Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Suara Hati Rakyat

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/fritz-e-simandjuntak-5'>FRITZ E. SIMANDJUNTAK</a>
OLEH: FRITZ E. SIMANDJUNTAK
  • Jumat, 19 Juli 2013, 10:59 WIB
Suara Hati Rakyat
ilustrasi/net
DEWAN Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan lembaga perwakilan rakyat yang terpilih melalui pemilihan umum.  Fungsinya antara lain: legislasi pembuat undang-undang, anggaran, pengawasan.  Kesemua fungsinya tersebut dibingkai sebagai representasi rakyat.

Dalam kenyataannya DPR lebih mewakili partainya dari pada suara hati  rakyat. Di saat pemerintah mengetatkan peraturan pemberian remisi terhadap terpidana korupsi.  Tiba-tiba ada wakil rakyat mengajukan surat ke Presiden untuk mencabut peraturan tersebut.

Dengan alasan studi banding, wakil rakyat sering menghamburkan uang negara dengan bepergian ke luar negeri.  Perginya juga diam-diam dan laporan ke rakyat tentang hasil kunjungan juga tidak pernah terbuka disampaikan kepada rakyat.

Kekuasaan menjadi penentu akhir anggaran pendapatan belanja negara membuka kesempatan bagi para wakil rakyat untuk berkongkalingkong dengan pihak eksekutif, baik pusat maupun daerah, termasuk juga perusahaan swasta yang akan mengerjakan program pemerintah.

Kasus Hambalang, Simulator, impor sapi, dana bantuan sosial, pembangunan infrastruktur, dan banyak lagi kasus yang telah menghiasi citra tentang Indonesia sebagai salah satu negara yang tingkat korupsnya tinggi di dunia.

Padahal rakyat tidak suka kalau para wakilnya ikut-ikutan korupsi.   Karena itu rakyat akan marah dan kecewa saat yang merepresentasikan mereka di Dewan terlibat korupsi.  Karena korupsi sudah menjadi wabah di Indonesia, rakyat berharap banyak terhadap lembaga KPK.

Tragisnya saat ada pimpinan partai terbongkar jejak korupsinya oleh KPK termasuk, beberapa wakil rakyat yang juga pengurus partai, menyerang dan menuduh KPK terlibat konspirasi menjatuhkan nama baik partai dan yang bersangkutan.

Mereka sama sekali tidak marah kepada pimpinan partainya.  Bahkan dengan mati-matian melakukan pembelaan atau menutup-nutupi perbuatan pimpinan partai yang sebenarnya tidak sesuai lagi dengan suara hati rakyat tersebut.

Memang demokrasi, atau apapun sistem politik pada dasarnya adalah tentang meraih kekuasaan terbesar. Dengan kekuasaan yang dimilikinya, dia akan menggunakannya.  Sehingga pemilik kekuasaan mampu bertindak dan mempengaruhi kehidupan rakyatnya.

Dalam sistem demokrasi, biasanya pemilik kekuasaan ditentukan oleh suara terbesar rakyat yang dapat diraih.  Peraihan suara dilakukan melalui proses pemilihan umum.

Sayangnya suara hati rakyat terhenti perannya sesaat pemilihan umum usai.  Setelah itu, si pemilik kekuasaan yang duduk di DPR, lebih mengedepankan kepentingan politik partainya dari pada suara hati rakyat.  Suara hati rakyat akan dibelenggu sampai menjelang pemilihan umum yang akan datang.

Dalam proses pembahasan rancangan undang-undang, bisa saja terjadi perbedaan di antara anggota Dewan maupun dengan pemerintah.  Tapi belum tentu perbedaan itu terjadi di tingkat akar rumput maupun rakyat banyak.  Suara rakyat bisa saja lebih harmonis dari pada suara partai.

Tetapi seringkali suara rakyat tidak dijadikan ujung tombak utama proses demokrasi tersebut.   Akibatnya situasi politik di negara ini menjadi lebih berisik dengan perang pernyataan antar anggota Dewan, antar partai, atau antara Dewan dengan pemerintah.  Karena para anggota Dewan lebih mengedepankan suara partai dari pada suara hati rakyat.

Dengan kenyataan tersebut ada baiknya kita berpikir kembali, apakah istilah Dewan Perwakilan Rakyat sudah tepat dalam sistem politik di Indonesia ?  Kenapa tidak kita ganti namanya menjadi Dewan Suara Rakyat.

Di mana saat menjalankan fungsi-fungsi dalam membuat rancangan undang-undang, rencana anggaran dan pengawasan, setiap anggota Dewan harus kembali ke konstituennya untuk mengkomunikasikan dan memperoleh masukan atas konsep-konsep yang mereka miliki. Suara hati rakyat harus terus menerus diperoleh dan dijadikan pertimbangan utama setiap anggota Dewan.  Bukan saat pemilu dilakukan setiap lima tahun sekali.

Komunikasi tersebut bisa melalui tatap muka langsung, media cetak, elektronik dan media sosial. Setiap anggota Dewan wajib memiliki situs pribadi yang mengkomunikasikan setiap konsep dan agenda kegiatan harian serta posisi partai di mana anggota Dewan tersebut menjadi anggotanya.

Hasil dialog dengan konstituen secara terbuka harus dicantumkan di situs setiap anggota.  Sehingga rakyat terus menerus dapat mengikuti proses perjalanan suara hati mereka dalam menata negara ini.

Proses pengambilan keputusan di Dewan Suara Rakyat bisa melalui pemungutan suara yang dilakukan secara terbuka.  Di mana rakyat dapat melihat sendiri apakah suara hati mereka benar-benar digunakan oleh anggota Dewan  yang mereka  telah pilih.  Sehingga akan terlihat jelas bahwa anggota Dewan tidak lagi semata-mata menjadi alat partai, melainkan benar-benar pembawa suara hati rakyat.

Rakyat tidak butuh wakilnya duduk di Dewan.  Yang dibutuhkan rakyat adalah anggota Dewan yang terus menerus mengumandangkan suara hati mereka.  Karena itu nama Dewan Suara Rakyat akan lebih menegaskan peran dan fungsi anggota Dewan dalam membangun sistem demokrasi untuk kesejahteraan dan kepentingan rakyat.  Bukan kepentingan partai. [***]

Penulis adalah sosiolog dan tinggal di Jakarta.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA