Begitu pentingnya persoalan ini maka dimunÂculkkan di dalam piagam
International Covenant on Civil and Political Rights, kemudian diseruÂkan untuk diratifikasi seluruh Negara. Indonesia termasuk salahsatu negara yang meratifikasinya menjadi UU No. 12 Tahun 2005. Salahsatu pasal penting UU ini ialah pasal 18 Ayat (1) dan (2) seÂbagai berikut: (1) Setiap orang berhak atas kebeÂbasan berpikir, berkeyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menganut atau menerima suatu agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan baik secara individu maupun bersama-sama dengan orang lain, dan baik di tempat umum atau tertutup, unÂtuk menjalankan agama atau kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, ketaatan, pengamalan dan pengajaran. (2) Tidak seorang pun boleh diÂpaksa sehingga mengganggu kebebasannya unÂtuk menganut atau menerima suatu agama atau kepercayaannya sesuai dengan pilihannya.
Jauh sebelum UU No. 12 Tahun 2005 ini, IndoÂnesia sudah menetapkan UU PNPS No. 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, yang menegaskan dalam pasal 1 dan 2 sebagai berikut: Setiap orang dilaÂrang dengan sengaja di muka umum menceritaÂkan, menganjurkan atau mengusahakan dukunÂgan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyÂimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu. BaÂrang siapa melanggar ketentuan tersebut dalam pasal 1 diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya itu di dalam suatu keputusan bersama Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri. ApabiÂla pelanggaran tersebut dalam ayat (1) dilakukan oleh organisasi atau sesuatu aliran kepercayaan, maka Presiden Republik Indonesia dapat memÂbubarkan organisasi itu dan menyatakan organÂisasi atau aliran tersebut sebagai organisasi/aliran terlarang, satu dan lain setelah Presiden mendaÂpat pertimbangan dari Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.
Senada dengan UU PNPS 2965 di atas, daÂlam UUD 1945 juga ditegaskan dalam Pasal 28 J pasal (2): "Dalam menjalankan hak dan kebeÂbasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-unÂdang dengan maksud semata-mata untuk menÂjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tunÂtutan yang adil sesuai dengan pertimbangan morÂal, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis".
Dari pasal-pasal tersebut di atas dapat disÂimpulkan bahwa jaminan kebebasan beragama tidak berarti seseorang dapat semaunya menyaÂtakan pendapat dan penilaian terhadap agama dan keyakinan orang lain dengan cara melaÂwan hukum, yakni dengan sengaja melakukan penistaan dan penodaan dengan cara apapun terhadap simbol-simbol agama dan keyakinan orang lain. ***