Noorsy sendiri bingung, entah siapa yang mendaftarkannya ke Pansel Capim KPK. Namun ia menghargai karena di tengah iklim politik yang karut marut dan kondisi perekonomian yang akan memasuki situasi resesi, masih ada kalangan yang peduli dan mau mencari solusi terhadap situasi bergejolak itu.
Terakit dengan KPK, kepada
Rakyat Merdeka Online, Noorsy mengakui bila ia bergaul dengan KPK di hampir setiap kepemimpinan. Bahkan dengan ditemani dua sahabat pada pada 21 November 2008, Noorsy menyerahkan dua kontainer plastik dokumen kejahatan keuangan negara kepada KPK. Saat menyerahkan dokumen itu, ia sempat menjumpai pimpinan KPK saat itu, Mohammad Yasin dan Chandra Hamzah.
"Tanpa pengumuman kepada media, saya berharap dokumen-dokumen itu menjadi alat bukti awal bagi KPK membuat peta kejahatan keuangan negara seperti yang saya buat untuk Baharuddin Lopa saat menjadi Jaksa Agung," kata Noorsy.
Noorsy menyerahkan peta kejahatan keuangan negara kepada Baharuddin Lopa saat minum kopi pagi di rumah jabatannya bersama dengan Lily Wahid. Dan Berbekal peta kejahatan keuangan negara itu, Jaksa Agung Baharuddin Lopa menyampaikan kepada publik prioritas pemberantasan korupsi.
"Sebelumnya, saya pun menyerahkan dokumen dan analisa kejahatan keuangan negara pada kasus BPUI, Indover dan beberapa kasus lain ke Kejaksaan Agung era Marzuki Darusman," ungkap Noorsy.
Di era Soeharto, Noorsy mengaku juga pernah melakukan hal yang sama. Didukung oleh Kotak Pos 5000 dalam kendali Wakil Presiden Try Soetrisno, ia membongkar kasus korupsi Jamsostek. Berita merebak dan melibatkan berbagai lingkungan kekuasaan.
"Isu terus bergulir hingga Presiden Soeharto menyatakan, kasus saya ambil alih. Maka Wapres Try Soetrisno melalui Mayjen Muchtar meminta saya tidak melanjutkan kasus itu," demikian Noorsy.
[ysa]
BERITA TERKAIT: