Saat itu Partai Demokrat hanya meraih 7.4% suara  sementara PDIP meraih 18,5% suara pemilu legislatif.  Dalam pemilihan Presiden faktor figur kandidat lebih menarik bagi pemilih dari pada partai.
Untuk tahun 2014, hiruk pikuk pemilihan Presiden juga lebih ramai dari pada pemilihan wakil rakyat di legislatif. Beberapa partai secara terbuka telah mengumumkan kandidat calon Presiden dan Wakil Presiden. Kandidat tersebut antara lain Wiranto dan Hary Tanoesoedibjo, Aburizal Bakrie dan Prabowo.
Ada juga individu yang secara terbuka menyatakan keinginannya maju dalam pemilihan Presiden 2014. Mereka antara lain Rizal Ramli, Gita Wiryawan, Marzuki Alie dan Mahfud MD. Tapi belum ada partai yang resmi mengusulkan nama mereka.
Fenomena paling menarik adalah munculnya figur Jokowi sebagai kandidat calon Presiden. Resminya dia adalah kader dari PDIP. Tetapi sejak memenangkan pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2012 lalu, dalam beberapa survei nama Jokowi selalu unggul jauh sebagai Presiden terpilih dibandingkan  nama-nama kandidat lainnya. Bahkan partai di luar PDIP pun tertarik mencalonkan Jokowi.
Seperti juga SBY, kemenangan pasangan Jokowi-Ahok dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta sangat ditentukan oleh kekuatan figur mereka. Saat itu petahana Fauzi Bowo didukung oleh sebagian besar partai yang duduk di kursi legislatif DPRD DKI Jakarta. Dukungan sebagian besar partai pemenang legislatif DKI Jakarta ternyata tidak mampu membendung popularitas figur Jokowi-Ahok.
Posisi sebagai Gubernur DKI Jakarta ternyata sangat strategis bagi Jokowi untuk melambungkan elektabilitas namanya sebagai kandidat Presiden RI Â 2014. Setiap hari pergerakan Jokowi selalu mendapat perhatian dari media cetak, elektronik, sosial dan masyarakat langsung saat bertatap muka dengannya.
Pilihan Jokowi untuk melakukan blusukan ke kampung-kampung dan berdialog dengan mereka, terbuka dengan media manapun, pernyataan atau jawaban yang  sederhana dan gampang dicerna orang, kontekstual, longgar dalam protokoler, alokasi anggaran yang terbuka, tegas dalam menghadapi setiap pelanggaran hukum, dan selalu mencari solusi terbaik untuk rakyat miskin. Kesemuanya itu menggambarkan gaya kepemimpinan Jokowi yang selalu hangat dalam berinterkasi.
Menurut Amy J.C Cuddy dkk dalam artikelnya berjudul “
Connect, then Leadâ€Â di
Harvard Business Review edisi July-August 2013, menyatakan bahwa dalam upaya memperbesar pengaruhnya, seorang pemimpin perlu menyeimbangkan kompetensi dengan kehangatan berinteraksi. Karena dengan sikap yang hangat akan menumbuhkan rasa cinta bagi pengikutnya.
Masyarakat akan dengan lebih mudah percaya, berkomunikasi dan menerima ide-ide pemimpin yang mengedepankan sikap yang selalu hangat dalam berkomunikasi. Sikap tersebut juga sekaligus memperlihatkan bahwa pemimpin mendengar dan memahami apa yang menjadi keluhan di masyarakat. Pemimpin semacam ini disebutnya sebagai “
happy warriorâ€.
Ann Richards, mantan Gubernur Texas, adalah contoh pemimpin “
happy warrior†yang mampu menggabungkan ketegasan dan wewenang yang disampaikannya sambil tersenyum lebar. Dia juga cerdas dalam menyederhanakan permasalahan dengan memberikan solusi cepat agar tidak terjebak dalam debat politik dengan legislatif.
Dalam beberapa kasus Jokowi memperlihatkan dirinya sebagai pemimpin “
happy warriorâ€. Saat ingin memindahkan warga yang tinggal di bantaran Waduk Pluit, Jokowi sempat mendapat tantangan dari warga dan kritikan dari Komnas HAM. Dengan melakukan dialog secara intensif, dalam waktu singkat terjadi kesepakatan di mana warga bersedia untuk pindah dan tinggal di rumah susun yang akan disediakan oleh pemerintah DKI Jakarta.
Saat 32 anggota DPRD DKI ingin mengajukan interpelasi atas program Kartu Jaminan Sehat (KJS), Jokowi menanggapi dengan positif dan bersedia menjelaskan program ini kepada DPRD. Namun wacana interpelasi tersebut telah membuat masyarakat bereaksi keras terhadap DPRD. Bahkan muncul pernyataan tidak akan memilih lagi anggota yang akan melakukan interpelasi. Keberpihakan masyarakat terhadap Jokowi membuat hak interpelasi urung diajukan. Sementara Jokowi sendiri bersedia melakukan perbaikan atas program KJS tersebut.
Dalam kasus pemerintah DKI Jakarta dengan Haji Gubar tentang penutupan akses jalan masuk ke SMPN 289, juga dapat diselesaikan dengan baik dalam waktu singkat. Di mana Haji Gubar, sebagai pemilik tanah, akhirnya bersedia membuka akses jalan tersebut agar sekolah dapat digunakan untuk proses belajar mengajar sebagaimana mestinya.
Kalau kita mengamati gencarnya jargon-jargon calon Presiden yang menggunakan kalimat “untuk Presiden RI  2014â€. Kelihatannya mereka lebih menonjolkan keinginan meraih jabatan Presiden RI, bukan Pemimpin RI. Jabatan dan posisi Presiden lebih ditonjolkan dari pada kepemimpinannya. Sehingga lebih dipersepsikan orang yang mencari jabatan Presiden.
Padahal seperti yang diungkapkan oleh tokoh pendidikan Anies Baswedan yang menyatakan bahwa yang dibutuhkan rakyat Indonesia saat ini adalah seorang pemimpin, bukan pejabat. Sayangnya belakangan ini lebih banyak orang yang ingin menjadi pejabat, bukan pemimpin. Sementara Jokowi lebih mengedepankan dirinya sebagai pemimpin rakyat bukan sebagai pejabat.
Sementara Indonesia saat ini lebih membutuhkan pemimpin “
happy warriorâ€. Dia adalah pemimpin sekaligus prajurit untuk rakyatnya. Dia selalu mengedepankan  kehangatan dalam berdialog dan berinteraksi.  Tapi pada saat yang dibutuhkan  dia juga seorang pemimpin yang berani mengambil keputusan tegas dan tidak ada kompromi dengan korupsi. Program-programnya lebih mengedepankan kepentingan rakyatnya.
Semoga Indonesia memperoleh pemimpin seperti itu di tahun 2014!!!
[***] Penulis adalah sosiolog dan tinggal di Jakarta.
BERITA TERKAIT: