Hampir seluruh masyarakat di dunia menempatkan permainan sepak bola di sudut hati mereka masing-masing. Penonton rela mengeluarkan uang untuk melihat tim kesayangannya bermain. Atau mengenakan kaos dengan nomor, nama dan negara tertentu. Meskipun mereka harus berjalan kaki, naik sepeda, mobil, kapal atau pesawat terbang, penonton tetap mendatangi stadion sepak bola untuk bisa melihat langsung tim favoritnya bermain selama 2 x 45 menit. Sementara penggemar sepak bola lainnya bisa melihat di layar kaca televisi, meskipun harus terlambat kerja karena baru bisa ditayangkan saat malam atau bahkan subuh.
Dari sisi bisnis antara tahun 2011-2014 penghasilan FIFA sekitar 5,7 miliar dolar AS. Tahun 2014 sendiri, dari Piala Dunia, pemasukan untuk FIFA sekitar 2,4 miliar dolar AS. Tidak heran kalau dari masa ke masa isu korupsi dan suap pejabat FIFA selalu menghiasi berita dunia. Tidak sedikit personil FIFA yang ditangkap atau kena sanksi pelarangan aktif di sepak bola untuk seumur hidup.
Sepak bola telah membuat rivalitas yang sangat kuat antara klub, provinsi bahkan negara. Di Indonesia saat PSMS Medan vs Persija, Persebaya vs Persija, PSMS vs PSM, Persib vs Persebaya selalu penuh dengan penonton masing-masing pendukung. Bahkan perkelahian antar masing-masing pendukung seringkali terjadi.
Di Luar negeri setiap pertandingan antara klub Real Madrid vs Barcelona, AC Milan vs Inter Milan, Manchester United vs Manchester City, Chelsea vs Arsenal, Boca Yuniors vs River Plate, Inggris vs Skotlandia, Jerman vs Inggris, Inggris vs Argentina, Belanda vs Jerman selalu membuat stadion penuh dan petugas keamanan maupun wasit harus ekstra hati-hati agar saat peluit panjang berbunyi penonton bisa pulang dengan tertib.
Segala-galanya akan selalu indah bagi tim yang menang, dan sebaliknya kekalahan akan membuat tim dan penonton tertunduk sedih bahkan menangis. Kemenangan di sepak bola memang berarti segala-galanya terutama bagi si pemenang.
The winner takes it all itulah istilah yang sangat populer bagi sang juara di olahraga. Sementara tim yang kalah akan merasa sangat terpukul, meskipun sudah mencapai babak final sekalipun. Penontonpun bisa ikut larut, baik dalam suasana kegembiraan maupun kesedihan. Benarlah apa yang dikatakan pelatih Liverpool Bill Shankly:
Some people believe football is a matter of life and death....it is much, much more than thatBaik kegembiraan, suasana damai maupun kegaduhan akibat permainan sepak bola telah mencuri hati para konglomerat, korporasi, politisi dan selebriti dunia. Leonid A. Fedun, pemilik perusahaan Lukoil di Rusia, menjadi sponsor Spartak Moscow. BUMN Rusia Gazprom adalah sponsor utama FC Scahlke 04. Sheikh Mansour bin Zayed Al Nahyan memiliki 90 persen saham Manchester City tahun 2008. Roman Abramowitsch, pemilik klub Chelsea. Malcolm Glazer, pengusaha dari Amerika Serikat, mengambil alih sebagian besar saham Manchester United. Pengusaha Indonesia Erick Thohir, menjadi pemegang saham terbesar Inter Milan.
Sementara bagi pemimpin negara, pertandingan semi final atau final sepakbola dijadikan momentum membangun citra kepedulian sosial (building social capital) melalui sepakbola. PM Inggris David Cameron, PM Jerman Melker dan Presiden AS Obama menyempatkan diri nonton baren lewat televisi pertandingan final Liga Eropa 2012 antara Chelsea vs Real Madrid. Seusai memenangkan pertandingan final Piala Dunia 2014, PM Jerman Merkel langsung ke ruang ganti untuk memberikan ucapan selamat kepada pemain dan pelatih Jerman.
Pada tahun 2010 Presiden SBY menyempatkan diri menonton langsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno saat tim nasional Indonesia bertanding dalam perebutan Piala AFF. Bahkan Presiden SBY juga menggelar nonton bareng di Hotel Intercontinental, Jimbaran Bali saat Piala Dunia 2010.
Berbeda dengan beberapa pemimpin dunia tersebut, Menpora Imam Nahrowi membangun citra politiknya melalui pembekuan PSSI. Kita tahu bahwa sejak kampanye pemilihan wakil rakyat 2014 Imam Nahrowi telah menggunakan bonek Persebaya 1927, yang pernah menyatakan keluar dari PSSI, sebagai salah satu basis pendukung politiknya. Bahkan baru 3 hari dilantik jadi Menpora, dia memastikan bahwa Persebaya 1927 bisa mengikuti kompetisi ISL. Akhirnya kita semua tahu bahwa Persebaya 1927 belum bisa ikut kompetisi ISL 2015, yang berujung pada pembekuan PSSI.
Pembekuan PSSI ini memang telah membuat media, baik cetak, online, media sosial maupun televisi, tidak henti-hentinya mengupas soal ini, Apalagi ada yang pro dan kontra, hingga juga terjadi antara Presiden Jokowi dan Wakil Presiden JK. Yang pasti sekarang PSSI telah kena sanksi oleh FIFA. Beberapa keringanan masih diberikan oleh FIFA, antara lain tim nasional masih boleh mengikuti SEA Games 2015 dan kompetisi dalam negeri bisa dilakukan oleh PSSI karena pengadilan sela telah memenangkan gugatan PSSI terhadap Kemenpora.
Sepak bola yang begitu dinamis ini juga telah memberikan kesempatan bagi pemain untuk menginjakkan kakinya di tanah negara lain. Mereka tidak perlu menjadi anak diplomat, anak orang kaya, anak yang berpendidikan tinggi untuk bisa ke luar negeri. Ketrampilan bermain sepak bola telah membuka peluang mereka melihat negara lain.
Tahun 2015 ini, Septian Bagaskara pelajar dari Kediri dan Erwin Prasetya pelajar dari Tulungagung, bersama 11 rekan rekan lainnya dari tim nasional U-17 terpilih dan berangkat ke Manchester United, Inggris untuk berlatih sepak bola. Sebelumnya, Jero Pratama dari Sumatera Barat juga terpilih untuk mengkitu latihan bersama pemain Manchester United Yunior.
Tetapi dengan dikenakannya sanksi oleh FIFA ke PSSI karena pemerintah belum mencabut SK Pembekuan, kerjasama pembinaan semacam ini akan terhenti. Sehingga kita akan kehilangan momentum membangun sepak bola Indonesia yang lebih baik melalui pengalaman berlatih dengan klub-klub terkenal dunia. Karena entah kapan pemain sepakbola Indonesia diperbolehkan kembali berlatih, melakukan latih tanding, mengikuti pertandingan internasional dan menyaksikan langsung klub atau tim nasional terkenal di dunia bermain kembali di Indonesia. Masa depan pesepakbola Indonesia U-16 dan U-19 yang diharapkan menjadi pemain sepak bola di tim nasional mendatang juga tidak menentu.
Lebih dari itu, eningkatan mutu wasit, pelatih, manajemen sepakbola melalu penataran atau pelatihan yang dilakukan oleh FIFA/AFC juga tidak bisa dinikmati oleh para pendukung peningkatan mutu sepak bola di Indonesia.
Berbicara soal menurunnya prestasi, seperti yang digambarkan oleh Presiden Jokowi, sebenarnya juga terjadi di cabang lainnya. Termasuk bulu tangkis yang gagal mempertahankan tradisi emas di Olympiade London 2012. Prestasi internasional adalah puncak dari proses pembinaan olahraga keseluruhan (train to win). Pemerintah sudah melakukannya dengan membentuk Satlak Prima. Namun demikian prestasi olahraga Indonesia masih berjalan di tempat.
Yang sangat dibutuhkan Indonesia saat ini adalah pembinaan di tingkat usia dini, sekolah dan pemerintah daerah. Di sanalah perhatian pemerintah perlu ditingkatkan untuk mendukung program induk organisasi olahraga. Karena jumlah dan kualitas lapangan dan stadion olahraga untuk anak-anak sekolah bermain sangat minim dan kalaupun ada tidak memadai untuk berlatih mengenai dasar-dasar teknik permainan sepak bola.
Pemerintah perlu meniru Australia yang tahun 1980 an membangun "Australian Institute of Sport" mulai dari Canberra. Atau Cina dengan Program "Juguo Tichi" dan "Proyek 119" cabang olahraga dimulai dari cabang yang menjadi keunggulan Cina yang mengandalkan "kecepatan, fleksibilitas dan refleks" yang tinggi. Tanpa komitmen besar seperti Australia dan Cina, maka rindu akan prestasi hanya menjadi pernyatan-pernyataan politik saja.
Salah satu hal yang juga diperlukan Indonesia saat ini adalah memperbaiki UU No 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Sudah sangat mendesak dibutuhkannya "Pusat Pengembangan Prestasi Olahraga Indonesia" dan "Komite Independen Olahraga Nasional". Pusat Pengembangan Prestasi Olahraga Indonesia (PPON) adalah tempat pelatihan, pusat informasi, kesehatan, penginapan untuk para atlet dan pelatih. Sementara Komite Independen Olahraga Nasional (KION) adalah lembaga independen yang secara rutin memberikan penilaian dan langkah-langkah startegis untuk peningkatan prestasi olahraga Indonesia.
KION juga diharapkan mampu memberikan masukan kepada cabang olahraga yang prestasinya menurun. KION ini diisi oleh orang orang profesional yang peduli terhadap olahraga dan meniru Independent Sport Panel Australia, yang memang ada dalam Undang undang keolahragaan di sana.
Kembali ke sepak bola, tidak ada cara lain bahwa Menpora harus mencabut SK Pembekuan PSSI. Apalagi secara yuridis, putusan sela PSSI dikabulkan oleh pengadilan. Kalaupun pemerintah memiliki konsep strategi pengembangan prestasi sepak bola nasional, ada baiknya untuk dipaparkan dulu ke masyarakat secara terbuka. Agar pemerintah mendapat masukan dari masyarakat olahraga. Setelah lebih matang, barulah Pemerintah dan PSSI melakukan "Partnership Agreement" yang bisa diperluas dengan stakeholdes lainnya seperti lembaga pendidikan, pemerintah provinsi, kabupaten dan kota untuk memperjelas kontribusi, peran dan komitmen masing-masing institusi tersebut.
Mari kita kembalikan sepak bola menjadi milik semua rakyat Indonesia sebagai peluang mobilitas vertikal ke atas atau meningkatkan taraf hidup mereka.
Penulis adalah Sosiolog dan tinggal di Jakarta.
BERITA TERKAIT: