Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Jalesveva Jayamahe!

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/faisal-mahrawa-5'>FAISAL MAHRAWA</a>
OLEH: FAISAL MAHRAWA
  • Jumat, 06 November 2015, 13:04 WIB
<i>Jalesveva Jayamahe!</i>
BEGITU tulisan yang terpampang jelas pada dinding ruangan itu. Ruangan dimana terjadi pertemuan beberapa tokoh pers nasional dan beberapa orang laksamana. Pertemuan itu, sejatinya pertemuan biasa saja. Yang menjadi bahan obrolan juga sesuatu yang sudah sering dibicarakan. Tentang laut, armada dan penenggelaman kapal di laut.

Sudah jamak diketahui bahwa negeri ini adalah negeri bahari. Dimana laut menjadi wilayah dominan dari wilayah negara. Bayangkan, dua pertiganya. Sebuah potensi yang sangat besar, dari sebuah bangsa yang besar pula. Bayangkan saja!

Banyak literatur menyebutkan bahwa negeri yang besar dan indah ini terdiri dari 17.502 pulau baik besar maupun kecil, dengan bentangan garis pantai sepanjang 81.000 kilometer.

Luas wilayah perikanan di laut sekitar 5,8 juta kilometer persegi, yang terdiri dari perairan kepulauan dan teritorial seluas 3,1 juta kilometer persegi. Ditambah perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) seluas 2,7 juta kilometer persegi. Fakta yang tidak biasa.

Fakta yang tidak biasa ini menunjukkan bahwa prospek pembangunan perikanan dan kelautan Indonesia dinilai sangat cerah dan menjanjikan. Jika serius, tentu saja menjadi kekuatan dan kegiatan ekonomi yang strategis.

Negeri bahari ini, terdapat beberapa jenis ikan. Tentu saja ikan yang bernilai ekonomis sangat tinggi. Misalnya, tuna, cakalang, udang, tongkol, tenggiri, kakap, baronang, juga beberapa jenis udang, cumi dan lobster. Belum lagi berbagai jenis  ikan hias dan rumput laut.

Pertanyaannya adalah, apa yang sudah kita lakukan dengan potensi dan prospek yang sungguh luar biasa itu? Sudah banyak yang dilakukan memang. Tetapi, masih terlihat adanya kesenjangan.

Kesenjangan yang dimaksud adalah mengenai kebijakan dan strategi pembangunan perikanan, baik nasional maupun pengelolaan yang bersifat lokalistik. Jika dilihat dari prasarana yang dibangun misalnya, pembangunan pelabuhan perikanan dan tempat-tempat pendaratan ikan yang tersebar di berbagai wilayah belum memberikan hasil yang memuaskan. Belum sesuai dengan yang diharapkan.

Kebijakan-kebijakan strategis mungkin sudah dilakukan. Tetapi pengaturan dan kebijakan yang diambil belum dapat menyentuh dan menetes terhadap permasalahan mendasar di tataran masyarakat. Ekonomi masyarakat pesisir, masih biasa-biasa saja. Ironis, jika kita liat dari potensi yang luar biasa tadi.

Saatnya, kebijakan Maritim dan kelautan diarahkan pada alamat yang tepat. Bagi Kedaulatan bangsa , dan peningkatan ekonomi masyarakat.

Kita butuh armada laut, untuk memperlihatkan wibawa Dan Kedaulatan Maritim kita pada dunia. Kita punya potensi laut yang besar, tapi harus diarahkan bagi sebesar-besar kesejahteraan masyarakatnya. Kita boleh saja menghukum kapal asing yang curang melakukan illegal fishing. Tapi jangan hanya sampai disitu. Hari ini, kita tidak butuh kebijakan yang diperuntukkan bagi pencitraan lagi.

Kita butuh gebrakan kebijakan maritim dan kelautan yang bukan hanya sekadar benar benar mampu menunjukkan bahwa kita adalah bangsa besar yang berdaulat. Tetapi juga Kebijakan yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dari nilai ekonomi kelautan. Kebijakan yang benar benar dirasakan masyarakat pinggir laut.

Pertemuan tadi, dan juga pertemuan-pertemuan berikutnya, sudah seharusnya menjadi sesuatu yang luar biasa. Karena mampu menginisiasi bagi lahirnya gebrakan kebijakan sektor maritim dan kelautan. Kebijakan yang lebih dirasakan manfaatnya. Karena, di laut kita jaya. Jalesveva Jayamahe! [***]

Penulis adalah Kepala Litbang Kantor Berita Politik RMOL

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA