"Oleh konstitusi peran DPD ditepikan, padahal saat ini masyarakat terutama di daerah membutuhkan banyak saluran alternatif untuk menyampaikan aspirasinya yang sering mandek jika disampaikan ke pemerintah dan legislatif baik di Pusat maupun Daerah, dan peran ini sebenarnya ada di DPD," ungkap Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris dalam siaran persnya, (Kamis, 1/10).
Oleh kerena itu, dia menegaskan, sudah saatnya DPD dikuatkan. Dia menepis kekhawatiran jika DPD dikuatkan akan mengubah konsepsi bentuk kenegaraan, dari kesatuan menjadi bentuk federalistik dan ketakutan akan sering terjadi jalan buntu atau deadlock dalam setiap pembahasan RUU dan tugas parlemen lainnya karena kedudukan DPD setara dengan DPR. Menurutnya, kekhawatiran itu sangat tidak beralasan dan berlebihan.
"Jangan referensinya ke Amerika atau Jerman. Coba lihat Perancis, Italia, atau Inggris yang mempraktikkan sistem bikameral kuat, tetapi bentuk negaranya tetap kesatuan dan hampir tidak pernah terjadi gesekan bahkan
deadlock," ungkapnya.
Pasalnya, di negara-negara tersebut masing-masing menjalankan fungsi dan wewenangnya dengan mengedepankan checks and balancesantar kelembagaan.
Jika DPD dikuatkan, parlemen juga akan semakin kuat dan solid dalam mengakselerasi keluhan-keluhan masyakarat. Idealnya DPD difungsikan sebagai check and balances DPR.
"Coba lihat saja, DPR tidak pernah berhasil menyelesaikan setiap RUU menjadi UU yang sudah mereka susun di Prolegnas. Belum lagi kalau kita mau kaji, sudah berapa banyak UU produk DPR yang di-judical review ke MK. Ini artinya, DPR perlu check and balances, dan fungsi itu ada di DPD," tandas senator asal Jakarta ini.
[zul]
BERITA TERKAIT: