Revolusi Jadikan Indonesia Poros Maritim Dunia Bisa Dimulai dari Sulut

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Rabu, 17 September 2014, 17:02 WIB
Revolusi Jadikan Indonesia Poros Maritim Dunia Bisa Dimulai dari Sulut
rmol news logo Menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia mesti diawali dengan "revolusi kelautan yang diawali dari meja makan". Kebiasaan makan ikan laut, selain juga mencerdaskan bagi generasi mendatang,  akan mengubah cara pandang Indonesia terhadap lautnya. Sebagai propinsi yang memiliki masyarakat gemar makan ikan, Sulawesi Utara (Sulut) bisa memulai revolusi kelautan tersebut.

Demikian ditegaskan Ketua Institut Keamanan dan Keselamatan Maritim Indonesia. (IK2MI), Laksdya TNI (P) Yosaphat Didik Heru Purnomo. dalam diskusi panel yg diselenggarakan Pemda Sulut di Manado (Selasa, 16/9).

Didik yang mantan Kalakhar Bakorkamla RI menjelaskan, dalam posisi geostrategisnya menghadap ke Laut Sulu dan Samudera Pasifik, Sulut yang memiliki lautan lebih luas daripada daratan, harus mengawali perubahan cara bangsa Indonesia melihat lautnya. Mengubah cara pandang itu akan dilakukan melalui revolusi kelautan yang  diawali dari meja makan.

"Kegemaran makan ikan akan menuntut pemenuhan konsumsi  ikan di meja makan. Tuntutan pemenuhan kebutuhan ikan itu akan merekonstruksi paradigma dan praktik pengelolaan laut selama ini yang terbaikan. Kalau rakyat Indonesia tidak butuh ikan di meja makan, bagaimana bisa pedul atas illegal fishing, pencurian ikan, kerusakan lingkungan dan biota laut?" papar Didik yang juga mantan Wakasal.

Pertanyaannya adalah, Didik menjelaskan lebih lanjut, bagaimana menghadirkan ikan di meja makan inilah yang kemudian akan merekonstruksi paradigma serta mata rantai pengelolaan, distribusi, keamanan dan keselamatan serta pertahanan kedaulatan laut. Akibat yg terjadi adalah Indonesia akan membangun industri maritim yang antara lain meliputi pembangunan infrastruktur pelabuhan besar dan kecil,  industri kapal dan galangan, industri transportasi laut dan logistik dan  industri SPBU laut,

Hanya saja, mantan Kasum TNI itu menegaskan, semua itu tidak bisa berjalan jika peraturan tata kelola kelautan tidak direvolusi juga. Yang dibutuhkan dalam tata kelola kelautan adalah single agent multi task - satu badan yang memiliki banya fungsi. Didik kemudian merefer praktik yg berlaku saat ini, laut dimiliki oleh 12 pemangku kepentingan yg "sialnya" peraturannya saling tumpang tindih dan mengedepankan ego sektoral.

"Jika tumpang tindih peraturan dan lembaganya segera  diurai substansi permasalahannya,  Indonesia baru bisa bicara  soal pertahanan dan kedaulatan lautnya. Ini sangat penting bagi Sulut yang secara langsung berhadapan dengan Filipina dan Laut Pasifik. Secara singkat bisa kita tanyakan bersama, berapa harga seekor ikan ketika ada di meja makan ini yang akan menjawab apakah kita sebenarnya siap menjadi menuju bangsa Poros Maritim Dunia atau tidak," ungkap Didik.

Diskusi diselenggarakan dalam rangka 50 tahun Propinsi Sulut itu dengan tajuk "Di Laut Sulut Akan Jaya",  menghadirkan Sinyo H Sarundajang, (Gubernur Sulut), Prof Dr Grevo Gerung ( Dekan Fakultas Kelautan dan Perikanan Univ. Sam Ratulangi),  Dr Sudiman Saad, (Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau2 Kecil Terluar,  Kementerian Kelautan dan Perikanan), Dr Sri Yanti Wibisana (Direktur Kelautan dan Perikanan Bappenas),  Prof Dr Dietriech Bengen (Guru Besar IPB) dan Ninuk Mardiana Pambudy (Wapemred Kompas) sebagai pembicara.[dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA