MENGENAL FIKIH KEBHINNEKAAN (47)

Aliran Bathiniyah

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Selasa, 13 Oktober 2015, 09:33 WIB
Aliran Bathiniyah
nasaruddin umar/net
ALIRAN Bathiniyah dalam tulisan ini diartikan sebagai kelompok yang mengem­bangkan ilmu fikih dengan mengedepankan hakekat dan rahasia Syari'ah (al-asrar al-syari'ah). Kelom­pok ini bisa juga disebut Aliran 'Irfani karena me­tode pembahasannya san­gat dipengaruhi oleh perspektif dan cara pan­dang sufistik atau irfani. Mereka tidak berhenti hanya pada tataran analisis kebahasaan sep­erti kecenderungan aliran Madzahib, tidak juga mengedepankan aspek rasional dari sebuah perintah atau larangan sebagaimana kecend­erungan aliran Maqashid. Akan tetapi aliran ini berusaha menangkat makna batin setiap kh­ithab (perintah dan larangan) sebagaimana ter­tuang di dalam Al-Qur’an dan hadis. Bagi kel­ompok ini, menemukan hakikat dan rahasia Syari'ah akan melahirkan ketenangan batin dan daya tahan hidup lebih kuat.

Aliran Bathiniyah banyak kita temukan di dalam komunitas sufi dan sebagian Syi'ah, khususnya dari kalangan Mullah, banyak mengembangkan pemahaman seperti ini. Aliran Bathiniyah ini tidak bisa diartikan meninggal­kan atau tidak memperhatikan aspek hukum-hukum fikih secara fisik sebagaimana aliran Madzahib dan aliran Maqashid. Kelompok ini justru menganggap fikih secara fisik sudah se­lesai dan sebagai tindak lanjutnya ialah pemak­naan secara batin segala bentuk ketaatan fisik yang dilakukan. Banyak tokoh dan kitab-kitab karangan Syi'ah yang mengkhususkan pemba­hasannya pada kajian spiritual terhadap ayat dan hadis hukum. Di antara contohnya ialah Ayatullah Khomaini (Adab al-Shalah), Al-Tabrizi (Asrar al-shalah), Ayatullah Jawadi Amuli (Asrar al-Shalah). Buku-buku ini sangat mendalam ba­hasan spiritualnya tentang hukum-hukum fikih.

Sesungguhnya dalam dunia sunny pun ban­yak ditemukan karya-karya yang bercorak su­fitik di dalam pembahasan fikihnya. Sebagai contoh, Imam Al-Gazali dalam kitan monumen­talnya Ihya' 'Ulum al-Din mengkaji persoalan fikih dengan metodologi tasawuf, seperti ketika membahas tentang thaharah, shalat, puasa, zakat, dan haji. Judul-judul pembahasannya pun unik, misalnya: Pembahasan Rahasia-rahasia Thaharah (Kitab Asrar al-Thaharah), pembahasan Rahasia-rahasia Shalat dan Ur­gensinya (Kitab Asrar al-Shalah wa Muhim­matuha), Pembahasan Rahasia-rahasia Zakat (Kitab Asrar al-Zakat), Pembahasan Rahasia-rahasia Puasa (Kitab Asrar al-Shaum), dan Pembahasan Rahasia-rahasia Haji (Kitab Asrar al-Haj), dan seterusnya.

Ketika membahas ayat: Wa tsiyabaka fa thahhir wa al-rujza fakjur (dan bersihkanlah pakaianmu dan jauhilah dosa). Haidar Amuli menjelaskan pakaian dalam ayat ini ialah ba­dan kita sebagai pakaian kalbu, jiwa, roh, dan pikiran. Karena itu cara membersihkannya den­gan jalan meninggalkan dan menjauhi dosa. Buku-buku tasawuf dan kitab-kitab Tafsir Isyari banyak menjelaskan makna spiritual hukum Is­lam. Bukan hanya dalam urusan ibadah tetapi juga dalam bidang kosmologi, teologi, dan per­sooalan ekonomi dll, dibahas juga dengan met­odologi irfani, atu meminjam istilah Ibnu 'Ara­bi motodologi husdhury, bukan melulu dengan metodologi hushuli.

Memang dalam beberapa hal penerapan hu­kum dengan menggunakan metodologi irfani atau metodologi bathiniyah masih akan meng­hadapi kendala-kendala konseptual, karena masih ada di antara umat Islam menganggap metode ini tidak punya tempat dalam Islam. Padahal Al-Qur'an sendiri memberikan paling tidak 12 ayat yang mendukung keberadaan me­tode 'Ilm al-Ladunni. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA