Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kabinet Trisakti Pemerintahan Jokowi Perlu Petarung

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/syafril-sjofyan-5'>SYAFRIL SJOFYAN</a>
OLEH: SYAFRIL SJOFYAN
  • Minggu, 12 Oktober 2014, 11:48 WIB
GONJANG-GANJING politik di Indonesia ibarat pertandingan bola; adu strategi (manuver) dan adu stamina (kelincahan). Perlu kemampuan tackling nan cantik (bukan kaki lawan yang diincer) untuk menang. Di sosial media digambarkan pertandingan politik dimenangkan Koalisi Merah Putih dengan skor 0–5 dengan kemenangan berturut–turut atas Koalisi Indonesia Hebat. Kemenangan itu yakni, pengesahan UU MD3, UU Pilkada, gugatan UU MD3 di MK, sapu pemilihan pimpinan DPR dan pemilihan pimpinan MPR-RI. Walaupun sebenarnya tidak tepat betul dikatakan KIH kalaha 5-0 karena pernah menang telak pada pilpres dan gugatan hasil pilpres di MK.

Namun dengan dikuasainya lembaga legislatif oleh KMP akan berdampak kesulitan buat kelincahan gerak pemerintahan Jokowi. Terutama walaupun tidak semua partai politik di kubu KMP berdasarkan sakit hati, namun perasaan tersebut masih tetap dipelihara oleh sebagian petinggi KMP, sehingga sekecil apapun peluang akan dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh pihak KMP untuk membalas rasa sakit hati. Memang sulit, karena di Indonesia bukannya barat yang manusianya lebih mengutamakan logika daripada perasaan.

Kalkulasi Megawati dengan memutuskan JK sebagai Wakil Presiden mendampingi Jokowi disamping karena berkemampuan dalam membiayai kampanye juga tentunya secara politis akan bisa menguasai beberapa partai politik untuk berpihak kepada PDI Perjuangan. Megawati sadar benar kemampuan dan kelincahan suaminya almarhum Taufik Keimas dalam berselancar di tengah arungan dan ombak perpolitikan di Indonesia selama ini "hanya bisa ditandingi" oleh kelincahan dan kekuatan ekonomi Jusuf Kalla.

Namun apa lacur dari arena pertandingan dan arus gelombang politik di Indonesia yang sangat besar terjadi. Kemampuan JK sudah sangat jauh berkurang kelincahan dan nama besarnya tenggelam oleh kemampuan lawan politiknya. Ambil contoh, sebelum pilpres PPP ada 22 petingggi DPP PPP yang menyatakan mendukung JK dalam Pilpres namun kemudian memberi dukungan ke Prabowo. Demikan juga dengan Partai Golkar, ketika beberapa kali "pimpinan daerah melakukan pertemuan" yang digagas oleh orangnya JK, ternyata malah semakin kuat dukungan kepada ARB, kelincahan Akbar Tanjung dalam memagari benteng ARB di partai warisan rejim Soeharto ini tidak bisa ditembus oleh JK, malah berakibat dipecatnya beberapa tokoh muda potensial oleh Partai Golkar yang mendukung Jokowi-JK, tanpa JK bisa berbuat apa-apa.

Selanjutnya kekalahan demi kekalahan kubu KIH sejak UU MD3, UU Pilkada, disapu bersihnya Pimpinan DPR –RI, kalah di MK tentang UU MD3 dan kalah telak dalam memperebutkan pimpinan MPR-RI, membuktikan pengaruh JK sebagai tokoh politik yang dulu pada tahun 2014 sangat lincah dan lantang, sama sekali tidak terdengar lagi. PPP bergabung hanya dikarenakan sakit hati tidak diberikan peran oleh KMP, lobby politik JK ( atau malah tidak melakukan lobby ) terhadap anggota DPD kalah jauh dengan edaran yang dikeluarkan oleh ARB, walaupun kekompakan pimpinan DPD luar biasa memunculkan hanya satu orang wakil ke MPR – RI, banyak anggota DPD yang bisa dipengaruhi oleh ARB dkk.

Melihat kondisi ini petinggi partai KIH (Megawati, Surya Paloh, Wiranto dan Muhaimin ) sudah harus mengevaluasi tidak hanya mengantungkan harapan kepada JK seorang, yang selama (nostalgia) ini dianggap masih punya kemampuan manuver seperti tahun 2014, sekarang terbukti sudah tidak lincah lagi karena umur beliau sudah bertambah 10 tahun.

Malah celakanya “pendukung JK” seperti Syofyan Wanandi, Luhut dkk malah sering mengeluarkan pernyataan kontraproduktif membuat masyarakat resah, terutama keinginan menaikan harga BBM sebagai salah satu solusi untuk memperbesar ruang fiskal pada APBN 2015, pada hal masih banyak jalan dengan ide-ide kreatif memperbesar ruang fiskal tersebut.

Petinggi Kemitraan Indonesia Hebat seharusnya dari sekarang sudah menekan ruang gerak dan ambisi JK dalam mengatur kabinet Jokowi dengan barisan menteri secara Transaksional, yakni yang “dianggap berjasa memenangkan Pilpres” atau yang punya afiliasi terhadap keinginan menghilangkan subsidi BBM sesuai pesanan kalangan neo liberalism.

Walaupun impeachment diatur demikian nyelimet bukan tidak mungkin jika rakyat sudah tidak mendukung dan kehilangan kepercayaan terhadap pemerintahan Jokowi, jalan berliku bisa menjadi memudahkan bagi oposan.

Sebenarnya kesulitan tersebut bisa diatasi dengan keberanian dan terobosan ide-ide baru dan cemerlang dari barisan Menteri di Kabinet Trisakti Jokowi, tentunya dengan kwalifikasi sebagai petarung yang kompeten dan bersih tidak bermasalah, bukan karena unsur kedekatan ataupun balas jasa. Disamping itu pihak KIH dan Kabinet Jokowi perlu membatasi program yang membuat rakyat gerah, jangan lagi menyatakan siap untuk tidak populer, dukungan rakyat harus dipelihara tidak saja dari bebotoh, relawan pendukung Jokowi-JK, akan tetapi rakyat yang bukan pendukungpun juga harus direbut hatinya, sehingga dukungan rakyat kepada Jokowi tidak berkurang malah bisa bertambah.

Caranya sebenarnya mudah namun pelaksanaannya membutuhkan kemampuan Menteri yang cekatan bukan lagi yang belajar, terutama dibidang per ekonomi an yang menyentuh harkat hidup rakyat, cari Menteri dan dukung secara total oleh Presiden Jokowi yang mempunyai program ril untuk menyikat kartel pangan menghilangkan sistim kuota dan mengganti dengan sistim tariff sehingga harga kebutuhan pangan bisa turun 30 %, jika harga bisa diturunkan dipastikan gebrakan tersebut akan merebut hati rakyat.

Langkah selanjutnya, sikat mafia minyak misalnya walaupun sudah ada sedikit perlawanan dari Gerindra yang tidak setuju membubarkan Petral, pilih menteri yang berani menghentikan inefisiensi di bidang energy (migas dan listrik ) sehingga bisa menghemat 64 triliun dengan cara menekan biaya cost recovery, impor langsung via G to G hapus cukai mafia 2 dolar AS per barel. Menteri yang dipilih juga harus berani mematok harga BBM bersubsidi tetap seharga Rp 6500 per liter liter, dan melakukan "subsidi silang" dengan menaikan harga Petramax sehingga mendapatkan keuntungan Rp 40 triliun.

Kalau perlu Jokowi dan petinggi KIH minta calon menteri untuk presentasi program mereka. Last but not least menteri-menteri di 'Kabinet Trisakti" Jokowi harus dicari yang mampu "menundukan" komisi di parlemen karena track record dan kompetensinya diakui oleh semua pihak termasuk kalangan oposisi di parlemen.[***]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA