Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Maneger: Mahasiswa Muhammadiyah harus Hidupkan Tradisi IQM

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Senin, 06 Juli 2015, 16:17 WIB
Maneger: Mahasiswa Muhammadiyah harus Hidupkan Tradisi IQM
rmol news logo Setidaknya ada tiga tantangan utama yang dihadapi oleh dunia kemahasiswaan Indonesia pascareformasi.

Pertama, hampir sempurnanya sikap apatisme mahasiwa terhadap organisasi kemahasiswaan, khususnya organisasi kemahasiswaan ekstra kampus.

Demikian disampaikan Wakil Ketua Umum Dewan Harian Nasional Forum Keluarga Besar Alumni (Fokal) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, DR. Maneger Nasution, MA, pada acara Latihan Instruktur Paripurna (ToT tingkat nasional) DPP IMM di kampus STMIK Ciracas Jakarta Timur (Minggu, 5/5).

Dalam amatannya, organisasi kemahasiswaan saat ini sudah kehilangan kepercayaan publik mahasiswa, di samping organisasi kemahasiswaan itu tidak mampu lagi menjawab kebutuhan dunia kemahasiswaan hari ini, juga akibat beberapa tokoh mahasiswa yang menerjunkan diri ke ranah politik praktis pascareformasi, yang kemudian banyak yang menjadi tersangka kasus tindak pidana korupsi.

Sehingga muncul adagium di kalangan mahasiswa, "mereka polisinya, mereka jaksanya, mereka pengacaranya, mereka hakimnya, dan mereka juga terdakwanya".

Tantangan kedua, sambung Maneger, adalah godaan syahwat politik yang sangat kuat untuk mahasiswa terjun ke dunia politik praktis. Biasanya tokoh-tokoh politik di negeri ini sudah mengincar tokoh-tokoh mahasiswa untuk dijadikan "dinasti politik" di lingkungan mahasiswa.

Bahkan sudah jamak, tokoh-tokoh politik itu, biasanya karena relasi senior-yunior, sudah "mendanai" tokoh-tokoh mahasiswa itu untuk bisa menjadi ketua organisasi kemahasiswaan ekstra kampus itu. Imbalannya, sudah tentu, ketika tokoh mahasiswa itu tamat S-1, bahkan belum tamat sekalipun, sudah ditarik-ditarik ke dunia politik praktis.

"Sehingga tokoh-tokoh mahasiswa potensial itu tidak diberi kesempatan untuk menyempurnakan kematangan intelektualnya ke jenjang S-2 dan S-3," ungkap Maneger yang juga Komisioner Komnas HAM RI ini.

Tantangan ketiga, adanya siasat belah bambu yang dilakukan oleh rezim ini terhadap gerakan kemahasiswaan. Tanda-tandanya terang benderang, misalnya untuk isu kenaikan BBM, ada sejumlah organisasi kemahasiswaan yang "dijamu" di Istana, dan ada organisasi kemahasiswaan yang secara tegas menolak "jamuan" Istana itu karena masih ingin menampilkan karakter independensinya dengan tetap mengkritisi rezim ini, antara lain seperti yang dilakukan oleh IMM dengan gerakan meluruskan kiblat bangsa.

Hal ini dapat dipandang sebagai babak baru bagi IMM dalam membangun sejarah intelektualnya.

Menurutnya, jika ingin tetap eksis dalam perjalanan sejarahnya, IMM harus mempertahankan tradisi intelektual. Tradisi intelektual merupakan aspek yang membedakan IMM dengan organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan lainnya baik dengan organisasi otonom (Ortom) lainnya di Muhammadiyah maupun dengan organisasi kemahasiswaan lainnya di Indonesia.

"Tradisi intelektual harus tetap dibangun guna menopang kekuatan organisasi IMM. Sebab, kekuatan intelektual akan membentuk kader IMM dalam kisaran otak, bukan otot," tekan dosen Pascasarjana UIKA Bogor dan UMJ ini.

Tradisi intelektual bisa dibangun dengan memperkuat trisula intelelektual, yang oleh Ketua Komisi Kerukunan Umat Beragama MUI ini, disebut sebagai teori "Trisula I-Q-M".

Pertama, memperkuat tradisi membaca (iqra'). Membaca harus dijadikan fardlu 'ain oleh setiap kader IMM. Sebab, kalau digeser menjadi fardlu kifayah akan cenderung diwakilkan kepada yang lain. Untuk itu setiap kader IMM harus menjadikan buku sebagai pacar pertama.

Kedua, tradisi menulis (al-qalam). Tradisi ini harus dipaksa untuk bisa dilakukan oleh semua kader IMM. Tradisi menulis ini tidak bisa digantikan dengan tradisi menulis SMS. Menulis status di Facebook, Twitter dan WA itu penting, tapi jangan sampai menggeser tradisi menulis.

Ketiga, tradisi berdebat (al-muhadalah). Tradisi berdebat di lingkungan kader IMM harus dikembangkan dalam atmosfir akademik dan rasional, bukan berdebat kusir.

"Ketiga cara ini sangat penting dilakukan kader-kader IMM. Itu cara IMM merawat organisasi ini," demikian Maneger Nasution. [zul] 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA