Lembaga survey CSIS memperkiraan tingkat partisipasi pemilih kali ini berkisar di angka 75,2 persen. Artinya ada sekitar 24.8 persen yang tidak menggunakan hak pilih. Tapi angka partisipasi ini sudah baik. Karena di Amerika Serikat sendiri, negara penggagas sistem demokrasi, tingkat partisipasi pemilih hanya sekitar 60 persen.
Hal paling menarik dari sikap rakyat Indonesia dalam menggunakan hak pilihnya pada pemilihan legislatif 2014, adalah hampir tidak ada partai yang terlalu dominan dan berhak mengajukan calon Presidennya sendiri tanpa perlu koalisi.
Berdasarkan hasil hitung cepat memang PDIP berhasil menjadi partai pemenang pemilihan umum legislatif. Tetapi pencapaian suaranya hanya berkisar 19-20 persen saja. Artinya, PDIP sebagai peringkat pertama masih perlu koalisi untuk mengamankan calon Presidennya memenangkan pertarungan ke depan dan juga posisi mereka di parlemen.
Sehingga pesan moral dari sikap rakyat terhadap seluruh partai adalah harapan agar dalam menyelesaikan permasalahan bangsa lima tahun ke depan, diperlukan musyawarah dan mufakat dari seluruh partai. Bukan sekadar melakukan koalisi transaksional.
Bila perlu hanya akan ada satu koalisi yaitu Koalisi Indonesia. Di mana seluruh partai duduk bersama untuk menenentukan calon Presiden, calon Wakil Presiden dan susunan kabinet. Sehingga tidak perlu lagi ada kompetisi pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
Memang Koalisi Indonesia sulit terwujud. Karena PDIP, Golkar dan Gerindra sudah mengusung calon Presidennya saat pemilihan umum legislatif belum berlangsung. Bahkan hasil pemilihan umum legislatif kali ini memungkinkan akan adanya calon Presiden keempat. Terutama yang berasal dari partai papan tengah, seperti Demokrat, Hanura, PKB, PPP, PKS, Nasdem dan PAN.
Kalau demikian apa yang bisa kita harapkan dari koalisi ? Apakah ada jaminan koalisi akan langgeng mendukung program pemerintah yang akan datang ?
Dalam kaitan ini paling tidak koalisi mendatang harus menjawab beberapa tantangan yang dihadapi Indonesia, baik dalam pembangunan ekonomi dan sosial serta jalannya pemerintahan.
Dalam hal jalannya pemerintahan kita mengharapkan agar koalisi mendatang bisa melanggengkan pemerintahan selama lima tahun ke depan. Artinya jangan sampai di tengah jalan pemerintahan diganggu dengan upaya pergantian kepemimpinan nasional. Pengalaman Gus Dur tidak boleh terulang.
Koalisi ini juga harus bisa menjawab keresahan masyarakat atas peran DPR yang dianggap sudah terlalu jauh mencampuri urusan pemerintahan. Misalnya dalam hal persetujuan anggaran. Selama ini APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Pertanyaannya adalah apakah DPR perlu menyetujui sampai sedetail ini ?
Di samping itu melalui Badan Anggaran, DPR selalu ingin menentukan asumsi makro APBN, dengan alasan untuk optimalisasi anggaran. Yang terjadi adalah maksimalisasi anggaran, sehingga pengeluaran juga bisa meningkat. Dalam proses inilah terjadi kolusi antar oknum parlemen, pemerintah dan pengusaha. Kasus korupsi Hambalang dan PON Riau misalnya terjadi karena kolusi untuk maksimalisasi anggaran.
Hal lain yang menjadi perhatian khusus di masyarakat adalah apakah perlu DPR turut menentukan pemilihan pejabat negara non legislatif, seperti Hakim Agung, KPK, Komisi Yudisial, Panglima TNI, Kapolri, Hakim MK, Duta Besar ? Iluni UI dalam pernyataan sikapnya baru-baru ini dengan tegas meminta agar hak-hak DPR ini harus dihapuskan.
Koalisi juga harus mencari jalan keluar mengenai kualitas calon anggota DPR pada periode mendatang. Bagaimanakah prasyarat yang harus dipenuhi dan apakah tugas partai politik dalam mempersiapkan kader-kadernya ? Kalau di kompetisi Liga Sepakbola saja setiap perkumpulan diwajibkan memiliki stadion dan program pembinaan, maka dalam kompetisi Liga Politik, setiap partai politik sudah waktunya diwajibkan memiliki gedung pusat dan program pelatihan kepemerintahan. Karena kader-kader partailah yang akan menentukan masa depan Indonesia selanjutnya.
Presiden dan Wakil Presiden 2014-2019 akan dilantik pada bulan Oktober 2014. Ada beberapa hal penting yang akan dihadapi pemimpin nasional yang akan datang. Pertama adalah siapakah yang akan duduk di kabinet. Kedua adalah apabila DPR belum menyetujui APBN 2015, apakah mungkin dalam waktu yang singkat pemerintah baru akan bisa menyusun dan mendapat persetujuan DPR untuk APBN 2015.
Kita tahu bahwa apabila DPR belum bisa menyetujui anggaran, maka akan digunakan anggaran tahun sebelumnya. Pertanyaannya adalah apakah memang akan digunakan APBN 2014 di mana untuk jalan-jalan birokrasi saja harus mengeluarkan dana sekitar Rp 25 triliun dan dana Bantuan Sosial juga begitu besar dialokasikan. Artinya kalau APBN 2014 yang digunakan untuk anggaran tahun 2015, maka satu tahun ke depan rakyat Indonesia tidak akan merasakan perubahan signifikan dari pemerintahan baru.
Dalam kaitan tersebut, maka koalisi mendatang perlu membuat terobosan. Terobosan pertama adalah mengumumkan struktur dan calon anggota kabinet pemerintahan mendatang. Katakanlah satu posisi akan ada kandidat 3 orang. Selama kampanye masing-masing kandidat diharapkan membuat program, rencana anggaran dan berdialog dengan menteri yang sekarang menjabat. Calon menteri juga harus sudah membuat program mencegah kebocoran anggaran yang terjadi.
Para calon menteri tersebut kemudian mengajukan program dan rencana anggarannya kepada kandidat Presiden dan Wakil Presiden dari partai koalisi. Kemudian setelah seluruh rencana anggaran masuk, maka kandidat Presiden dan Wakil Presiden mengumumkan rencana anggaran tahun 2015, asumsi asumsi dan program 5 tahun ke depan. Sehingga masyarakat akan tahu sampai sejauh manakah kemampuan pemerintah mendatang dalam mengelola pemerintahan.
Dengan cara ini pada saat masa kampanye setiap koalisi dan kandidat Presiden dan Wakil Presiden sudah punya rencana APBN tahun dan prioritas program dalam 5 tahun ke depan, serta kemungkinan susunan kabinetnya. Beradu dalam rencana anggaran semacam ini sudah dilakukan oleh Malaysia, ketika Najib Razak dan Anwar Ibrahim maju sebagai calon Perdana Menteri Malaysia pada waktu lalu. Masyarakat pemilih di Malaysia diberi kemudahan untuk membaca, akses lewat media sosial dan berdialog mengenai rencana anggaran tersebut.
Dalam soal waktu, apabila hal tersebut bisa dilakukan maka Presiden dan Wakil Presiden pemenang pemilihan Presiden, dengan segera bisa mengumumkan kabinet yang mereka inginkan. Tidak perlu lagi menunggu pelantikan dan melakukan wawancara atau penandatanganan pakta integritas. Tetapi mereka langsung bisa bekerja dan menjalankan program-programnya karena kandidat-kandidatnya sudah diumumkan ke masyarakat.
Terobosan-terobosan koalisi seperti ini akan membuat persaingan dalam mengusung Calon Presiden dan Wakil Presiden benar-benar akan menjadi sebuah pendidikan politik yang bermanfaat bagi masyarakat pemilih. Sehingga kampanye calon Presiden dan Wakil Presiden bukan lagi dipenuhi penampilan dan figur yang sensasional dan dibumbui musik-musik serta artis-artis terkenal. Namun benar-benar menawarkan solusi masa depan bagi bangsa Indonesia. Sehingga rakyat lebih terbuka dan cerdas dalam memilih pemimpinnya. Semoga yang terbaik dalam solusi dan popularitas yang menang.
*Penulis adalah sosiolog dan tinggal di Jakarta
BERITA TERKAIT: