"Kebanyakan pengungsi dibiarkan terlunta-lunta di laut lepas tanpa bantuan sama sekali," jelas Direktur Eksekutif Center for Minority Rights-Research and Advocacy (Cemirra) M. Imaduddin Nasution dalam siaran persnya (Selasa, 19/5).
"Hal ini membuat beberapa nelayan dari Aceh membawa mereka menuju perairan Indonesia untuk diselamatkan. Tentunya hal ini memancing kelompok politisi dan tentara yang menolak mereka," sambung intelektual muda yang akrab disapa Imad ini.
Imad menegaskan, perlindungan terhadap hak-hak minoritas tidak dapat ditawar-tawar. "Penelantaran pengungsi Rohingya yang mencari suaka di Indonesia merupakan sebuah pelanggaran terhadap hak asasi manusia," tegasnya.
Lebih jauh Imad mengungkapkan, masalah yang dihadapi warga Rohingya ini karena ketidakmampuan Pemerintah Myanmar dalam menyelesaikan persoalan konflik bernuansa SARA tersebut. Karena itu, persoalan konflik rasial dan sektarian di Myanmar tidak dapat dilepaskan dari matinya demokrasi di negara tersebut.
"Oleh karena itu, tekanan dunia terhadap demokratisasi dan penegakan HAM di Myanmar merupakan hal yang sangat dibutuhkan. Terlebih setelah kekerasan terhadap etnis Rohingya memakan banyak korban jiwa," ucapnya.
Makanya, kesadaran masyarakat ASEAN terhadap kasus Rohingya merupakan hal yang mendesak. Cemirra meminta masyarakat ASEAN dan Indonesia khususnya, untuk lebih peduli pada kasus Rohingya ini. "Pemerintah negara-negara ASEAN seharusnya dapat menekan Pemerintah Myanmar untuk mau menyerahkan kekuasaan pada nilai-nilai demokrasi dan HAM," tandasnya.
[zul]
BERITA TERKAIT: