PENGGALAN kalimat tersebut disampaikan oleh Jokowi, pemenang pemilihan Presiden oleh KPU 22 Juli 2014 lalu, dalam menguraikan visi misi bidang ekonomi saat debat calon Presiden lalu. Pembangunan yang dimulai dari desa sebenarnya juga diucapkan oleh Prabowo Subianto. Kedua kandidat calon Presiden tersebut memang sepakat pentingnya melakukan akselerasi dan prioritas pembangunan desa.
Pemerintah SBY dan DPR periode 2009-2014 memang telah membuat karya besar bagi pembangunan desa. Yaitu dengan disetujuinya UU Desa No 6 tahun 2014 tentang Desa yang diikuti dengan PP Nomor 43 Tahun 2014 yang merupakan peraturan pelaksanaannya.
Undang Undang Desa tersebut menegaskan tentang desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah dan memiliki kewenangan mengurus kepentigan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat yang diakui oleh pemerintahan NKRI.
Yang paling menonjol dari Undang Undang Desa adalah terkait alokasi anggaran untuk Desa. Ditetapkan sebesar 10 persen dari dan di luar dana transfer daerah akan langsung diterima oleh Desa. Diperkirakan jumlah tersebut bisa mencapai sekitar Rp 100 triliun baik dari APBN maupun APBD. Jumlah tersebut akan dibagi ke 72 ribu desa se Indonesia, sehingga masing-masing desa diperkirakan akan memperoleh dana sekitar Rp 1,4 miliar per tahun.
Inisiatif semacam ini sebenarnya pernah dilakukan oleh Barnabas Suebu ketika menjabat sebagai Gubernur Irian Jaya periode 1988-1993 dengan program “Turun ke Desa†atau “Turdesâ€. Setiap desa memperoleh alokasi dana dari kantor Gubernur dalam jumlah tertentu dan langsung diserahkan oleh Barnabas Suebu. Dengan program ini pula Barnabas Suebu berhasil terpilih kembali menjadi Gubernur Papua pada tahun 2006-2011. Karena masyarakat bisa merasakan langsung manfaat dari program Turun ke Desa ini.
Pada tahun 2007, pemerintah SBY meluncurkan program Program Nasional Pemberdayaan Mandiri (PNPM) Pedesaan dengan memberikan bantuan langsung ke masyarakat sebesar Rp 750 juta sampai Rp 3 miliar per kecamatan. Tujuannya juga untuk memberdayakan masyarakat pedesaan.
Kita patut bersyukur bahwa Jokowi dan JK memiliki komitmen tinggi untuk mendedikasikan dirinya untuk memulai pembangunan dari desa. Terutama dengan cara mengawal implementasi UU Desa agar rakyat di desa benar-benar merasakan manfaat dari alokasi anggaran Rp 1,4 miliar per tahun.
Mengingat pentingnya komitmen tersebut terlaksana dengan baik dan cepat, maka diperlukan satu lembaga tingkat Kementerian Desa. Kementerian ini selain bertujuan untuk melakukan akselerasi pemberdayaan masyarakat desa, juga sebagai pusat koordinasi pembangunan desa yang alokasi anggarannya juga tersebar di beberapa sektor pemerintahan, seperti bidang infrastruktur di Departemen PU, Perhubungan, bidang SDM di Departemen Pendidikan dan Tenaga Kerja, bidang kesehatan di Departemen Kesehatan, dan bidang-bidang lainnya.
Bisa saja Kementerian Desa digabung dengan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal. Agar struktur kabinet tidak menjadi lebih gemuk dan namanya menjadi Kementerian Pembangunan Desa dan Daerah Tertinggal. Dalam kaitan ini maka Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) yang tadinya di bawah struktur Departemen Dalam Negeri bisa dipindahkan struktur, fungsi dan SDMnya ke Kementerian Pembangunan Desa dan Daerah Tertinggal.
Presiden AS Lyndon Johnson pernah menyatakan: “A president’s hardest task is not to do what is right, but to know what is rightâ€. Semoga pemikiran ini bisa bermanfaat bagi Jokowi-JK dan Tim Transisinya untuk mengetahui apa yang benar-benar diperlukan struktur kabinetnya untuk melakukan akselerasi pembangunan kesejahteraan masyarakat.
[***] Penulis adalah sosiolog dan tinggal di Jakarta.
BERITA TERKAIT: