Demikian ditegaskan bekas Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD dalam Diskusi Nasional Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKI) “Seleksi Kepemimpinan Nasional, Penjaringan Amanat Rakyat Vs Rekayasa Politik†di Gereja Theresia, Jakarta, Sabtu (30/11). Pembicara lain dalam diskusi yang dipandu Agung Rangkuti (Presidium ISKI) itu adalah Dr. Trias Kuncahyono, wartawan senior.
"Pemilihan pemimpin selama ini masih jauh dari kehendak ideal masyarakat. Pemimpin sekarang adalah merupakan kehendak parpol yang sedang sakit. Pemilihan pemimpin dilakukan melalui cara transaksional yang sangat membahayakan. Sehingga pemimpin kurang aspiratif, lemah dalam pengambilan keputusan dan kurang berwibawa," tegasnya.
Akibatnya, proses pelaksanaan demokrasi hanya dijadikan sebagai tempat korupsi, sebagai tempat untuk merusak negara dan lain-lain. Hingga tahun 2013 saja, 309 kepala daerah mengalami masalah hukum. Pemimpin saat ini sudah sangat jauh dari harapan masyarakat karena dijaring melalui cara-cara rekayasa politik tanpa memperdulikan kehendak masyarakat.
“Tapi, parpol harus tetap ada, bagaimanapun jeleknya parpol itu. Sejelek-jeleknya parpol, lebih baik ada dibanding tidak ada parpol. Karena jika tanpa parpol, kekuasaan di negeri ini menjadi absolut. Dengan parpol, betapapun jeleknya, maka kontrol tetap akan jalan sebagai bagian dari pelaksanaan demokrasi,†ujarnya.
Karena itu, seleksi pemimpin nasional tetap harus melalui parpol sebagaimana yang sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Pelaksanaan UUD itu merupakan cermin dari pelaksanaan demokrasi yang baik. Melalui prosedur konstitusi yang baik, maka akan menjadikan demokrasi dalam negara berlangsung baik, walaupun selalu harus diperjuangkan dengan sungguh-sungguh.
Seleksi kepemimpinan nasional pada 2014 yang akan datang, menurut Mahfud yang juga calon presiden 2014 itu, akan lebih baik di mata rakyat jika berasal dari akar rumput. Sebab, jika tidak, yang berarti pemimpin yang dihasilkan dari rekayasa politik, maka pemimpin itu tidak mampu menyelami aspirasi rakyat. Kebijakan-kebijakan yang dihasilkannya akan lebih banyak memberikan keuntungan kepada segelintir kelompok saja.
Di bagian lain, Mahfud juga mengemukakan pentingnya visi-misi seorang pemimpin yang mesti diimbangi oleh rekam jejak atau track record masa lalunya. Visi misi yang bagus tidak punya banyak arti jika rekam jejak masa lalu pemimpin itu penuh masalah.
"Misal, bisa saja pemimpin mempunyai visi misi yang baik, tapi punya masa lalu yang gelap terkait dengan pelanggaran HAM, kasus korupsi dan lain-lain. Sehingga sang pemimpin tadi menjadi tersandera untuk melakukan kebijakan-kebijakan yang pro rakyat," tandasnya.
[zul]
BERITA TERKAIT: