Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Branding Calon Presiden 2014

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/fritz-e-simandjuntak-5'>FRITZ E. SIMANDJUNTAK</a>
OLEH: FRITZ E. SIMANDJUNTAK
  • Senin, 12 Mei 2014, 12:34 WIB
Branding Calon Presiden 2014
net
PENGHITUNGAN hasil pemilihan umum legislatif  9 April 2014 telah resmi diumumkan KPU pada tanggal 9 Mei 2014.  Empat besar teratas ternyata sama dengan perkiraan lembaga survei melalui hitung cepat yaitu PDIP, Golkar, Gerindra dan Demokrat.  

Sementara dua partai yang semakin kuat berhak mengajukan calon Presiden adalah PDIP dan Gerindra.  PDIP secara lisan memperoleh dukungan dari Nasdem dan PKB. Sementara Gerindra didukung PPP.  

Baik PDIP maupun Gerindra sejak awal sudah memiliki calon Presiden yaitu Jokowi dan Prabowo Subianto. Sementara calon wakil Presiden masih terus dirundingkan.

Sehingga, selama ini pemberitaan di media banyak meliput kegiatan dan pernyataan di sekitar pertarungan Jokowi dan Prabowo. Bahkan, masing-masing pendukung sudah mulai melakukan serangan-serangan negatif ke arah lawannya.

Prabowo Subianto misalnya, terus menerus dikaitkan dengan pelanggaran HAM tahun 1998, utang perusahaannya Kiani Kertas yang mencapai triliunan, gaji karyawan yang beberapa bulan belum dibayar, upaya melakukan nasionalisasi aset, manifesto keagamaan, dan kembali ke sistem politik UUD 1945.

Sementara Jokowi dikaitkan dengan dukungan konglomerat hitam dan negara asing, keturunan Cihna, pemimpin pembohong, pemimpin boneka, korupsi Transjakarta, serta aktivitas blusukan tanpa ideologi dan program yang jelas.

Dari sisi branding, Jokowi membangun citranya sebagai pemimpin yang selalu mendahulukan kepentingan rakyat (Selfless Leader) dengan atribut gaya kepemimpinan "Giving, Caring dan Enabling".  Namun disayangkan belum jelasnya tema Jokowi apakah tetap dengan "Indonesia Hebat" atau "Indonesia Baru".  

Sementara Prabowo memposisikan dirinya sebagai "Bapak Bangsa bagi kaum Petani dan Nelayan" dengan atribut gaya kepemimpinan yang "tegas dan nasionalis".  Tema "Indonesia Makmur dan Sejahtera" dijadikan komunikasi politik Prabowo dan jajaran pengurus Partai Gerindra melalui 6 program Transformasi Indonesia.

Branding sebenarnya proses membangun persepsi di benak konsumen mengenai sebuah produk.  Branding bukan sekadar nama, logo atau simbol. Hermawan Kartajaya menyatakan ada indikator nilai di branding, baik secara fungsional maupun emosional.  

Dalam hal personal branding di politik, menurut Stephen Dann, ada empat elemen yang diperlukan yaitu "attributes, promised benefits, values, personality (pesona)". Keluarga Kennedy misalnya, memiliki keempat elemen tersebut sehingga selalu menjadi ikon bagi masyarakat Amerika Serikat. Dukungan Senator Ted Kennedy kepada Obama, secara emosional memberikan nilai tambah kepada Obama untuk terpilih sebagai Presiden.

Personal Branding seorang politisi akan terkait erat dengan branding partai politik pendukungnya. Seperti pada personal branding, maka terdapat empat elemen dalam branding partai politik. Namun dengan penekanan yang agak berbeda, yaitu Brand Personality, Performance (Attributes), Policies (Values), dan Promises (Benefits).

Kalau bobot branding calon Presiden lebih ditekankan pada ciri dan gaya kepemimpinan, latar belakang individu, prestasi kerja di pemerintahan, daya tarik di publik, tingkat popularitasnya.  Maka bobot branding partai politik pendukungnya lebih kepada komitmen kebijakan, ideologi serta prestasi kerja kader partai selama duduk  di parlemen.

Tentu saja diharapkan ada kesesuaian antara personal branding calon Presiden dengan branding partai politik pendukungnya. Karena kalau tidak ada kesesuaian, maka masyarakat pemilih akan mempertanyakan apakah kebijakan dan keputusan calon Presiden akan memberikan manfaat besar seperti yang dijanjikan selama kampanye.

Di samping  kesesuaian antara branding calon Presiden dan partai politik, maka perlu diperhatikan juga kesesuaian dengan branding calon Wakil Presiden. Diharapkan branding calon Wakil Presiden konsisten dan memberikan nilai tambah pada branding calon Presiden. Karena kalau hal itu tidak terjadi, maka masyarakat pemilih juga akan memiliki keraguan terhadap branding yang selama ini dibangun oleh calon Presiden.  

Ketidaksesuaian tersebut bukan tidak mungkin membuka peluang partai politik dan masyarakat pemilih untuk mencari calon Presiden dan calon Wakil Presiden alternatif. Seperti terpilihnya Alberto Fujimori sebagai Presiden Peru di tahun 1990.  Padahal saat itu elektabilitas dia hanya berkisar satu persen. Namun kemudian berhasil jadi Presiden terpilih.

Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 9 Juli 2014 mendatang diperkirakan akan berlangsung dengan ketat. Setiap kandidat akan berupaya meyakinkan masyarakat pemilih bahwa merekalah yang terbaik bagi Indonesia. Apapun yang dipilih oleh masyarakat, kita tidak boleh mengeluh.  Karena merekalah kandidat terbaik yang saat ini dimiliki oleh bangsa Indonesia dan berhak maju sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden.  

Semoga Presiden dan Wakil Presiden terpilih mampu mewujudkan apa yang dijanjikan kepada rakyat  Indonesia.

*Penulis adalah sosiolog dan tinggal di Jakarta

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA