Dari semua lelaki yang datang memperebutkan Entin, akhirnya hanya ada tiga orang lelaki yang tersisa karena mereka memiliki kesaktian yang terdiri dari seorang pendekar dari tanah Sunda, seorang Jenderal Belanda, dan seorang nelayan asli Betawi.
Pada hari Sabtu, tanggal 13 Februari 1644, ketiga lelaki sakti itu pun sepakat saling menjajal ilmu kesaktiannya di depan rumah Entin dan akhirnya pertarungan maut tidak dapat dielakkan. Karena ketiganya berilmu sangat tinggi, pertempuran pun berlangsung dengan sangat sengit hingga memporak-porandakan desa tempat tinggal Entin
Entin yang tidak menginginkan lebih banyak korban jatuh demi dirinya akhirnya mencoba melerai ketiga lelaki itu, namun malang tak dapat ditolak sebuah senjata nyasar pun tidak sengaja tepat mengenai kepala Entin.
Warga kampung yang panik melihat kejadian itu sontak berteriak, "Pale (kepala) Entin berdarah...! Tuh pale Entin... Pale Entin...!!!"
Entin yang terluka parah akhirnya dibawa ke Puskesmas terdekat, namun nyawanya tidak tertolong. Esoknya, setelah mendapat perawatan di Puskesmas, tepat tanggal 14 Februari 1644, Entin dinyatakan meninggal dunia.
Ketiga lelaki yang tadinya berebut ingin mendapatkan Entin akhirnya pulang dengan tangan hampa dengan kepala tertunduk karena menyesal, termasuk si Jendral Belanda yang langsung pulang ke negaranya.
Sampai di negaranya, karena cintanya yang mendalam kepada Entin, maka setiap tanggal 14 Februari sang Jendral Belanda mengadakan sebuah perayaan untuk mengenang Entin. Karena di kepalanya terus terngiang teriakan para penduduk desa "Pale Entin...Pale Entin.." maka jadilah perayaan itu ia sebut Hari Pale Entin yang akhirnya menjadi Valentine.
[***]