya relatif kecil dan sporadis. Radikalisme juga bisa muncul di dalam bentuk kekuatan liberal­isme yang berusaha melemahkan sendiri-sendi yang mapan di dalam masyarakat lalu digan­tikan dengan ideologi kebebasan dan keterbu­kaan di seluruh lini kehidupan masyarakat

Radikaliseme juga bisa muncul dalam ben­tuk pasar bebas yang berusaha mempengaruhi berbagai kalangan masyarakat, termasuk pe­merintah dan tokoh-tokoh masyarakat lokal un­tuk memberikan pengakuan terhadap kekuatan era pasar bebas. Mereka mengesankan bahwa pasar bebas adalah solusi terbaik bagi smua bangsa yang ingin bertahan di abad 21 ini. Mer­eka yang menolak nya akan digilas oleh roda-roda gila pasar bebas itu sendiri.

Apapun bentuknya, radikalisme tidak sesuai dengan kondisi obyektif bangsa Indonesia yang beradab dan berperadaban santun. Atas nama apapun radikalisme tidak ada tempatnya di In­donesia. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA