Tidak sepantasnya bahasa agama atau baÂhasa negara digunakan untuk lebih memaÂnaskan situasi. Bahasa agama diperlukan kese-jukannya untuk mendinginkan keteganÂgan situasi, dan bahasa negara diperlukan untuk menegaskan adanya kepastian hukum guna menuntaskan persoalan sampai keakar-akarnya. Tidak jarang terjadi bahasa agama diperhadap-hadapkan dengan bahasa negara oleh kelompok radikal.
Radikalisme sesungguhnya tidak lain adaÂlah faham yang mempunyai keyakinan ideoloÂgi tinggi dan fanatik serta selalu berjuang unÂtuk menggantikan tatanan nilai atau
status quo yang sudah mapan dan atau sistem yang seÂdang berlangsung. Mereka berusaha untuk mengganti dengan tatanan nilai tersebut denÂgan tatanan nilai baru sesuai dengan apa yang diyakininya sebagai tatanan nilai benar. RadikaÂlisme merupakan suatu kompleksitas nilai yang tidak berdiri sendiri melainkan ikut ditentukan berbagai faktor; termasuk faktor ekonomi, poliÂtik, dan pemahaman ajaran agama.
Radikalisme bisa meningkat menjadi terorÂisme manakala pemerintah atau masyarakat salah dalam menanganinya. Sebaliknya radikaÂlisme yang dibina dan disalurkan melalui kegÂiatan positif maka hasilnya juga positif. PerÂtanyaannya sekarang, bagaimana memahami dan mendalami setiap gerakan yang menjuÂrus kepada kelompok atau faham radikalisme? Radikalisme bukan hanya menempel di dalam perjuangan yang bersifat keagamaan seperÂti semangat jihad, tetapi juga radikalisme bisa mengambil bentuk macam-macam. Ada radikaÂlisme ideologi kedaerahan, seperti kekuatan yang berusaha untuk memisahkan diri dengan NKRI yang dalam lintasan sejarah bangsa InÂdonesia tidak pernah sepi, meskipun eskalasÂinya relatif kecil dan sporadis. Radikalisme juga bisa muncul di dalam bentuk kekuatan liberalÂisme yang berusaha melemahkan sendiri-sendi yang mapan di dalam masyarakat lalu diganÂtikan dengan ideologi kebebasan dan keterbuÂkaan di seluruh lini kehidupan masyarakat
Radikaliseme juga bisa muncul dalam benÂtuk pasar bebas yang berusaha mempengaruhi berbagai kalangan masyarakat, termasuk peÂmerintah dan tokoh-tokoh masyarakat lokal unÂtuk memberikan pengakuan terhadap kekuatan era pasar bebas. Mereka mengesankan bahwa pasar bebas adalah solusi terbaik bagi smua bangsa yang ingin bertahan di abad 21 ini. MerÂeka yang menolak nya akan digilas oleh roda-roda gila pasar bebas itu sendiri.
Apapun bentuknya, radikalisme tidak sesuai dengan kondisi obyektif bangsa Indonesia yang beradab dan berperadaban santun. Atas nama apapun radikalisme tidak ada tempatnya di InÂdonesia. ***