Penilaian itu disampaikan pengamat komunikasi politik Hendri Satrio kepada
Rakyat Merdeka Online petang ini (Kamis, 29/5).
Namun, terhadap keberadaan kampanye hitam tersebut, perlu kedewasaan dari calon presiden dan calon wakil presiden dalam menyikapinya. Para kontestan harus mengajak masyarakat lebih dewasa dalam menyikapi.
"Kampanye hitam akan hilang dengan sendirinya kalau tidak ada reaksi berlebihan dari capres. Kalau capres tidak menanggapi, masyarakat juga tidak akan menanggapi," tekan dosen Universitas Paramadina ini.
Sejauh ini belum ada yang bisa membuktikan kampanye hitam itu berasal darimana. Namun, menurutnya, tanggapan dan reaksi dari para capres bisa menjadi indikasi siapa yang mengeluarkan kampanye hitam tersebut.
"Kalau dia bereaksi sendiri, berisik sendiri apalagi ngomong dimana-mana, berarti dia (atau timnya) sendiri yang bikin (kampanye hitam). Supaya terkesan dizalimi," jelas Hendri.
Dia membandingkan antara Prabowo Subianto dan Joko Widodo dalam menyikapi beragam kampanye hitam. Prabowo sama sekali tidak pernah menanggapi isu HAM, salah satu isu yang kerap digunakan untuk menyerang mantan Danjen Kopassus itu.
"Paling hanya Fadli Zon (Wakil Ketum Gerindra) yang menanggapi. (Fadli) konsisten mengatakan (isu HAM) tidak pernah terbukti. Selain itu, dia (Fadli) juga sering mengatakan, lagi pula kenapa dulu tidak dipersoalkan ketika (Prabowo) berpasangan dengan Mega," ungkap Hendri.
Hal ini berbeda dengan Jokowi terkait isu yang meragukan keislaman misalnya. Jokowi di banyak tempat terus bereaksi dan menanggapi isu tersebut. Terakhir, dia mengatakan bahwa dia adalah seorang Islam dalam forum Tanwir Muhammadiyah dan Mukernas Muslimat NU.
"Jadi sekarang kedewasaan demokrasi kita diuji. Dan itu juga tergantung para capres," demikian Hendri.
[zul]
BERITA TERKAIT: