"Putusan MK hanya melarang
casing-nya saja. Substansinya tidak dilarang," tegas anggota MPR RI Achmad Rubaie kepada
Rakyat Merdeka Online (Senin, 14/4).
"Karena itu, sosialisasi Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika tetap bisa disosialisasikan ke masyarakat tanpa
casing Empat Pilar," sambung politikus senior PAN ini.
Uji Materi UU tentang Partai Politik terkait Pancasila Empat Pilar Kebangsaan diajukan sejumlah warga negara yang tergabung dalam Masyarakat Pengawal Pancasila Jogya, Solo, dan Semarang (MPP Joglosemar). Mereka menguji Pasal 34 ayat (3b) UU Parpol yang menyatakan parpol wajib mensosialisasikan Empat Pilar Kebangsaan yang menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilarnya sejajar dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika, dan UUD 1945.
Alasannya, pasal itu menimbulkan ketidakpastian hukum karena menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar kebangsaan yang sejajar dengan Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
MK juga dalam pertimbangannya menyebutkan, secara konstitusional pembukaan UUD 1945 mendudukkan Pancasila sebagai dasar negara yang secara normatif harus menjadi fundamen penyelenggara pemerintahan negara Indonesia yang berfungsi memberikan perlindungan, penyejahteraan, pencerdasan, dan berpatisipasi dalam keterlibatan dunia.
Menempatkan Pancasila sebagai satu pilar sejajar dengan pilar lain menimbulkan kekacauan. Semestinya, Pancasila punya kedudukan sendiri dalam kerangka berpikir bangsa dan negara. Bila tidak demikian, maka bisa mengaburkan Pancasila.
Sementara itu, dalam diskusi "Empat Pilar Pasca Putusan MK" di Gedung DPR, Jakarta, siang tadi, Wakil Ketua MPR RI, Ahmad Farhan Hamid, menyarankan semua pimpinan lembaga negara, Presiden, MPR, DPR, DPD, MK, KY, BPK dan MA berkumpul membahas pembatalan frasa "Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara" oleh MK.
"Saya akan usulkan agar semua lembaga negara berkumpul dan konsultasi membahas putusan MK menyangkut pembatalan istilah empat pilar bangsa itu. Akan terjadi kesalahpahaman dalam pelaksanaan empat pilar itu ke depan," ungkapnya.
Farhan Hamid menjelaskan bahwa istilah Empat Pilar disepakati oleh fraksi-fraksi di MPR dan kemudian diamanahkan ke MPR dan Ketua MPR. Ketua MPR saat itu, Taufiq Kiemas, langsung menggunakan istilah tersebut untuk sosialisasi Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
"MPR RI wajib mentaati putusan MK tersebut karena bersifat final dan mengikat. Kalaupun istilah itu harus diganti, mungkin dengan sosialisasi UUD NKRI 1945 atau sosialisasi konstitusi. Karena itu, perlu kesepahaman bersama agar dalam pelaksanaannya tidak salah. Kita kan tidak mau berhadapan dengan KPK," pungkasnya.
[zul]
BERITA TERKAIT: