Karena itu, baik Presiden dan Wakil Presiden terpilih Jokowi-JK, 560 anggota DPR dan 132 anggota DPD sebenarnya merupakan wakil rakyat dan wajib memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat sesuai dengan cita cita UUD 1945.
Saat ini kelengkapan kelembagaan dari para wakil rakyat tersebut masih belum selesai. Di pemerintahan, di mana Jokowi-JK akan memimpin pengelolaan negara, masih terus sibuk dengan proses penentuan struktur dan personil kabinet serta program program yang akan dijalankan segera. Sementara di DPR dan DPD, proses pemilihan pimpinan kedua lembaga tersebut sudah selesai. Di DPR, Koalisi Merah Putih menguasai pimpinan DPR. Sekarang ini sedang berlangsung pemilihan pimpinan lembaga MPR.
Apabila dalam proses politik di tingkat rakyat Koalisi Indonesia Hebat berhasil unggul dalam pemilihan jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Tetapi sayangnya Koalisi Indonesia Hebat gagal dalam proses politik di tingkat elite. Ini dapat terlihat pada komposisi di DPR. Anggota DPR dari Koalisi Merah Putih berjumlah 292 orang, sementara Koalisi Indonesia Hebat 207 orang. Komposisi itu di luar Partai Demokrat. Akibatnya Koalisi Indonesia Hebat kalah telak dalam pengesahan UU MD3, UU Pilkada dan pemilihan pimpinan DPR
Kekalahan beruntun Koalisi Indonesia Hebat patut disayangkan. Setelah keputusan MK tanggal 20 Agustus 2014 yang menetapkan Jokowi-JK sebagai pemenang pemilihan Presiden, ada rentang waktu yang cukup banyak bagi Koalisi Indonesia Hebat untuk mengubah taktik dari kampanye politik rakyat menjadi lobi politik elite. Apalagi sebagai pemenang, mereka memiliki begitu banyak cara dan tawaran untuk melakukan lobi di tingkat elite partai politik.
Koalisi Indonesia Hebat juga terbuai dengan taktik permainan politik yang diterapkan Koalisi Merah Putih setelah 20 Agustus 2014, untuk melanjutkan pertarungan hingga pemilihan umum 2019 mendatang. Sehingga terbentuklah polarisasi dua kubu yang terus menerus berupaya saling mengalahkan. Koalisi Indonesia Hebat mestinya paham, tidak ada yang abadi di politik selain kepentingan politik itu sendiri. Artinya ada kesempatan besar untuk merangkul partai yang tadinya berada pada Koalisi Merah Putih.
Sayangnya, kesempatan emas di mana Koalisi Merah Putih sebenarnya sudah goyah karena kalah di pertarungan pemilihan Presiden, ternyata tidak dimanfaatkan dengan baik oleh Koalisi Indonesia Hebat. Prinsip tidak ada transaksi politik, calon menteri tidak boleh pengurus teras partai, kurang gencar dalam lobi-lobi politik pada elite partai, telah menjadi bumerang bagi Koalisi Indonesia Hebat. Koalisi Indonesia Hebat lupa bahwa realitas di lobi politik elite adalah tawar menawar.
Kita juga tahu bahwa realitas di politik elite adalah lain ucapan lain tindakan. Kita lihat bagaimana janji Prabowo dan Hatta Rajasa untuk tetap melaksanakan pemilihan kepala daerah secara langsung. Kenyataannya mereka menjadi inisiator perubahan UU Pilkada menjadi tidak langsung.
Padahal, demokrasi perwakilan adalah memberi kesempatan penuh dan langsung bagi rakyat untuk memilih pemimpinnya, termasuk kepala daerah. Karena itu pemilihan kepala daerah oleh anggota DPRD adalah penyimpangan terhadap prinsip demokrasi perwakilan dan reformasi tahun 1998 di mana Amien Rais pernah menjadi salah satu motor reformasi politik. Pada kenyataannya Amien Rais sendiri turut mengingkari dan menciderai semangat reformasi itu sendiri.
Contoh lain adalah Jusuf Kalla dan Anies Baswedan yang pernah memberi tanggapan terbuka bahwa Jokowi belum siap dan pantas menjadi Presiden RI ke-7. Kenyataannya Jusuf Kalla bersedia menjadi Wakil Presiden Jokowi. Dan Anies Baswedan, setelah gagal di Konvensi Partai Demokrat, masuk dalam tim sukses Jokowi-JK dan bahkan sering menjadi juru bicara Jokowi.
Lain perkataan lain tindakan juga terlihat saat penentuan posisi Partai Demokrat dalam pembahasan RUU Pilkada. Mulai dari Ketua Umum SBY, Ketua Fraksi Demokrat Nurhayati Assegaf, Wakil Ketua Dewan Penasihat Amir Syamsudin, dan pengurus Partai Demokrat lainnya seperti Max Sopacua, Ramadhan Pohan dan Ruhut Sitompul memainkan pentas dramaturgi politik yang menyedihkan dengan melakukan "walk out" sehingga RUU Pilkada disahkan oleh parlemen.
Ketidakmampuan Jokowi-JK dan Koalisi Indonesia Hebat memainkan lobi politik elite sangat disayangkan oleh sebagian besar rakyat Indonesia, termasuk pemilih Jokowi-JK. Kemampuan berkampanye dalam melibatkan partisipasi politik rakyat mestinya diimbangi dengan kemampuan dalam lobi politik elite.
Sistem demokrasi memberikan kesempatan partisipasi penuh oleh rakyat tetapi hanya pada saat pemilihan umum berlangsung. Kesempatan lain bisa saja terjadi apabila seluruh kelembagaan negara gagal menjalankan tugasnya sesuai dengan harapan rakyat, yaitu "people power". Tapi pilihan terakhir tentu saja tidak kita harapkan terjadi. Karena apabila itu terjadi maka berarti Jokowi-JK juga gagal.
Karena itu, sikap kaku Jokowi-JK dan Koalisi Indonesia Hebat harus segera diubah. Kalau tidak diubah, maka pemerintahan Jokowi-JK akan mengalami tantangan yang sangat berat nantinya.
Ke depannya Jokowi-JK diharapkan mampu membangun suasana politik yang cair dan secara perlahan merajut kembali hubungan dengan Koalisi Merah Putih. Di samping itu Jokowi-JK lebih baik konsentrasi pada struktur kabinet dan komposisi menteri yang benar-benar sesuai dengan harapan rakyat. Tidak perlu terbawa hiruk pikuk yang memang sengaja dibangun oleh Koalisi Merah Putih. Lupakan kekalahan di parlemen dan bangun Indonesia dengan program program yang telah dijanjikan kepada rakyat saat kampanye.
Pada tahap selanjutnya Jokowi-JK perlu membangun tim komunikasi yang tangguh. Seperti yang dilakukan oleh PM Najib dan Obama. Kedua pemimpin tersebut bahkan membangun relawan tim komunikasi sebelum menduduki jabatan pemimpin negara dan sampai sekarang. PM Malaysia memiliki tim 1 Malaysia dan Obama membangun tim Organizing for America. Pada periode kedua, Organizing for America berubah menjadi Organizing for Action.
Relawan 1 Malaysia dan Organizing for Action intinya mengkomunikasikan program-program utama kedua pemimpin tersebut. Tim ini menjadi sangat efektif dalam membangun loyalitas di tingkat akar rumput karena bersama tim komunikasi di pemerintahan berhasil mengirimkan pesan-pesan yang konsisten ke masyarakat. Sehingga kedua pemimpin tersebut memenangkan pemilihan umum kedua.
Jokowi-JK memiliki peluang besar untuk berprestasi nyata bagi masyarakat. Kekuatan relawan di saat kampanye perlu dilanjutkan untuk terus menjalin hubungan dengan akar rumput di masyarakat. Dan komposisi kabinet yang bersih akan diterima dengan baik oleh masyarakat. Semoga Indonesia benar-benar hebat !!!!!
Penulis adalah Sosiolog, dan tinggal di Jakarta
BERITA TERKAIT: