Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Heru Bea Cukai Disangka Beli Kamar Hotel Untuk Cuci Uang

Lanjutan Kasus Suap Rp 11,4 Miliar

Kamis, 14 November 2013, 10:02 WIB
Heru Bea Cukai Disangka Beli Kamar Hotel Untuk Cuci Uang
Heru Sulastyono
rmol news logo Polisi menyita aset bekas Kepala Sub Direktorat Penindakan Ekspor Impor Ditjen Bea Cukai Heru Sulastyono. Aset itu antara lain sebuah kamar di sebuah kondominium dan hotel (kondotel) di Seminyak, Bali. Kepemilikan aset itu diduga berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang Rp 11,4 miliar hasil suap yang disangkakan kepada Heru.

Polisi membongkar brankas besi milik tersangka Heru pada Selasa (12/11) malam. Dari dalam brankas silver itu, penyidik menyita sejumlah surat berharga. Menurut Kasubdit Pencucian Uang Direktorat II Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombes Agung Setya, brankas dibuka bersama-sama dengan tersangka yang didampingi kuasa hukumnya.

Isi brankas tersebut antara lain, sejumlah perjanjian pengikatan jual beli tanah dan bangunan, kuitansi pengurusan kepemilikan tanah di Tangerang, akta pendirian perusahaan, dan pembelian sebuah kamar di Condotel, Seminyak, Bali.

Agung membeberkan, data yang diperoleh kepolisian dari brankas milik tersangka itu meliputi, foto kopi sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 0579 di Pondok Jagung, Tangerang atas nama Ridwan Lazwarman. Sertifikat yang diterbitkan 10 Januari 2007 itu memuat keterangan tanah seluas 709 meter persegi.

Lainnya berisi foto kopi sertifikat HGB Nomor 03807 di Pondok Jagung, Tangerang atas nama Ridwan Lazwarman seluas 41 meter persegi tanggal pendaftaran 13 Desember 2006, sebuah foto kopi sertifikat HGB Nomor 09543 di Jalupang, Tangerang atas nama PT Serpong Mega Sukses (SMS) seluas 180 meter persegi, tanggal pendaftaran 6 April 2011.

Selanjutnya, ditemukan kuitansi pembayaran biaya pengecekan akta jual beli dan balik nama serifikat hak guna bangunan (SHGB) nomor 05791 di Pondok Jagung atas tanah 709 meter persegi. Kuitansi senilai Rp 18 juta itu dibayarkan Widyawati, istri kedua tersangka Heru, pada 15 November 2008.

Kuitansi lainnya berisi pembayaran pajak bea pengalihan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) atas Sertifikat HGB Nomor 05791 di Pondok Jagung, Tangerang seluas 709 meter persegi sebesar Rp 89,835 juta dari Widyawati pada 15 November 2008.

Berikutnya, kuitansi pembayaran peningkatan hak Sertifikat HGB Nomor 05791 di Pondok Jagung seluas 709 meter persegi senilai Rp 10 juta, kuitansi setoran peningkatan status SHGB Nomor 05791 di Pondok Jagung atas nama Arla Fifinela seluas 709 Meter persegi sebesar Rp 18.591.000. “Pembayaran dilakukan oleh Widyawati tanpa pada November 2008,” kata Agung.

Kemudian, selembar kuitansi asli pembayaran booking fee sebuah rumah residence pada 23 Februari 2010. Selebihnya, ditemukan juga fotokopi daftar angsuran atas nama Odong Muhamad tanggal booking fee 17 Januari 2010, serta selembar asli tanda terima pemesanan rumah residence atas nama Odong Muhamad.

Agung menduga, upaya menyamarkan aset atas nama orang lain, sengaja dilakukan tersangka. Hal tersebut, ditujukan agar aset-aset itu tidak mencurigakan pihak inspektorat atau pengawasan Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan maupun penegak hukum. Agung optimistis, pihaknya dapat membongkar konspirasi yang dilakukan tersangka dan kroni-kroninya.

Di luar hal tersebut, beber Agung, tersangka Heru diduga menginvestasikan dana hasil suap yang diterimanya untuk membeli sebuah kamar di sebuh kondominium di Bali. Nominal uang yang digunakan untuk membeli sebuah kamar di sana Rp 1 miliar.

“Hasil atau pendapatan dari sewa kamar hotel tersebut, dibagi dua setiap bulannya dengan pengelola,” tandas Agung yang juga teman SMA Heru ini.

Dia menambahkan, sudah ada tim yang diturunkan untuk menginventarisir aset-aset tersebut. “Kami segera blokir untuk kepentingan penyidikan,” tegasnya.

Agung menambahkan, kepolisian juga tengah melacak keberadaan pihak lain yang namanya dipakai Heru untuk membeli aset-aset tersebut.

Sementara itu, mengenai pemeriksaan istri pertama tersangka Heru, Wakil Bupati Wonosobo Maya Rosida, Direktur II Eksus Bareskrim Polri Brigjen Arief Sulistyanto menyatakan, jajarannya masih mengagendakan pemeriksaan lanjutan. “Wakil Bupati Wonosobo sudah diperiksa Senin lalu. Kami akan lanjutkan pemeriksaannya pekan ini,” tuturnya.

Dia menjelaskan, dalam pemeriksaan selama 10 jam tersebut, Maya Rosida aktif memberikan keterangan pada penyidik. Namun, Arief menolak menjelaskan materi pemeriksaan saksi ini.

Menurutnya, saksi minta pemeriksaan dilanjutkan pekan ini. Hal itu dilakukan lantaran ada data yang perlu dilengkapi kepolisian. Polisi pun mengabulkan permintaan Maya.

Arief menambahkan, saksi Widyawati, istri kedua Heru juga kooperatif menanggapi pertanyaan penyidik. Karena itu, kepolisian belum meningkatkan status saksi ini sebagai tersangka, kendati polisi menduga Widyawati terlibat pencucian uang ini. “Dia kooperatif. Keterangannya sangat membantu kepolisian karena itu statusnya masih sebagai saksi.”

Orang-orang yang namanya digunakan tersangka untuk menyamarkan aset hasil pencucian uang pun belum ada yang ditetapkan polisi sebagai tersangka. Kata Arief, hal ini masih perlu ditelusuri kepolisian. “Kami akan panggil dan periksa mereka lebih dulu,” timpalnya.

Arief menambahkan, kepolisian tengah menelusuri 16 aliran dana tersangka yang diduga tidak wajar. Transaksi tersebut berasal dari Pusat Pelaporan dan Analisis Tran saksi Keuangan (PPATK).

Kilas Balik
Dari Kasus Suap Berkembang Ke Tindak Pidana Pencucian Uang


Sebelum menyita kamar sebuah hotel di Seminyak, Bali milik bekas Kepala Sub Direktorat Penindakan Ekspor Impor Ditjen Bea dan Cukai Heru Sulastyono, polisi telah menyita aset dan dokumen lain milik tersangka kasus suap dan pencucian uang itu.

Aset dan dokumen yang disita sebelumnya berupa 11 lembar dokumen polis asuransi, dua mobil Nissan Terano dan Ford Everest, satu unit senjata jenis air soft gun, enam telepon genggam, buku tabungan, dokumen transaksi, serta dokumen-dokumen ekspor impor PT Tanjung Jati Utama (TJU), mobil BMW putih, rumah, ruko.

Kepolisian juga telah memblokir rekening milik tersangka Heru, rekening tersangka Direktur PT TJU Yusran Arief, dan rekening saksi Widyawati. Widyawati adalah istri kedua Heru.

Polisi menduga, kejahatan ini berjalan pada medio 2005 sampai 2007.  “Kami masih memproses hasil pemeriksaan saksi Widyawati yang diduga ikut berperan sebagai penampung dana,” kata Direktur II Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Arief Sulistyanto.

Sebelumnya, kepolisian menetapkan Heru dan Yusran sebagai tersangka. Keduanya dituduh melakukan tindak pidana pencucian uang sekitar Rp 11,4  miliar.

Menurut Arief, dugaan tindak pidana pokok dalam kasus ini ialah penyuapan. Penyuapan dilakukan Yusran agar usaha ekspor-impor yang dilakoninya berjalan lancar. Polisi pun menduga, biji plastik, sparepart, aksesori, mainan dan lain-lain yang diekspor maupun diimpor tersangka Yusran tersebut ilegal.

Dia menekankan, upaya penyuapan juga dilakukan untuk menghindari pajak. Hal ini terindikasi pada temuan 10 perusahaan di bawah payung PT TJU. Perusahaan-perusahaan itu umumnya didirikan dalam waktu pendek untuk menghindari pajak bea masuk dan bea keluar. Yusran pun nekat menempatkan office boy dan pegawai PT TJU sebagai direktur maupun komisaris perusahaan-perusahaan tersebut.

Untuk kelancaran operasi perusahaan-perusahaan inilah, menurut Arief, Yusran menyuap Heru.  Yusran juga tak segan menggelontorkan uang tunai maupun transfer kepada Widyawati, istri siri atau istri kedua Heru. Tindakan lainnya ditempuh Yusran dengan membeli polis asuransi langsung atas nama Heru.

Arief menambahkan, untuk kelancara proses suap, Yusran juga menugasi staf bagian keuangan PT Tanjung Jati, SR dan AW untuk mengirim uang kepada Heru melalui rekening Widyawati. Oleh Widyawati, uang-uang tersebut dibelikan polis asuransi.

Namun ketika tenggat waktu asuransi belum  jatuh tempo, Widyawati pun mencairkan polis  asuransi. Uang hasil pencairan polis asuransi tersebut sebagian lantas dikirim ke rekening Heru. Polis asuransi yang langsung di atasnamakan Heru pun, dicairkan saat belum jatuh tempo.

“Nominal dana dari 11 polis itu ada Rp 11.424.893.500,” katanya.

Dari identifikasi kepolisian, polis asuransi yang dicairkan tersebut enam diantaranya atas nama Heru. Lima lainnya menggunakan nama Widyawati. “Enam polis atas nama Heru sebesar Rp 4.934.893.500, dan isterinya Rp 6.490.000.000,” beber Arief.

Direktur Jenderal Bea Cukai Agung Kuswandono menyatakan, jajarannya telah mengetahui dugaan rekening tidak wajar milik Heru sejak dua tahun lalu.

Terbuka Peluang Usut Pencucian Uang Di Ditjen Bea Cukai
Akhiruddin Mahjuddin, Koordinator Gerak Indonesia

Koordinator LSM Gerakan Rakyat Anti Korupsi (Gerak) Indonesia Akhiruddin Mahjuddin menyatakan, hal yang penting dilakukan dalam penanganan kasus ini adalah menjerat tersangka dengan ancaman hukuman maksimal seumur hidup.

Penegak hukum juga perlu memikirkan upaya untuk memiskinkan pelaku kasus korupsi. “Ancaman hukuman maksimal dan tindakan pemiskinan akan memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi dan pencucian uang,” katanya, kemarin.

Dia mendesak agar penyidik mengoptimalkan pembuktian seputar asal usul kekayaan tersangka. Hal tersebut, idealnya menggunakan prinsip pembuktian terbalik. Jadi, sambungnya, bila ditemukan ada harta kekayaan yang tidak jelas asal-usulnya, maka penyidik harus menyitanya.

Selain itu, penegak hukum juga wajib melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua pihak yang diduga terlibat kasus ini. Artinya, pengusutan kasus ini tidak berhenti pada tersangka saja. Menurutnya, kasus ini juga harus dijadikan pintu masuk untuk mengungkap perkara korupsi dan pencucian uang lain di Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan.

“Masih banyak kasus korupsi dan pencucian uang yang nilainya lebih besar dari kasus yang sedang ditangani kepolisian saat ini. Untuk itu, PPATK dan pihak lain perlu mendukung kepolisian untuk menuntaskan berbagai tindak pidana korupsi dan pencucian uang di tubuh Bea Cukai,” katanya.

Menurut Akhiruddin, perkara ini semestinya dijadikan titik balik Polri untuk mengembalikan kepercayaan publik. Polri dengan sumber daya yang begitu besar, idealnya memiliki kekuatan besar dalam pemberantasan korupsi dan pencucian uang.

“Saya harap Kapolri baru dapat mewujudkan harapan itu sesuai penyampaian visi misinya saat uji kepatutan dan kelayakan di depan Komisi III DPR, jadi tidak hanya isapan jempol belaka,” tandasnya.

Agar Terbuka, Polri Perlu Gandeng PPATK Dan BI
M Taslim Chaniago, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Taslim Chaniago meminta kepolisian menyelesaikan perkara ini secara utuh. Jika dibutuhkan, kepolisian bisa menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Bank Indonesia (BI) untuk membongkar 16 transaksi mencurigakan milik tersangka Heru.

“Ada dokumen yang menunjukan data-data tersebut. Itu cukup untuk mengungkap siapa saja yang terlibat dalam kasus tersebut,” kata politisi PAN ini, kemarin.

Menurut dia, upaya kepolisian mengusut kasus ini sangat perlu diawasi masyarakat.

Jangan sampai, kemajuan penyidikan dalam perkara tersebut, justru berbalik arah. Alias mentah penanganannya tatkala menemukan indikasi keterlibatan pihak lain yang lebih besar. “Dugaan keterlibatan oknum lainnya di Bea Cukai tentu perlu ditindaklanjuti secara maksimal,” ucapnya.

Kepolisian pun tidak boleh bersantai-santai dalam menetapkan status seseorang. “Saksi yang diduga terkait erat dengan perkara, tentu bisa diubah statusnya sebagai tersangka,” tandasnya.

Taslim menambahkan, pengusutan kasus ini di kepolisian bisa menjadi alat untuk mengungkap perkara pencucian uang lainnya yang lebih besar. Dengan kata lain, momentum ini perlu dimanfaatkan secara optimal. Hal ini penting agar citra kepolisian yang terpuruk bisa diperbaiki. Kendati begitu, dia mengapresiasi penanganan kasus ini. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA