Sidang yang berjalan singkat, tak lebih 30 menit ini, dimulai tepat pukul 13.25 WIB. Setengah jam sebelumnya, RDU tiba di pengadilan. Dia menumpang mobil tahanan jenis Toyota Kijang dari Rumah Tahanan KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Saat tiba, RDU mengenakan baju tahanan warna oranye bergaris hitam yang baru dirilis KPK akhir pekan lalu. Baju tahanan itu, membungkus kemeja putih dan blazer hitamnya. Sembari tersenyum, dia melangkah ke ruang tunggu terdakwa di lantai dua.
Hanya 15 menit menunggu, RDU dipanggil Ketua Majelis Hakim Nawawi Ponolango untuk memasuki ruang sidang. Majelis hakim kasus ini beranggotakan Joko Subagio, Sutio Jumadi Akhirno dan Aswijon.
RDU tampak lesu ketika surat dakwaan setebal 59 halaman dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) I Kadek Wiradana, Kresno Anto Wibowo, Atty Novyanty dan Kiki Ahmad Yani secara bergantian.
Dakwaan ini menyenggol nama bekas Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari. Sebelum pengadaan alat kesehatan (alkes), Siti berpesan kepada RDU agar pengadaan melalui metode penunjukan langsung. “Dan, sebagai pelaksana pekerjaan adalah Bambang Rudijanto Tanoesodibjo,†tegas Ketua JPU I Kadek Wiradana.
RDU yang saat itu Pejabat Pembuat Komitmen, kemudian bertemu Bambang selaku Direktur Utama PT Prasasti Mitra.
“Keputusan pertemuan itu, pengadaan alkes bakal dikerjakan perusahaan Bambang, PT Rajawali Nusindo,†tandasnya.
Menurut JPU, RDU memperkaya diri sendiri, atau orang lain, atau suatu korporasi dalam pengadaan alkes tahun 2006-2007. Akibatnya, negara dirugikan sebesar Rp 50.477.847.078 atau Rp 50,4 miliar. Kerugian itu terjadi pada empat pengadaan alkes.
Pada pengadaan pertama, RDU didakwa memperkaya PT Rajawali Nusindo sebesar Rp 1,5 miliar. Kemudian, perusahaan lain yang mendapat sub kontrak dari PT Rajawali Nusindo, yakni PT Prasasti Mitra Rp 4,9 miliar, PT Airindo Sentra Medika Rp 999,6 juta, PT Fondaco Mitrama Rp 102,8 juta, PT Kartika Sentamas RP 55,6 juta dan PT Heltindo International Rp 1,7 miliar.
Kadek menuturkan, RDU bersepakat dengan Bambang bahwa pengadaan dikerjakan PT Prasasti, tapi menggunakan PT Rajawali Nusindo yang dipimpin Sutikno. Dalam pelaksanaannya, alkes itu diambil dari beberapa agen tunggal, yakni PT Fondaco Mitratama, PT Prasasti Mitra, PT Meditec Iasa Tronica dan PT Airindo Sentra Medika, PT Kartika Sentamas dengan harga lebih murah dari anggaran yang telah ditentukan.
Pada pengadaan kedua, RDU memperkaya PT Rajawali Nusindo sebesar Rp 378,5 juta dan PT Prasasti Mitra Rp 520,9 juta. Pada pengadaan ini, RDU didakwa menyalahgunakan kewenangan, yakni menggunakan sisa anggaran pengadaan pertama sebesar Rp 8.823.800.000 untuk pembelian tambahan alat kesehatan, yaitu 13 ventilator.
Pada pengadaan ketiga, RDU memperkaya PT Kimia Farma Trading Distribution (PT KFTD) sebesar Rp 2,011 miliar dan PT Bhineka Usada Raya (PT BUR) sebesar Rp 25,9 juta. RDU didakwa menyalahgunakan kewenangan karena memerintahkan panitia pengadaan melaksanakan proyek melalui penunjukan langsung. Alasannya, situasi masih dalam kejadian luar biasa (KLB) flu burung. Sehingga, menunjuk PT KFTD sebagai pelaksana kegiatan. Namun, penentuan harga perkiraan sendiri menggunakan perhitungan PT BUR. Hal ini memperkaya dua perusahaan itu.
Pada pengadaan keempat, RDU menguntungkan PT KFTD sebesar Rp 1,4 miliar dan PT Cahaya Prima Cemerlang (PT CPC) sebesar Rp 10,8 miliar. RDU menyalahgunakan wewenang karena memerintahkan panitia pengadaan menunjuk langsung PT KFTD sebagai pelaksana proyek. Tetapi, harga perkiraan sendiri yang digunakan adalah milik PT CPC. Harga itu jauh lebih rendah dari anggaran yang ditentukan, yaitu sebesar Rp 29,810 miliar.
Kerugian negara pada pengadaan pertama dan kedua sebesar Rp 10,2 miliar. Pada pengadaan ketiga Rp 27,9 miliar. Pada pengadaan keempat Rp 12,3 miliar.
“Sesuai laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan,†kata jaksa Kadek.
Selama pembacaan dakwaan, RDU sesekali tertunduk dan membenarkan letak kacamatanya yang melorot. Pengacaranya, LMM Sitorus menyatakan, tidak akan mengajukan ekspesi atau keberatan. Sehingga, sidang lanjutan pada Senin, 3 Juni depan, langsung memasuki agenda pemeriksaan saksi-saksi.
KILAS BALIK
Siti: Detail Pengadaan Urusan Eselon
Bekas Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari sudah lebih dari sekali diperiksa sebagai saksi kasus pengadaan alat kesehatan (alkes).
Siti antara lain dimintai keterangan sebagai saksi pada 7 Februari 2012. Pada hari itu, dia hadir di Gedung KPK sekitar pukul 10 pagi. Ketika itu, dia mengaku sudah enam kali diperiksa penyidik.
“Pemeriksaan hari ini sebagai saksi untuk Ibu Ratna Dewi Umar terkait APBNP 2007. Sebelumnya, saya menjadi saksi bagi beliau dari kasus APBN 2006. Memang saya menterinya waktu itu dan harus ada yang diterangkan,†katanya sebelum menjalani pemeriksaan.
Siti mengaku rela memberikan penjelasan berkali-kali kepada penyidik, mengenai perkara-perkara korupsi yang telah menyeret sejumlah bekas anak buahnya menjadi tersangka itu. Bekas anak buah Siti itu berasal dari eselon dua dan eselon tiga.
“Saya datang ke sini berkali-kali, kasusnya berbeda-beda. Kira-kira tujuh kasus. Satu-satu saya harus memberikan konfirmasi dan klarifikasi,†katanya.
Sekitar pukul 12.30 WIB, dia selesai menjalani pemeriksaan. Begitu keluar dari Gedung KPK, Siti kembali menyatakan bahwa dirinya hanya dimintai keterangan sebagai saksi bagi tersangka Ratna Dewi Umar (RDU).
“Ini proyek yang terjadi pada 2007. Saya hanya dikonfirmasi apa benar ini, apa benar itu dan seterusnya. Pemeriksaannya seputar itu-itu juga, seperti yang kemarin-kemarin,†ujar Siti yang mengenakan batik cokelat.
Mengenai detail dan nilai kasus yang sedang diusut KPK, Siti menyatakan tidak tahu persis. “Saya tidak terlalu tahu, saya hanya saksi. Mengenai pengadaan secara detail itu urusan eselon-eselon,†elaknya.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha menyampaikan, di Kementerian Kesehatan ada sejumlah kasus yang berbeda dengan tersangka yang berbeda pula.
Menurutnya, perkara korupsi di Kementerian Kesehatan yang sedang ditangani KPK, secara garis besar ada empat kasus, yaitu kasus penanganan flu burung pada 2006, penanganan flu burung 2007, pengadaan alat kesehatan rontgen 2007 dan penanggulangan krisis pada 2007.
“Setiap satu kasus itu ada lebih dari satu tersangka. Misalnya untuk kasus flu burung 2006, Ibu Siti Fadilah diperiksa beberapa kali sebagai saksi untuk tersangka yang berbeda,†terang Priharsa.
Telusuri Pihak Lain Yang Diduga Terlibat
Syarifuddin Suding, Anggota Komisi III DPRAnggota Komisi III DPR Syarifuddin Suding menyatakan, siapa pun yang diduga terkait kasus pengadaan alat kesehatan, akan dimintai keterangannya di persidangan. Termasuk bekas Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari.
Apalagi, kata dia, Siti sudah pernah dipanggil KPK untuk dimintai keterangan sebagai saksi. “Saya kira orang-orang yang pernah dibuatkan berita acara pemeriksaan, akan menjadi prioritas untuk dihadirkan dalam persidangan,†kata Suding di Jakarta, kemarin.
Menurutnya, jika ada nama-nama yang merasa terseret dalam kasus tersebut, biar pengadilan yang memutuskan.
“Biar nanti pengadilan yang memutuskan, apakah seseorang telibat atau tidak,†ucap politisi Partai Hanura ini.
Suding menilai, keterangan saksi-saksi dalam persidangan kasus ini bisa digunakan KPK untuk mengungkap keterlibatan pihak lain. Adalah kewajiban KPK untuk menelusuri setiap informasi sekecil apapun. Apalagi informasi yang muncul di persidangan. “KPK diamanahi undang-undang untuk menelusuri setiap informasi, agar
bisa membongkar kasus korupsi lebih dalam dan luas,†ujarnya.
Karena itu, kata Suding, setiap informasi dan petunjuk yang muncul di persidangan jangan sampai disia-siakan KPK. Khususnya mengembangkan penyidikan guna menelusuri pihak lain yang diduga terlibat.
Suding juga meminta para saksi yang akan dipanggil, bersedia memenuhi panggilan untuk memberikan keterangan di Pengadilan Tipikor. Hal tersebut agar perkara ini cepat tuntas.
Mengenai apakah KPK akan menetapkan tersangka baru kasus ini, Suding mengatakan, hal itu antara lain tergantung dari putusan hakim. Apakah dalam putusan tersebut, hakim menyatakan ada pihak lain yang terlibat.
“Jika nanti hakim dalam pertimbangannya menyebutkan ada pihak lain yang diduga terlibat, maka KPK wajib untuk menelusuri hal tersebut. Bisa dengan mengembangkan penyidikan,†ucapnya.
Hormati Azas Praduga Tak BersalahYuna Farhan Shira, Sekjen FITRASekjen LSM Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yuna Farhan Shira menyatakan, pihak-pihak yang disebut dalam dakwaan Ratna Dewi Umar (RDU) wajib dihadirkan ke persidangan. Termasuk bekas Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari.
Kata dia, hal tersebut dilakukan agar Siti bisa melakukan klarifikasi. “Juga agar yang bersangkutan tidak terus tersandera oleh dakwaan yang belum tentu benar,†kata Yuna, kemarin.
Yuna juga berharap, masyarakat bisa menghormati para saksi dan menerapkan azas praduga tidak bersalah. “Tidak memvonis seseorang sebelum majelis hakim menjatuhkan putusan bersalah,†tuturnya.
Karena itu, Yuna berharap, majelis hakim yang memimpin persidangan tidak perlu ragu untuk memerintahkan jaksa KPK menghadirkan Siti Fadillah Supari dan orang-orang yang disebut dalam surat dakwaan. Sebab, kesaksian bekas orang nomor satu di Kementerian Kesehatan itu sangat penting bagi kelanjutan kasus tersebut. “Apakah pengadaan alat kesehatan flu burung tersebut sudah dilakukan sesuai dengan prosedur atau memang seperti yang dituduhkan jaksa,†ucapnya.
Menurut Yuna, keterangan Siti Fadillah sangat ditunggu masyarakat. Ia pun menyarankan Siti Fadillah agar tak ragu untuk hadir menjadi saksi dalam persidangan. Kata dia, saat ini masyarakat sudah sangat cerdas menilai sesuatu.
“Sehingga, nanti yang ber–sangkutan bisa menjelaskan dengan rinci apa yang terjadi sebenarnya,†ucapnya. [Harian Rakyat Merdeka]
BERITA TERKAIT: