Itulah penggalan pidato pertama Jokowi setelah dinyatakan pemenang pemilihan Presiden 2014-2019 oleh KPU hari Selasa 22 Juli 2014 semalam. Jokowi sadar betul bahwa dirinya bersama JK, baru menjadi pemenang pemilihan Presiden dan belum menjadi "Presiden Kita", seperti jargon-jargon yang disampaikan saat kampanye lalu. Karena masih ada sebagian dari 62 jutaan pemilih Prabowo-Hatta yang masih berharap keajaiban apabila keputusan KPU dibawa ke MK.
Karena itu Jokowi langsung mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk bersatu dan membangun kembali negeri ini setelah berbulan-bulan lamanya rakyat Indonesia terfokus pada proses pemilihan umum Legislatif dan Presiden.
Atas keberhasilan Jokowi-JK menjadi pemenang pemilihan Presiden patut kita ucapkan selamat. Kerja keras dan cerdas tim sukses, koalisi dan relawan sungguh luar biasa. Bertubi-tubi kampanye hitam terhadap Jokowi dilontarkan, seperti tuduhan on Muslim, keturunan Singapura, Presiden boneka Megawati, didukung partai berideologi komunis.
Tetapi dengan tegar dan kerja sama yang erat semua itu bisa teratasi. Bahkan pagelaran musik dari relawan dengan tema "Konser Musik Salam 2 Jari" telah memberikan dampak positif bagi elektabilitas Jokowi. Akhirnya pasangan Jokowi-JK unggul sekitar 8 juta suara.
Namun demikian ucapan terima kasih patut kita sampaikan juga kepada Prabowo-Hatta dan seluruh anggota partai koalisi Merah Putih beserta relawannya. Kita tentu masih ingat di awal pengumuman Jokowi sebagai calon Presiden, elektabilitas Prabowo masih di bawah sekitar 14 % dari Jokowi.
Namun dengan strategi dan taktik pemasaran politik yang diterapkan tim sukses Prabowo, perbedaan angka elektabilitas menjadi hanya sekitar 2-3 persen menjelang dua minggu sebelum tanggal pencoblosan 9 Juli 2014.
Sangat disayangkan agrefisitas yang berlebihan seperti Fahri Hamzah yang menyatakan Jokowi sinting karena akan menetapkan Hari Santri Nasional. Atau musisi Ahmad Dhani yang mengubah lagu dari the Queen "We will rock you" tanpa ijin sambil mengenakan pakaian Himler, seorang pejabat Nazi, dan keunggulan Jokowi-JK dalam debat capres terakhir. Semua peristiwa tersebut telah mengangkat kembali elektabilitas Jokowi.
Hanya sayang diujung kompetisi politik pemilihan Presiden, ternyata Prabowo mengambil keputusan mengejutkan. Di depan sidang terakhir KPU, Prabowo membuat pernyataan mengejutkan sekaligus membingungkan. Prabowo menyatakan menolak pelaksanaan pemilu presiden dan menarik diri dari proses yang sedang berlangsung.
Kelihatannya sikap ini tidak dipersiapkan dengan matang. Ini terlihat dari simpang siurnya penjelasan personil di koalisi Merah Putih. Aburizal Bakrie menyatakan bahwa mereka tidak akan membawa kasus ini ke MK, melainkan jalur politik. Alasannya karena posisi pasangan Prabowo-Hatta Rajasa sudah bukan capres dan cawapres lagi. Sdangkan Fadli Zon menegaskan bahwa Prabowo-Hatta tidak mengundurkan diri sebagai calon Presiden. Mereka hanya menarik diri dari tahapan rekapitulasi suara tingkat nasional di KPU.
Amien Rais menyatakan bahwa sikap PAN sejalan dengan Prabowo yang mengundurkan diri dari proses pemilihan Presiden. Padahal Hatta Rajasa, melalui juru bicaranya Drajad Wibowo, lebih mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa.
Apa yang terjadi dengan koalisi Merah Putih merupakan anti klimaks pada pada kompetisi politik yang paling ketat dalam sejarah demokrasi di Indonesia. Kesempatan Prabowo menjadi negarawan, dengan mengikuti seluruh proses rekapitulasi, menjadi hilang begitu saja. Sebaliknya sikap Prabowo yang sejak awal telah menolak hasil survei, exit pool, quick count, rekapitulasi, dan menyatakan pemilihan berlangsung tidak jujur, dan terakhir mengundurkan diri, telah mengukuhkan anggapan orang bahwa Prabowo adalah memang tipe orang yang memiliki temperamen tinggi.
Kali ini ucapan terima kasih patut kita berikan kepada KPU. Bukan saja karena proses pemilihan umum Legislatif dan Presiden telah berjalan lancar dan aman, tetapi juga tepat waktu.
Bahkan keterbukaan KPU dengan menyajikan scanning data C1 di website KPU yang bisa diakses oleh semua orang, telah menarik minat masyarakat untuk secara sukarela mengawal pemilihan Presiden detik demi detik. Sehingga suasana demokrasi dapat tercipta dengan baik. Keputusan cerdas KPU ini diminati oleh anak muda Ainun Najib yang berlokasi di Singapore mengajak rekannya di San Fransisco untuk membuat website
www.kawalpemilu.org sekaligus mengupdate datanya. Website ini benar-benar sangat bermanfaat bagi masyarakat untuk memahami perkembangan yang terjadi.
Sambil menanti langkah selanjutnya dari kubu Prabowo-Hatta, ada baiknya kita bertanya apakah pasangan Jokowi-JK mampu membangun tim kerja yang sama baiknya dengan saat mereka berkampanye?
Suasana kampanye yang sangat kompetitif telah membuat sinerji yang kuat di antara tim sukses, koalisi partai dan ratusan relawan di berbagai penjuru tanah air. Karena itu tantangan yang akan dihadapi Jokowi-JK adalah membawa semangat dan sinerji semasa kampanye ke dalam tim kabinet yang segera akan dibentuk.
Mengapa hal ini sangat diperlukan oleh Jokowi dan JK ? Pertama, karena mereka akan mendapat tekanan dari begitu banyak lawan politik baik itu dari parlemen, LSM ataupun masyarakat luas. Bahkan dari anggota partai koalisinya sendiri. Apabila saat kampanye target lawan politiknya hanya Prabowo-Hatta, maka saat menjalankan pemerintahan yang akan menjadi lawan politik bisa datang dari segala penjuru. Hal semacam ini juga terjadi pada Presiden SBY.
Kedua, dengan tantangan berat itu maka Jokwi-JK dan tim kabinetnya dituntut untuk melakukan komunikasi yang efektif kepada seluruh rakyatnya setiap hari. Sama seperti masa kampanye, harus dihindari silang pendapat di antara anggota kabinet dan juga bermacam interprestasi di masyarakat atas satu kejadian.
Ketiga, Jokowi-JK harus mampu membentuk tim kerja di kabinet yang sama semangat kerja dan militansinya dengan saat melakukan kampanye. Suasana kampanye membutuhkan orang-orang tipe "fighters", sementara dalam pemerintahan selain "fighters" juga dibutuhkan orang-orang dengan ketrampilan negosiasi, kompromi, termasuk juga kerja sama satu tim. Apalagi untuk mewujudkan visi-misinya Jokowi-JK membutuhkan persetujuan DPR.
Karena itu dalam membentuk kabinet kerja, selain akhli dan menguasai bidang-bidang yang akan dijabat oleh para menteri, diperlukan juga beberapa atribut ketrampilan lainnya seperti:
Ketrampilan politik: Seorang menteri harus paham betul peta politik yang ada, termasuk posisi Presiden dan Wakil Presiden di mana dia akan bekerja. Pertanyaan yang perlu dimiliki Presiden dan Wakil Presiden adalah apakah kandidat menteri memahami janji politik mereka saat kampanye? Faktor-faktor apa yang akan menjadi penghambat jalan tidaknya kebijakan yang dijanjikan. Siapa lawan dan kawan politiknya.
Ketrampilan Manajemen: Apakah kandidat menteri paham akan pencapaian yang diharapkan Presiden dan Wakil Presiden. Serta bagaiamana dengan harapan di masyarakat? Apakah problema utama yang dihadapi kementerian tersebut dan bagaimana mengatasinya.
Apakah seorang calon menteri mampu membentuk tim kerja yang bisa mewujudkan visi misi Jokowi-JK.
Komunikasi dan Persuasif: Apakah calon menteri merupakan orang yang pandai berpidato, menyampaikan pesan utamanya dengan sistematis, mau mendengar orang lain meskipun berupa kritik, bisa mewakili Presiden dalam menjawab permasalahan yang muncul di publik? Kita tentu masih ingat bagaimana SBY sampai harus menegur para menteri yang lambat merespons publik dalam kasus grasi, remisi dan beberapa insiden lainnya.
Temperamen baik: Di pemerintahan, setiap hari situasinya serba krisis. Karena itu calon menteri harus bisa menjaga temperamennya dengan baik. Tidak cepat panik dan marah. Akan sangat baik apabila kandidat menteri pernah mengatasi masalah krisis di dalam pekerjaan sebelumnya. Pengalaman itu akan sangat bermanfaat dalam menjalankan dan meningkatkan kinerja kementerian.
Tentu saja ada ketrampilan lain yang menurut Jokowi-JK akan dijadikan pertimbangan. Tapi kunci utamanya adalah sikap kepemimpinan. Sikap kepemimpinan akan sangat dibutuhkan terutama karena situasi pemerintahan selalu berubah setiap hari. Adapun keempat atribut di atas adalah bagian dari sikap kepemipinan yang mutlak dimiliki dalam tim kabinet Jokowi-JK.
Apalagi efektif masa kerja pemerintahan Jokowi-JK sebenarnya sangat singkat. Mungkin efektifnya hanya 2 tahun. Tahun pertama adalah masa konsolidasi program kerja dan organisasi nasional, baik internal departemen maupun pemerintah daerah dikaitkan dengan visi misi. Tahun kedua dan ketiga adalah tahun efektif implementasi visi dan misi Jokowi-JK. Sedangkan tahun keempat dan kelima, semuanya akan mulai dengan persiapan menghadapi pemilihan umum mendatang. Seperti yang dialami Presiden SBY juga.
Menyadari hal itu, apakah visi dan misi Jokowi dan JK dapat diwujudkan dalam 5 tahun ke depan? Menurut saya hanya salam 3 Jari atau Persatuan Indonesia yang dapat terwujud. Itupun karena kedewasaan rakyat Indonesia dalam berdemokrasi.
[***]Penulis adalah sosiolog dan tinggal di Jakarta.
BERITA TERKAIT: