Sepak bola sebenarnya sangat mudah untuk dimainkan oleh siapapun. Karena mudahnya itu Ryan Phillips menyatakan "Soccer is a beautiful game". Kenapa? Karena bisa menyatukan bangsa bangsa di dunia ini. Sepak bola juga tidak mengenal kelas sosial atau bangsa miskin dan kaya. Pada piala dunia 2002 Senegal mengalahkan Perancis 1-0 atau Ghana mengalahkan AS 2-1 di piala dunia 2006. Baik Senegal dan Ghana penduduknya jauh lebih miskin dibandingkan Perancis dan AS.
Sedemikian kuatnya daya tarik sepak bola menghibur masyarakat hingga saat Piala Dunia 1998 riuhnya demonstrasi dan huru hara untuk menuntut reformasi di Indonesia terhenti. Rakyat lebih berminat menonton sepak bola Piala Dunia dari pada ribut ribut politik. Keberhasilan Afrika Selatan menjadi tuan rumah Piala Dunia 2010 juga membuktikan bahwa bangsa Afrika Selatan sudah tidak terkoyak koyak lagi. Secara bahu membahu mereka turut berpartisipasi membuat pesta olahraga sepak bola terbesar di dunia tersebut sukses.
Namun tanggal 17 April 2015 sejarah kelam terjadi di sepak bola Indonesia. Kejadiannya saat Menpora, Imam Nahrawi mengeluarkan surat keputusan untuk membekukan PSSI. Mungkin ini kali pertama pemerintah membekukan organisasi olahraga dan memperlakukannya seperti sebuah organisasi yang akan membahayakan kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia. Apalagi akar permasalahan pembekuan hanyalah persoalan di tingkat klub yaitu Persebaya 1927 dan Arema.
Kita coba telusuri apa hubungan Menpora dengan kedua klub tersebut. Beruntung di era serba internet tersebut kita bisa melihat beberapa fakta. Pertama situs PKB http://m.pkb.or.id/berkat-imam-nahrawi-bonek-sepakat-menangkan-pkb. Terlihat jelas hubungan politik keduanya. Dikatakan bahwa suporter fanatik Persebaya Bonek alias Bondo Nekat menyatakan dukungan kepada Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan sosok Sekjen PKB saat itu Imam Nahrawi menginspirasi mereka untuk terjun ke dunia politik demi membangun bangsa.
Eratnya hubungan politik antara Imam Nahrawi dengan Persebaya 1927 membuat kita tidak heran apabila baru 4 hari dilantik sebagai Menpora, Imam Nahrawi menyatakan bakal mengizinkan klub Persebaya 1927 untuk bertanding di Indonesia Super Laegue (ISL) 2015/16. Lebih hebat lagi keluar pernyataan bombastis dari Menpora bahwa sepak bola indonesia ini sudah hancur karena mafia yg berkutat di sepak bola Indonesia (http://wartaharian.co/berita/4-olahraga/17699-menpora-persebaya-1927-bakal-kembali-ke-isl.html).
Ternyata Menpora sudah mengetahui permasalahan di sepak bola bahkan lebih cepat dari kemampuan Presiden Jokowi yang perlu waktu dengan membentuk tim transisi sebelum merumuskan susunan kabinet dan program kerja kabinetnya untuk lima tahun ke depan. Langkah selanjutnya Menpora membentuk tim 9, yang katanya untuk membenahi permasalahan sepak bola di Indonesia serta mempelajari statuta FIFA. Â
Hingga sekarang kita tidak pernah tahu hasil kerja dari tim 9. Nyatanya Menpora kemudian menggunakan organisasi BOPI yang khusus fokus pada beberapa persoalan klub yang mengikuti kompetisi ISL? Pada awalnya BOPI menyatakan ada 7 klub yang bermasalah antara lain karena ketidaklengkapan dokumen laporan keuangan, NPWP, SIUP. Tetapi menjelang bergulirnya kompetisi ISL, tinggal 2 klub yang masih bermasalah yaitu Persebaya dan Arema.
Apabila konsiderasi pembekuan oleh Menpora karena PSSI tidak mengindahkan tiga surat peringatan, ternyata Menpora untuk memenuhi janji politiknya kepada Persebaya 1927, juga tidak mengindahkan kesepakatan dengan DPR. Di mana telah ditandatangani dokumen kesepakatan antara Menpora, DPR dan PSSI untuk tetap melanjutkan kompetisi ISL pada tanggal 26 Maret 2015 hingga satu putaran dan kedua klub harus menyelesaikan permasalahannya. Menpora juga telah mengabaikan saran Wakil Presiden JK yang disampaikan langsung lewat telepon tanggal 1 April 2015 agar Pemerintah tidak terlalu mencampuri urusan sepak bola dan memberikan keleluasan PSSI untuk menyelesaikan permasalahannya sendiri. Wakil Presiden JK juga meminta agar kompetisi ISL tetap berlangsung.
Sungguh luar biasa perjalanan Menpora dalam memenuhi janji politiknya dengan mengorbankan cabang sepak bola yang menyedot penonton langsung sekitar 30 ribu orang per pertandingan dan roda ekonomi bernilai ratusan miliar untuk masyarakat menengah dan kecil di berbagai daerah. Padahal perbaikan juga telah dicapai selama proses verifikasi, di mana tinggal 2 klub saja yang masih mengalami masalah. Â
Lucunya, dalam surat keputusan dinyatakan bahwa Menpora akan membentuk Tim Transisi hingga kepengurusan baru terbentuk dan meminta KONI-KOI melanjutkan pembinaan tim nasional serta supervisi pelaksanaan kompetisi ISL. Pertanyaannya, bagaimana mungkin lembaga PSSI dibekukan tetapi aktivitasnya tetap berjalan? Bukankah aktivitas pembinaan tim nasional dan kompetisi ISL adalah bagian dari lembaga PSSI? Apakah Menpora membekukan lembaga PSSI atau kepengurusannya?
Karena itu pita hitam patut dikenakan oleh masyarakat pencinta sepak bola dan olahraga umumnya. Karena kompetisi liga untuk sementara terhenti dan pembinaan tim nasional juga menjadi tidak jelas persiapannya. Padahal ajang SEA Games 2015 di Singapore sudah tinggal beberapa bulan lagi. Bagaimana pula status Persipura dan Persib yang sedang mengikuti pertandingan di ajang AFC? Karena bilamana FIFA memutuskan untuk mengenakan sanksi kepada Indonesia karena intervensi pemerintah, maka untuk beberapa waktu Indonesia tidak akan tampil di turnamen internasional.
Persipura sudah mengancam akan keluar dari Indonesia apabila dilarang melanjutkan pertandingan di AFC oleh FIFA. Sementara klub dari Aceh akan ikut kompetisi di Malaysia apabila kompetisi ISL tidak jelas kelanjutannya.
Sepak bola adalah organisasi global, di mana tata kelolanya harus tunduk pada FIFA. Beberapa negara seperti Yunani, Brunei Darusalam pernah terkena sanksi. Salah satu klub terkaya di dunia seperti Barcelona mendapat sanksi tegas darI FIFA karena telah menyalahi aturan dalam perekrutan pemain di bawah berusia 18 tahun. Sanksi yang diberikan berupa larangan aktif dalam bursa transfer pemain selama 14 bulan hingga Januari 2016. Bulan Desember 2014 lalu, FIFA menjatuhkan sanksi sanksi denda bagi tiga klub Indonesia. Ketiga klub itu adalah Persebaya Surabaya, PSIS Semarang, dan Persires Bali Devata karena mempublikasikan data dalam TMS FIFA yang sifatnya rahasia. FIFA bahkan sangat tegas terhadap perkumpulan dan pemain yang melanggar tata kelola yang tercantum dalam Statuta FIFA.
Karena itu apabila koreksi tidak dilakukan oleh Menpora atas keputusannya membekukan PSSI, tetapi juga mengambil alih pembinaan tim nasional dan kompetisi ISL, hampir dipastikan FIFA akan menjatuhkan sanksi terhadap Indonesia. Kalau ini yang terjadi maka Presiden Jokowi, yang baru saja berhasil menyelenggarakan KAA, mukanya akan tercoreng karena keteledoran Menpora yang lebih mengedepankan janji politik dari pada kepentingan rakyat Indonesia. Sementara rakyat Indonesia tidak bisa lagi melihat pemain sepak bola Indonesia berjuang di laga sepak bola internasional membela bendera merah putih yang melekat di dada mereka. Â
Semoga Presiden Jokowi segera turun tangan untuk menyelesaikan kemelut ini. Janganlah karena ingin membunuh tikus, kita harus membakar lumbungnya. [***]
Penulis adalah Sosiolog dan tinggal di Jakarta,/i>
BERITA TERKAIT: