Aliran Bathiniyah banyak kita temukan di dalam komunitas sufi dan sebagian Syi'ah, khususnya dari kalangan Mullah, banyak mengembangkan pemahaman seperti ini. Aliran Bathiniyah ini tidak bisa diartikan meninggalÂkan atau tidak memperhatikan aspek hukum-hukum fikih secara fisik sebagaimana aliran Madzahib dan aliran Maqashid. Kelompok ini justru menganggap fikih secara fisik sudah seÂlesai dan sebagai tindak lanjutnya ialah pemakÂnaan secara batin segala bentuk ketaatan fisik yang dilakukan. Banyak tokoh dan kitab-kitab karangan Syi'ah yang mengkhususkan pembaÂhasannya pada kajian spiritual terhadap ayat dan hadis hukum. Di antara contohnya ialah Ayatullah Khomaini (Adab al-Shalah), Al-Tabrizi (Asrar al-shalah), Ayatullah Jawadi Amuli (Asrar al-Shalah). Buku-buku ini sangat mendalam baÂhasan spiritualnya tentang hukum-hukum fikih.
Sesungguhnya dalam dunia sunny pun banÂyak ditemukan karya-karya yang bercorak suÂfitik di dalam pembahasan fikihnya. Sebagai contoh, Imam Al-Gazali dalam kitan monumenÂtalnya Ihya' 'Ulum al-Din mengkaji persoalan fikih dengan metodologi tasawuf, seperti ketika membahas tentang thaharah, shalat, puasa, zakat, dan haji. Judul-judul pembahasannya pun unik, misalnya: Pembahasan Rahasia-rahasia Thaharah (Kitab Asrar al-Thaharah), pembahasan Rahasia-rahasia Shalat dan UrÂgensinya (Kitab Asrar al-Shalah wa MuhimÂmatuha), Pembahasan Rahasia-rahasia Zakat (Kitab Asrar al-Zakat), Pembahasan Rahasia-rahasia Puasa (Kitab Asrar al-Shaum), dan Pembahasan Rahasia-rahasia Haji (Kitab Asrar al-Haj), dan seterusnya.
Ketika membahas ayat: Wa tsiyabaka fa thahhir wa al-rujza fakjur (dan bersihkanlah pakaianmu dan jauhilah dosa). Haidar Amuli menjelaskan pakaian dalam ayat ini ialah baÂdan kita sebagai pakaian kalbu, jiwa, roh, dan pikiran. Karena itu cara membersihkannya denÂgan jalan meninggalkan dan menjauhi dosa. Buku-buku tasawuf dan kitab-kitab Tafsir Isyari banyak menjelaskan makna spiritual hukum IsÂlam. Bukan hanya dalam urusan ibadah tetapi juga dalam bidang kosmologi, teologi, dan perÂsooalan ekonomi dll, dibahas juga dengan metÂodologi irfani, atu meminjam istilah Ibnu 'AraÂbi motodologi husdhury, bukan melulu dengan metodologi hushuli.
Memang dalam beberapa hal penerapan huÂkum dengan menggunakan metodologi irfani atau metodologi bathiniyah masih akan mengÂhadapi kendala-kendala konseptual, karena masih ada di antara umat Islam menganggap metode ini tidak punya tempat dalam Islam. Padahal Al-Qur'an sendiri memberikan paling tidak 12 ayat yang mendukung keberadaan meÂtode 'Ilm al-Ladunni. ***