Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Belajar Reformasi Sepak Bola dari Australia

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/fritz-e-simandjuntak-5'>FRITZ E. SIMANDJUNTAK</a>
OLEH: FRITZ E. SIMANDJUNTAK
  • Rabu, 29 April 2015, 12:19 WIB
TIDAK selalu intervensi pemerintah dalam sepak bola langsung mendapat sanksi dari FIFA.  Australia adalah salah satu contohnnya. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Mari kita lihat beberapa faktanya.

Kredibilitas dan Komitmen Pemerintah

Komitmen pemerintah Australia terhadap olahraga sangat besar. Sejak tahun 1981, pusat pelatihan nasional dikendalikan oleh Australia Institute of Sport (AIS). Dengan fasilitas latihan, penginapan atlet, stadion dan gedung berlatih, fasilitas ilmu pengetahuan, teknologi dan pengobatan modern untuk olahraga.

Di Indonesia, sejak Bung Karno membangun kompleks olahraga Senayan, pemerintah pusat tidak pernah membangun fasilitas baru. Bahkan Proyek Hambalang sarat dengan korupsi sehingga tersendat.

Selama 20 tahun lebih Pemerintah Australia turut memberikan dana besar bagi sepak bola. Sehingga ketika target lolos Piala Dunia 2002 gagal dicapai, dan Australian Soccer Association (ASA) hutang hingga 2,6 juta dolar Australia, bahkan sistem keuangan yang campur aduk dengan rekening pribadi, terjadi pengaturan skor. Maka Menteri Olahraga dan Seni, dan Senator Rod Kemp langsung menghentikan bantuan dana dari pemerintah hingga ASA melakukan perbaikan total.

Akhirnya ASA bersedia untuk melakukan pembenahan dengan mengundang lembaga independen yang dipimpin oleh David Crawford.

Di Indonesia, campur tangan pemerintah terhadap sepak bola lebih dilatarbelakangi kepentingan politik.  Di masa Menpora Andi Mallarangeng pernah diselenggarakan Kongres Sepak Bola Nasional 2010 di Malang.  Ada 7 langkah yang direkomendasikan olwh kongres yang dibuka langsung oleh Presiden SBY.  Tidak jelas status rekomendasi tersebut. Karena sebenarnya di balik itu semua kita merasakan ada kepentingan politik untuk menggusur Nurdin Halid dan pendukungnya dari sepak bola Indonesia.

Barulah pada tahun 2011 Nurdin Halid tergusur. Tetapi kericuhan terus terjadi terutama dengan dualisme kompetisi yaitu ISL dan IPL. Karena dana semakin sulit diraih oleh IPL, akhirnya kompetisi ini terhenti dan meninggalkan luka bagi yang terpinggirkan.

Sejak tahun 2013 kompetisi ISL mulai berjalan, meskipun dengan tertatih-tatih tetapi dana APBN sudah tidak lagi mengucur pada sepak bola Indonesia. Artinya PSSI sudah mulai mandiri.

Pembekuan kali ini juga tidak lepas dari friksi politik antara Menpora Imam Nahrawi dan Ketua Umum PSSI La Nyala.  Mereka pernah dalam satu perahu saat memperjuangkan Kofifah menjadi calon gubernur Jawa Timur 2009. Pada tahun 2014, La Nyala memilih untuk mendukung Soekarwo.

Di samping itu saat kampanye pemilu 2014, Imam Nahrawi mendapat dukungan penuh dari Persebaya 1927 yang ternyata terlempar dari kompetisi ISL.

Kinerja Kantor Menpora saat melakukan pembekuan juga tidak bagus di mata masyarakat.  Uang saku atlet, uji coba, pembelian peralatan masih tersendat-sendat dan sangat terlambat.  Yang paling menyedihkan adalah gagalnya Kantor Menpora membentuk kepanitiaan Asian Games 2018, padahal sudah melewati batas waktu yang ditentukan tanggal 20 Maret 2015.  Tidak heran kalau mantan atlet nasional memberikan nilai rapor 2 atau merah kepada kinerja Kantor Menpora.


Lembaga Independen

Undang Undang Keolahragaan di Australia mengharuskan adanya Independent Sport Panel yang berfungsi sebagai lembaga pemikir (think thank) untuk selalu memberikan penilaian kritis dan rekomendasi tentang olahraga kepada pemerintah.  Lembaga independen ini dipimpin oleh David Crawford, seorang profesional di dunia bisnis.  Dia pernah memimpin beberapa perusahaan besar di Australia, seperti KPMG, Foster's Group, Lend Lease Corporation, Director of BHP Billiton.

Awalnya lembaga independen inilah yang diminta ASA untuk melakukan penilaian dan mempersiapkan langkah-langkah strategis reformasi sepak bola di Australia.  Sejak ASA meminta Independent Sport Panel, maka pemerintah Australia langsung menghentikan dukungan dana kepada ASA dan tetapi menggelontorkan dana 2,3 juta dolar Australia kepada Independent Sport Panel agar David Crawford segera bekerja.  

Langkah-langkah nyata ini dilaporkan pemerintah dan ASA kepada FIFA yang kemudian melihat karena adanya lembaga independen yang kredibel, dengan komitmen dana pemerintah yang besar, maka FIFA tidak langsung menjatuhkan sanksi pada Australia. FIFA melihat keseriusan dan kesiapan langkah yang diambil pemerintah Australia bersama ASA untuk memperbaiki masa depan sepak bola di Australia.  

Kesiapan semacam ini yang tidak dimiliki oleh pemerintah Indonesia.  Kesepakatan dengan KOI dan KONI yang dicantumkan dalam surat keputusan ternyata semu dan belum matang.  Hingga catatan ini dibuat Tim Transisi dan anggotanya belum terbentuk.  Lucunya meskipun organisasi PSSI dibekukan, tetapi pemerintah tetap ingin agar kompetisi ISL tetap berjalan.  Ini seperti sebuah rumah disegel, tetapi perabotannya dimanfaatkan oleh pihak yang melakukan pensegelan.

Lembaga BOPI yang digunakan pemerintah untuk melakukan verifikasi pada klub peserta kompetisi ISL, ternyata tidak sepenuhnya independen.  Karena ada anggota BOPI yang pernah duduk di IPL yang berseberangan dengan ISL. Sementara di Tim 9 ada anggotanya yang sebenarnya belum menyelesaikan tuntas persoalan dualisme kepemimpinan di cabang olahraga yang dipimpinnya.

Proses Kerja dan Rekomendasi

Ada 4 tugas yang diberikan kepada tim David Crawford, yaitu:1. Analisis kritis terhadap struktur, manajemen, dan tata kelola ASA. 2. Solusi dan rekomendasi ke depannya. 3. Langkah antisipasi halangan yang akan dihadapi. 4.  Tahapan langkah-langkah dalam implementasi rekomendasi.

Dalam mempelajari persoalan sepak bola di Australia, tim independen ini sangat intensif dalam berdialog dengan seluruh stakeholders sepak bola.  Tidak kurang 32 kali pertemuan dilakukan termasuk dengan FIFA, bahkan dengan organisasi sepak bola AS khususnya pembahasan tentang pemasaran sepak bola, serta lembaga audit berkaliber internasional.  Kita tahu AS sukses besar, baik secara finansial maupun jumlah penonton, saat menjadi tuan rumah Piala Dunia 1994.  Bahkan setelah itu tim sepak bola AS selalu lolos ke Piala Dunia dan tim puterinya berhasil meraih juara Piala Dunia.

Ada 53 solusi dan rekomendasi tim independen David Crawford yang kemudian dikenal dengan "Crawford Report". Setelah menerima pemberitahuan tentang rekomendasi yang komprehensif ini, FIFA sangat gembira dan mendukung pemerintah Australia untuk segera melakukan reformasi melalui 53 solusi tersebut.  Bahkan FIFA menjadikan Australia sebagai contoh keberhasilan pemerintah Australia dan ASA secara bersama sama melakukan reformasi sepak bola.  Sejak itu pulalah di FIFA diperkenalkan konsep  "Cooperative Agreement" antara pemerintah dan asosiasi sepak bola dalam menyelesaikan permasalahan di organisasi.

Di Indonesia, seperti dikatakan di atas lebih kepada keinginan pemerintah mengganti kepengurusan PSSI dari pada reformasi sepak bola seperti yang dilakukan oleh Australia.  Pemerintah tidak memiliki mitra kerja yang independen dan personil di Menpora sendiri tidak memahami seluk beluk yang terjadi di olahraga.  Yang digunakan sebagai alasan pembekuan adalah wewenang sesuai undang-undang atau peraturan pemerintah.  Tidak ada "cooperative agreement" antara pemerintah dan PSSI.  Pokoknya PSSI harus dibekukan.

Kepemimpinan dan Pencapaian

Panglima TNI Jenderal Moeldoko pernah berkata bahwa faktor kepemimpinan sangat penting dalam mengelola sebuah organisasi.  Khusus olahraga seperti layaknya di militer, seorang pemimpin harus mampu menjadi inspirator bagi pelaku olahraga untuk mencapai prestasi teringgi.

Pengurus ASA ketika membaca 53 solusi dan rekomendasi tim independen David Crawford pun menyadari bahwa mereka tidak akan mampu melaksanakan seluruh langkah implementasi tersebut.  Sehingga dengan sukarela mereka mengundurkan diri dari kepengurusan ASA.

Menyadari pentingnya faktor kepemimpinan untuk membenahi sepak bola di Australia. Maka David Crawford meminta Frank Lowy, orang kedua terkaya di Australia yang juga gemar olahraga, serta memiliki ratusan pusat perbelanjaan, untuk mengambil alih kepemimpinan di ASA.  Frank Lowy dibantu oleh Ron Walker, yang sangat berpengalaman sebagai penyelenggara acara hiburan dan John Singleton, seorang maha guru dalam bidang pemasaran. Ketiga putera terbaik Australia dalam bidang dunia usaha ini kemudian dikenal sebagai "Triple A Team".

Pemerintah Australiapun berjanji akan segera mengucurkan dana 15 juta dolar Australia dalam dua bentuk apabila Frank Lowy bersedia. Sejumlah 9 juta dolar AS akan diberikan ke ASA berupa hibah dan 6 juta dolar AS berupa pinjaman. Frank Lowy sendiri berkomitmen akan mencari dana dan menggunakan dana pribadi agar ASA bangkit. Sementara untuk pembinaan di akar rumput, pemerintah Australia berjanji akan membangun lapangan sepak bola bekerja sama dengan pemerintah daerah.

Frank Lowy, yang sudah dikenal di Australia, kemudian menerima tawaran tersebut dan memimpin organisasi ASA bersama ketiga rekannya tersebut.  Sebagai pelaku bisnis yang berpengalaman dan sukses, Frank Lowy langsung melakukan reposisi ASA menjadi FFA yaitu Footbal Federation of Australian. Alasannya adalah, mengubur nama ASA yang kredibilitasnya telah hancur dan menyelaraskan dengan istilah yang digunakan oleh FIFA dan negara lainnya. Padahal istilah "soccer" sudah menjadi bagian kebudayaan dari masyarakat Australia.

Reformasi sepak bola di Australia membuahkan hasil menggembirakan.  Pada tahun 2006, 2010 dan 2014 Australia berhasil lolos ke Piala Dunia.  Kompetisi berjenjang mulai dari liga profesional hingga usia dini berjalan dengan baik.  Banyak perusahaan besar bersedia menjadi sponsor utama setiap kegiatan sepak bola Australia.

Kiprah David Crawford sebagai lembaga independen di olahraga terus berlanjut.  Pada tahun 2008 pemerintah Australia kembali meminta David Crawford memberikan penilaian kritis dan langkah strategis bagi peningkatan prestasi olahraga Australia secara keseluruhan.  Pada tahun 2009 salah satu rekomendasi David dilaksanakan yaitu peningkatan dana untuk Australia yang kemudian disetujui oleh pemerintah Australia dengan mengucurkan dana sebesar  105 juta dolar Australia untuk pembinaan olahraga baik di tingkat atlet elit maupun akar rumput.

Pertanyaan kepada Kantor Menpora, apakah ada figur orang kaya di Indonesia yang bersedia memimpin PSSI saat proses transisi? Sementara mencari CEO untuk memimpin kepanitian Asian Games 2018 masih belum berhasil.  Seberapa besarkah dana yang tersedia di APBN untuk reformasi sepak bola? Seberapa jauhkah komitmen pemerintah untuk bekerja dalam reformasi sepak bola? Mampukah pemerintah keluar dari kepentingan politik sehingga pembenahan sepak bola bisa murni untuk sepak bola Indonesia.

Kita teringat kata kata bijak "Successful people build each other up. They motivate, inspire and push each other. Unsuccessful people just hate, blame and complain".  Hendaknya baik pemerintah maupun PSSI saling memberikan motivasi dan dorongan untuk mengatasi persoalan sepak bola Indonesia. Janganlah dendam dan kebencian menghiasi sebuah keputusan.  Buatlah "cooperative agreement" agar sinerji bisa terjadi.

Penulis adalah sosiolog, dan tinggal di Jakarta

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA