Keluarga Korban Minta Kasus Priok Masuk Agenda 100 Hari

Sampaikan Harapan Ke Pemerintahan Baru

Sabtu, 13 September 2014, 06:37 WIB
Keluarga Korban Minta Kasus Priok Masuk Agenda 100 Hari
ilustrasi
rmol news logo 30 Tahun berjalan kasus Tanjung Priok masih suram. Para korban dan keluarganya belum mendapat keadilan. Meski sudah berganti-ganti kekuasaan, janji-janji pemerintah tidak kunjung terealisasi.

Kepala Divisi Pemantau Im­punitas Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Ke­kerasan (Kontras), M Daud Bereuh menyatakan, perjuang­an para korban kasus Tanjung Priok yang terjadi 12 Septem­ber 1984 itu masih berlangsung. Dia ber­harap pemerintahan Jokowi-JK bisa menyelesaikan kasus itu.

“Kami, para korban, dan ke­luar­ga korban Peristiwa Tanjung Priok menilai, sepanjang peme­rin­tahan Presiden SBY telah ga­gal menghadirkan keadilan bagi korban,” katanya dalam jumpa pers di kantor KontraS, Jalan Bo­robudur, Jakarta, kemarin.

Menurutnya, peristiwa Tan­jung Priok 1984 adalah salah satu pe­langgaran HAM berat yang ma­sih meninggalkan sejarah ke­lam dan ketidakadilan bagi kor­ban.

“Sesuai laporan Komnas HAM, korban dalam pe­ris­tiwa Tanjung Priok ini seba­nyak 55 orang mendapat luka be­rat, 24 orang meninggal, dan pu­luhan lainnya masih hilang hingga kini,” paparnya.

Pada masa awal reformasi, yakni tahun 1998, keluarga kor­ban mendorong agar kasus terse­but diungkap.

“Pada 2001 Kom­nas HAM melakukan penyelidi­kan dan menyatakan kasus ini sebagai pelanggaran HAM berat, setelah itu diajukan ke DPR, DPR kemudian memberikan rekomen­dasi dan Presiden keti­ka itu Gus Dur membentuk pe­nga­­dilan HAM Ad hoc,” katanya.

Namun, pengadilan HAM Ad hoc tersebut malah gagal meng­hukum pelaku dan memenuhi hak korban seperti kompensasi, res­titusi, dan rehabilitasi.

“Proses pe­ngadilan berjalan mem­prihatinkan, saksi dan kor­ban su­dah disuap bahkan dijan­jikan se­suatu, akibatnya terjadi pemu­tarbalikan fakta,” keluhnya.

Dia juga menyayangkan  pe­nga­dilan HAM Ad hoc hanya menga­dili pelaku lapa­ngan.  “13 aparat ter­bukti menembak korban se­hing­ga negara wajib memberi kom­pen­sasi ba­gi para korban. Ta­pi, sampai hari ini pemerintah belum berikan hak-hak korban,” katanya.

Kini, para korban dan keluar­ga­­nya berharap pemerintahan Jokowi-JK mem­­berikan satu harapan, bukan hanya janji penyelesaian. Tapi bukti konkret.

Dia meminta pada 100 hari pertama Jokowi-JK harus ada yang berbeda dari masa pemerin­tahan SBY.

“Dalam 100 hari pertamanya, Jokowi-JK harus se­gera mem­ben­­tuk komite kepre­si­denan sebagai langkah konkret membe­rikan hak korban atas pemuli­han, sekaligus merumus­kan pe­nye­lesaian kasus-kasus pelang­garan HAM berat yang belum tuntas,” terangnya.

Komite itu, lanjut Daud, harus bisa memastikan bahwa tidak ada hambatan lagi dalam pe­nun­tasan kasus-kasus pelanggaran HAM be­rat.

“Kalau ada yang sengaja mem­­perlambat proses­nya, presi­­den harus turun ta­ngan,” tegasnya.

Wanma Yetty, dari Ikatan Kor­ban dan Keluarga Korban Tan­jung Priok 1984 (IKKAPRI) me­nilai, dalam dua periode pemerin­tahan SBYbelum memberikan keadilan bagi keluarga korban Tanjung Priok.

Dalam peristiwa tersebut, dia harus kehilangan ayah­nya yang sampai saat ini be­lum diketahui nasibnya.

“Pengadilan kasus Tanjung Priok sudah diwarnai praktek suap, makanya dianggap sudah selesai. Tapi, kami para korban masih tunggu keadilan,” katanya.

Dia sangat berharap pada keberanian Jokowi-JK untuk menyatakan kasus Tanjung Priok belum selesai.

“Kami tuntut presiden yang baru ini tidak me­ngulangi sikap presiden sebelum­nya yang tidak menyelesaikan kasus Tanjung Priok. Penyele­saian kasus ini adalah hak para korban yang harus diberikan oleh negara,” tekannya.

Dia meminta pemerintah sege­ra menuntaskan pemenuhan hak korban dan keluarga korban, baik melalui pengadilan atau cara-cara lain. “Hak-hak korban tetap harus di­penuhi tanpa harus menunggu pengadilan. Korban dan keluarga korban juga sudah banyak yang meninggal, pemerintah jangan lagi cuma janji-janji akan me­nga­dili penjahat HAM masa lalu,” katanya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA