Kapolri Jenderal Sutarman menegaskan, kepolisian tengah mengusut kasus-kasus dugaan pencucian uang. “Kita menindaklanjuti semua laporan yang masuk secara proporsional,†katanya usai pembekalan pasukan perdamaian Polri di Tanjung Pasir, Tangerang, Selasa (5/11).
Menurutnya, kepolisian menindaklanjuti laporan-laporan, termasuk yang disampaikan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK). Hanya saja, kepolisian perlu waktu untuk mengusut dugaan tindak pidana yang dikandung dalam setiap dugaan kepemilikan rekening tak wajar tersebut.
“Kita perlu menentukan dulu apa kejahatan asal atau kejahatan pokoknya, baru bisa menindak orang-orang yang dicurigai memilliki rekening tidak wajar,†jelas Sutarman.
Dikemukakan, kasus pembobolan dana BSM Bogor Rp 102 miliar menjadi salah satu perkara prioritas. Selain nilainya besar, kasus ini berdampak pada kinerja bank dan kepercayaan masyarakat. Oleh sebab itu, dia mengingatkan Direktorat II Ekonomi Khusus (Dit II Eksus) Bareskrim segera menuntaskan perkara ini.
Sehubungan dengan hal tersebut, Direktur II Eksus Bareskrim Brigjen Arief Sulistyanto memastikan, pihaknya telah menetapkan enam tersangka kasus ini. Dua tersangka baru ialah Hen Hen dan Rizky Adiansyah.
Kedua debitor BSM itu ditangkap di dua lokasi terpisah, Minggu (3/11). Arief mengatakan, Hen Hen ditangkap di rumahnya Jalan Hasyim Ashari 59, Ciledug, Tangerang, sekitar pukul 02.00 WIB. Sedangkan, Rizky diringkus di kediamannya Perumahan Telaga Kahuripan Bukit Indra Prasta Blok D2 nomor 8, Kemang, Parung, Bogor, sekitar pukul 07.00 WIB. “Kita masih memburu aset-aset tersangka,†sebutnya.
Tapi, dia menolak membocorkan, aset-aset apa saja yang bakal disita kepolisian tersebut. Yang jelas, tambah dia, hasil pemeriksaan Hen Hen dan Rizky menyebutkan, keduanya memiliki peran signifikan dalam perkara kredit BSM.
Dari hasil pemeriksaan sementara, Hen Hen mengaku pernah mengajukan kredit pembiayaan untuk pembangunan dan kepemilikan perumahan. Pengajuan kredit dilakukan dengan melampirkan 21 Kartu Tanda Penduduk (KTP) karyawannya. Dengan kata lain, tersangka menggunakan identitas orang lain untuk mendapat kucuran kredit BSM.
Dari pengajuan kredit dengan nasabah fiktif tersebut, Hen Hen diduga dapat kucuran dana Rp 12,4 miliar. Dana tersebut, cair secara bertahap.
“Ada beberapa tahap pencairan. Datanya di tangan penyidik,†tandasnya.
Modus pembobolan dana BSM serupa juga dilakukan tersangka Rizky. Dokter ini menggunakan 26 KTP fiktif untuk mengajukan kredit Rp 12,2 miliar. “Aneh, identitas nasabah yang jelas fiktif itu kok bisa diberikan fasilitas kredit,†tandas Arief.
Dia menambahkan, selain meringkus kedua tersangka baru tersebut, polisi juga tengah berkoordinasi dengan pengadilan. Upaya tersebut dilaksanakan untuk kepentingan eksekusi alias penyitaan sejumlah barang bukti. “Kita ingin ada penetapan pengadilan menyangkut penyitaan barang yang dilakukan,†ucapnya.
Dikonfirmasi perihal dugaan adanya dana yang mengalir ke rekening salah satu istri tersangka, Arief menyatakan, pihaknya masih melacak kebenaran informasi tersebut. Pihaknya telah mengagendakan pemeriksaan pada pihak-pihak yang diduga terkait persoalan ini.
“Pencucian uang rupanya menyebar kemana-mana. Salah satunya ditemukan mengalir ke rekening atas nama istri tersangka bekas pimpinan cabang pembantu BSM Bogor, Haeruli Hermawan,†tegasnya.
Namun, dia menolak merinci berapa nominal dana yang mengucur ke rekening tersebut. “Kita sudah blokir rekening-rekeningnya,†tandas Arief.
Disampaikan juga, pengusutan kasus dengan enam tersangka ini tengah dikebut kepolisian. Dia menginginkan perkara ini segera masuk tahap penuntutan. Oleh karena itu, jajarannya telah melayangkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan ke Kejagung. Untuk kepentingan percepatan pelimpahan berkas perkara, kepolisian pun telah menahan enam tersangka di Rutan Bareskrim.
Kilas Balik
Awalnya Empat TersangkaAwalnya, kepolisian menetapkan empat tersangka kasus kredit fiktif sebesar Rp 102 miliar di Bank Syariah Mandiri (BSM) Bogor, Jawa Barat ini.
Seiring penetapan tersangka, polisi juga mengeluarkan surat penahanan. Untuk masa penahanan tahap pertama, para tersangka ditahan di Rutan Bareskrim Polri. Penahanan dilaksanakan agar berkas perkara cepat tuntas.
Selain itu, guna menghindari hal-hal yang tak diinginkan, seperti kaburnya tersangka. “Jika penyidik menganggap tersangka tidak kooperatif, pasti akan ditahan,†kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Ronny F Sompie.
Dia menjelaskan, penetapan status tersangka dilakukan Direktorat II Ekonomi Khusus (Dit II-Eksus) Bareskrim Polri. Empat tersangka itu, yakni Agustinus Masrie, Haeruli Hermawan, John Lopulisa dan Iyan Permana.
Agustinus merupakan Kepala BSM Cabang Bogor, Haeruli menjabat sebagai Kepala BSM Cabang Pembantu Bogor, dan John merupakan Account Officer BSM Cabang Pembantu Bogor. Sedangkan Iyan adalah debitor atau pihak yang menerima kredit.
Modus operandi kejahatan, tambah Ronny, digelar lewat pengajuan kredit fiktif 197 nasabah BSM. Dengan kata lain, tindakan para tersangka bisa dikategorikan membobol dana bank tersebut.
Dari upayanya tersebut, pelaku memperoleh dana kredit Rp 102 miliar. Namun setelah ditelisik lebih dalam, bank mengalami kerugian sebesar Rp 59 miliar. “Diduga, sebagian kredit tersebut fiktif. Berarti, nasabahnya juga fiktif,†tandas Ronny.
Wakil Direktur II Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombes Rahmat S menyebutkan, keempat tersangka bekerja sama mengajukan kredit fiktif dan melakukan pencucian uang Rp 102 miliar, dengan cara memanipulasi data kredit nasabah.
Rahmat menguraikan, tiga tersangka dari bank diduga sebagai pihak yang memeriksa pengajuan kredit oleh nasabah. Pengajuan kredit di sini, awanya dilakukan Iyan yang berperan sebagai kolektor nasabah fiktif.
“Tersangka Iyan bekerja sebagai developer, sehingga memungkinkan untuk mengajukan kredit kepemilikan rumah untuk nasabahnya ke BSM,†terangnya.
Dari pengajuan kredit ini, ketiga tersangka memproses administrasi di dalam bank. Rangkaian upaya mengklarifikasi data nasabah dilakukan ketiganya secara tertutup. “Dari tingkat kantor cabang pembantu sampai ke kantor pusat, mereka bersinergi,†tandasnya.
Hal itu ditujukan agar kredit fiktif yang diajukan tersangka Iyan tidak mencurigakan, sehingga bisa dicairkan bank. Dalam pemeriksaan pun terungkap, dari total nasabah sebanyak 197 yang mengajukan kredit, diduga 113 nasabahnya fiktif.
Nasabah fiktif ini, diduga merupakan hasil rekayasa Iyan. Cara-cara rekayasa dilaksanakan dengan memalsukan dokumen nasabah. Pada permohonan pengajuan kredit, lanjut Rahmat, kawanan tersangka mencantumkan jumlah plafon kredit secara variatif antara Rp 100 juta hingga Rp 200 juta.
Operasi pembobolan dana bank lewat pengajuan kredit fiktif tersebut, menurut Rahmat, dilakukan sejak Juli 2011 hingga Mei 2012. Pada kurun tersebut, fluktuasi dana kredit BSM meningkat. Namun, peningkatan jumlah kredit tidak diikuti pembayaran atau pencicilan kredit.
“Hal ini mengundang kecurigaan,†tandasnya.
Selain menetapkan empat tersangka, kepolisian masih memburu aset para tersangka. Sebanyak 11 kendaraan berbagai tipe disita. “Kendaraan-kendaraan bermotor itu disita dari para tersangka,†tuturnya.
Menurut Rahmat, dana kredit fiktif yang dikantongi para tersangka sebagian digunakan untuk membeli kendaraan. “Aset lain yang disembunyikan para tersangka masih kita kejar,†ucapnya.
Polisi Bisa Kembangkan Ke Tingkat PusatBambang Widodo Umar, Pengamat KepolisianDosen Pasca Sarjana Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia Bambang Widodo Umar berpendapat, kepolisian bisa mengembangkan penyidikan kasus ini ke tingkat pusat.
Maksudnya, siapa pun pihak bank yang kompeten dalam pencairan kredit ini dapat dimintai pertanggungjawaban.
“Jangan berhenti hanya sampai tingkat pimpinan daerah atau cabang saja. Sebab, mana mungkin bank sekelas cabang pembantu memiliki dana yang begitu besar untuk penyaluran kredit,†tandasnya.
Dia menduga, pencairan kredit dalam jumlah besar diketahui pimpinan bank di tingkat pusat. “Oleh karenanya, penyidikan tidak boleh berhenti sampai di sini,†tandasnya.
Bambang menyatakan, mekanisme pencairan kredit di bank adalah pekerjaan kolektif. Sejak pengajuan kredit, pemeriksaan identitas debitor, uji kelayakan, dan risiko kredit biasanya dilakukan secara selektif.
Ada bagian-bagian yang bertanggung jawab atas pencairan kredit untuk setiap debitor. Jadi logikanya, menurut dia, tidak mungkin keputusan mencairkan kredit dalam jumlah sangat besar hanya diteken alias diketahui pimpinan kelas cabang.
Menilik proses pencairan kredit BSM sebesar Rp 102 miliar tersebut, Bambang menduga, ada sesuatu yang tidak beres. Meski belakangan Divisi Kepatuhan BSM menjatuhkan sanksi untuk tiga pejabat BSM cabang Bogor, sedikitnya terlihat bahwa pengawasan atau kontrol internal bank masih sangat lemah.
Tindak Pihak Lain Yang Nikmati Hasil Kejahatan TersangkaDesmond J Mahesa, Anggota Komisi III DPRAnggota Komisi III DPR Desmond J Mahesa menilai, langkah kepolisian mengusut kasus pembobolan dan pencucian uang Bank Syariah Mandiri Bogor sudah tepat. Tapi, dia meminta, penanganan kasus ini dipercepat sehingga perkaranya bisa segera disidangkan.
“Paling krusial dalam persoalan ini ialah bagaimana perkara masuk ke pengadilan. Dari situ kita harap perkara menjadi terbuka alias jelas bagi masyarakat. Serta memberikan kepastian hukum bagi pelaku,†kata politisi Partai Gerindra ini.
Menurut Desmond, penahanan enam tersangka menunjukkan keseriusan kepolisian menyelesaikan perkara. Oleh sebab itu, dia mengingatkan, idealnya, upaya model ini juga diterapkan pada pengusutan perkara lainnya. Jangan cuma tegas pada kasus ini saja.
Penahanan, lanjut Desmond, menunjukkan tidak adanya eksan memberikan perlakuan istimewa kepada tersangka. Dia mengharapkan, penahanan dapat mempermudah proses penyelesaian berkas perkara, berikut penyitaan aset-aset tersangka.
“Ruang gerak tersangka menjadi terbatas. Sehingga tidak punya kesempatan mengalihkan atau menyamarkan aset hasil kejahatannya,†tandasnya.
Lebih jauh, dia mendesak kepolisian menindak pihak lain yang diduga ikut menikmati hasil kejahatan tersangka. Jadi, siapa pun yang diduga turut menerima aliran dana tersangka, perlu ditindak sesuai ketentuan Undang Undang Tindak Pidana Pencucian Uang.
“Siapa pun yang menerima bisa diproses sesuai ketentuan undang-undang,†tegasnya.
Menurut Desmond, hal ini membuka peluang bagi kepolisian untuk mengembangkan penyidikan ke berbagai arah. Dengan kata lain, dia optimis, tersangka dalam kasus ini bisa lebih dari enam orang. [Harian Rakyat Merdeka]
BERITA TERKAIT: