Namun, pertarungan dua kandidat terkuat itu sejatinya tidak terjadi kalau Jokowi sadar diri dan tahu berterima kasih.
"Jokowi lawan Prabowo merupakan suatu fakta yang ironis sekaligus tragis," jelas Direktur The Indonesian Reform Syahrul Efendi Dasopang, kepada
Rakyat Merdeka Online malam ini (Rabu, 16/4).
Syahrul mengungkapkan demikian karena Jokowi saat ini masih mengemban amanah sebagai Gubernur DKI Jakarta sampai 2017.
Selain itu pula, semua orang tahu bahwa sejak awal Prabowo yang mendorong Jokowi maju dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012. Ketika itu Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarno masih ragu-ragu mendukung Jokowi karena dikabarkan masih mempertimbangkan akan menyandingkan kadernya, Adang Ruchiatna berpasangan dengan Fauzi Bowo.
Apalagi, dengan koalisi bersama Gerindra, PDIP bisa mengusung cagub-cawagub karena memenuhi syarat pencalonan, yakni minimal 15 kursi di DPRD DKI. Kursi PDIP 11; sementara Gerindra memiliki 6 kursi.
"Saat itu Prabowo membayangkan suatu saat kelak Jokowi dapat membalas dengan dukungan politik yang setimpal," imbuh Syahrul.
Namun ternyata dalam perjalanan waktu, bukan dukungan yang diperoleh Prabowo dari Jokowi. Tapi, sambung Syahrul, Jokowi malah menghadiahi Prabowo sebuah tantangan untuk berduel dalam memperebutkan kekuasaan puncak di Indonesia.
"Sebenarnya jika kita mau jujur, Jokowi ini juga termasuk raja tega," demikian Syahrul, yang juga mantan Ketua Umum PB HMI ini.
[zul]
BERITA TERKAIT: