Alumni ITB Rumuskan Kembali Konsep Neoberdikari untuk Hadapi Gelombang Neolib

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/yayan-sopyani-al-hadi-1'>YAYAN SOPYANI AL HADI</a>
LAPORAN: YAYAN SOPYANI AL HADI
  • Selasa, 04 Maret 2014, 16:30 WIB
Alumni ITB Rumuskan Kembali Konsep Neoberdikari untuk Hadapi Gelombang Neolib
syahganda/net
rmol news logo . Berdikari, berdiri di atas kaki sendiri, merupakan jargon sekaligus konsep bernegara yang digelorakan Bung Karno saat memperingati Kemerdekaan 17 Agustus 1965. Tahun berganti, era bergulir, konsep itu ternyata masih relevan hingga kini.

"Karena itu diperlukan perumusan kembali untuk mandat nasionalisme berdikari secara terbarukan dan bersifat implementatif, tanpa mengabaikan hakikat yang dinginkan oleh Bung Karno sendiri," kata Dewan Pengarah Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IA-ITB), Syahganda Nainggolan, dalam keterangan beberapa saat lalu (Selasa, 4/3).

Dengan dasar pemikiran itu, lanjut Syahganda, Rabu besok (5/3), IA ITB akan menggelar seminar nasional mengenai pembangunan bangsa bertajuk "Neoberdikari: Masa Depan Indonesia yang Berdaulat, Berdaya Saing, dan Menyejahterakan Rakyat". Forum seminar ini sebagai antitesis terhadap neoliberalisme yang berkembang di Indonesia.

Menurut Syahganda, seminar tersebut dimaksudkan untuk menggali semangat terhadap pemikiran maupun konsep nasionalisme, terutama yang pernah dikenalkan oleh Bung Karno. Bung Karno meletakkan tiga pilar berdikari untuk membangun karakter kemandirian bangsa yaitu di bidang politik, ekonomi, serta kebudayaan.

"Ketiga pilar itu, jelas memiliki relevansi dengan upaya menciptakan kepribadian masa depan Indonesia yang berdaulat, berdaya saing tinggi, sekaligus dapat menyejahterakan kehidupan rakyat baik ini ataupun ke depan," ungkap Syahganda.

Syahganda menjelaskan, upaya mengukuhkan neoberdikari itu juga merupakan kritik atau antitesis atas berlakunya model pembangunan Indonesia yang sejauh ini justru berciri neoliberalistik, dengan mengutamakan peran dan modal kapitalisme asing namun terbukti hanya membuat kesengsaraan nasib seluruh rakyat.

"Bahkan, karena kita berkiblat pada sikap yang neoliberal terkait pembangunan ekonomi nasional, kemiskinan dan kesengsaraan rakyat terus bertambah dari waktu ke waktu, sehingga rakyat praktis tidak dihargai dan dilibatkan keberadaaanya," ujarnya.

Akibat itu pula, Syahganda menyebutkan kemajuan ekonomi dan potensi atas sumber-sumber ekonomi bangsa terus dikuasai oleh pihak asing yang bekerjsama segelintir elit nasional.

"Jadi, yang menikmati semata-mata kekuatan asing atau sekadar menguntungkan kapitalisme internasional, termasuk menjadikan sedikit orang yang ikut mengeruk keuntungan di tanah air tetapi dengan melupakan kemajuan harkat ekonomi rakyat dan bangsa," ungkapnya.

Seminar neoberdikari IA ITB Pusat ini akan diisi pembicara utama Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin. Sedangkan pembicara yang diundang di antaranya Ketua Komisi IV DPR RI R yang juga Sekretaris Jenderal DPP Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy, Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional DPR RI Tjatur Sapto Edy, pengusaha Hilmi Panigoro, serta dua pakar meliputi manajemen dan ekonomi asal ITB yakni Mathiyas Thaib dan Perdana Wahyu Santosa. [ysa]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA