Citra Jokowi Sederhana dan Pro Kerakyatan Cuma Topeng

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Jumat, 09 Mei 2014, 16:44 WIB
Citra Jokowi Sederhana dan Pro Kerakyatan Cuma Topeng
jokowi
rmol news logo Joko Widodo tidak bisa diharapkan untuk melakukan perubahan sistem perekonomian Indonesia. Karena calon presiden PDI Perjuangan itu cenderung mempertahankan status quo.

"Padahal yang mendesak bagi rakyat Indonesia saat ini adanya perubahan struktur kekuasaan ekonomi ke arah yang lebih merata. Rakyat Indonesia tidak selayaknya hanya berkedudukan sebagai sumber tenaga kerja dan pasar bagi industri yang ada," jelas Direktur The Indonesian Reform Syahrul Efendi Dasopang, kepada Rakyat Merdeka Online (Jumat, 9/5).

Makanya, menurut Syahrul, kalau memimpin Indonesia, Jokowi tidak akan mengusik struktur kekuasaan ekonomi yang terpusat pada segelintir pihak dan jejaringnya.

"(Jokowi) hanya mengupayakan langkah-langkah lunak dan konservatif untuk memperluas akses ekonomi bagi masyarakat dengan mengandalkan taktik good governance sebagaimana 10 tahun SBY coba lakukan, yang sudah terbkti gagal memeratakan kemakmuran," tegas Syahrul.

Dia mengungkapkan pentingnya perubahan sistem karena kemakmuran dalam 10 tahun ini ternyata cuma terpusat pada segelintir pihak. Sayangnya, segelintir pihak itulah yang berusaha memanipulasi kesadaran politik rakyat jelata dengan menyuguhkan sosok Jokowi yang sederhana sebagaimana umumnya profil rakyat jelata.

"Padahal hakikatnya itu cuma topeng dan kamuflse belaka. Namun, segelintir pihak ini selangkah telah berhasil menaklukkan rakyat dengan memaksa Megawati memandatkan Jokowi sebagai capres PDIP yang dikenal sebagai partai rakyat, yang menderita oleh pemerasan ekonomi dari segelintir penguasa ekonomi Indonesia," ungkap Syahrul.

Apa contoh Jokowi pro status quo?

Misalnya, jelas Syahrul, saat buruh menuntut kenaikan upah minimum provinsi (UMP) pada November 2013 lalu. Saat itu, Jokowi selaku Gubernur DKI Jakarta lebih mendengar Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) ketimbang serikat buruh.

"Sehingga UMP di DKI Jakarta cuma Rp 2,4 juta jauh dari layak jika dihitung dari biaya hidup yang tinggi di DKI. Akibatnya, karena DKI barometer, daerah-daerah juga menerapkan upah murah. Jadi sebenarnya Jokowi casing-nya saja kerakyatan. Isinya neoliberal, pro kapitalis," tegasnya. [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA