Selama empat kali debat capres berlangsung, masyarakat lebih menilai kemampuan menyampaikan pendapat dari setiap kandidat dibandingkan visi misi yang disampaikan. Penyebabnya dua hal, pertama waktu yang relatif singkat untuk menyampaikan visi misi yang hanya sekitar 4-6 menit. Bandingkan dengan debat capres di Amerika Serikat di mana setiap kandidat diberikan waktu lebih dari 30 menit.
Kedua, visi misi setiap kandidat sudah disampaikan ke masyarakat melalui beberapa media. Seperti website, media sosial lainnya, iklan di televisi, radio dan media, diskusi
off air maupun
on air di tv, atau kampanye terbuka yang sudah berlangsung selama empat pekan. Artinya masyarakat sudah sangat paham mengenai visi misi setiap kandidat.
Ditambah dengan aturan ketat selama debat berlangsung, akhirnya debat capres hanya menjadi panggung infotainment di mana riuhnya suasana lebih dikarenakan teriakan teriakan dan yel-yel masing-masing pendukung. Moderator juga hanya menjadi lalu lintas diskusi, bukan melakukan pendalaman materi sesuai yang diinginkan masyarakat.
Debat capres diharapkan akan memberikan nilai tambah informasi mengenai kedua pasangan kandidat. Sehingga pemilih benar-benar terbantu untuk menentukan pilihannya. Seluruh aktivitas kampanye dan debat capres pada intinya untuk membantu pemilih menjadi cerdas (
smart voters). Bukan pemilih yang transaksional atau pemilih yang secara ideologis ingin menggoyahkan NKRI.
Karena itu masyarakat pemilih yang cerdas bukan saja perlu informasi mengenai visi misi kedua pasangan kandidat. Karena siapapun yang terpilih akan memimpin negara sebesar 250 juta orang?
Seandainya kita analogikan dengan proses rekruitmen di perusahaan. Maka dari data pelamar yang kita lihat tentu saja pengalaman kerja dan pencapaian kerja akan diutamakan. Bisa saja selama proses interview akan ditanya tentang pandangan kandidat akan hal hal yang sifatnya visioner dan pandangannya mengenai arti kehidupan, kondisi negara, prediksi ekonomi dan lain-lian. Namun rekam jejak kandidat akan menjadi kunci utama penentuan calon eksekutif tersebut.
Lalu kenapa debat capres sedikit sekali mengupas secara mendalam tentang pengalaman dan rekam jejak setiap pasangan kandidat? Untuk membantu pemilih yang lebih cerdas, maka sangat diperlukan pada sesi terakhir KPU melakukan pendalaman mengenai rekam jejak kedua pasangan kandidat. Topik rekam jejak tidak perlu menggunakan moderator, melainkan panel yang langsung terdiri dari pimpinan KPU itu sendiri.
Materi pertanyaan tentang rekam jejak bisa diperoleh dari segala informasi yang sudah ada di publik. Dalam hal ini setiap anggota masyarakat juga boleh menyarankan pertanyaan kepada KPU yang kemudian berhak melakukan seleksi dan penetapan atas pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Panel juga bisa menanyakan konsistensi antara visi misi dikaitkan dengan rekam jejak kedua pasangan.
Dengan demikian debat capres akan benar-benar memberikan nilai tambah yang lebih utuh mengenai potret kedua pasangan kandidat. Jalannya debat capres terakhir juga akan lebih menarik untuk ditonton melalui layar kaca.
David Axelrod, penasehat politik Presiden Obama, menyatakan bahwa ada kesamaan antara masa kampanye dan saat menjabat sebagai Presiden. Kedua proses sangat menegangkan, memerlukan stamina yang kuat karena kurang istirahat, komunikasi yang efektif, membangun tim yang dapat dipercaya dan akan bekerja sejalan dengan persepsi yang dibangun (positioning) kandidat. Karena tidak ada lagi yang harus disembunyikan selama masa kampanyr termasuk data-data pribadi dan rekam jejak calon Presiden."
It's an MRI for the soul", ujar David.
Semoga KPU bisa melakukan langkah cerdas untuk membuat pemilih di Indonesia yang cerdas dengan membahas secara terbuka tentang rekam jejak kedua pasangan kandidat. Saya yakin kedua pasangan kandidat juga akan siap menjadikan pemilih lebih cerdas. Semoga !!!!
*Penulis adalah sosiolog dan tinggal di Jakarta.
BERITA TERKAIT: