Alphard Luthfi Atas Nama Perusahaan Pertambangan

Menelusuri Mobil Tersangka Kasus Sapi

Senin, 27 Mei 2013, 10:00 WIB
Alphard Luthfi Atas Nama Perusahaan Pertambangan
Luthfi Hasan Ishaaq
rmol news logo Sembilan mobil yang diduga milik tersangka kasus sapi dan pencucian uang Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) disita KPK. Salah satunya Toyota Alphard bernomor  B 147 MSI. Mobil hitam panjang itu, kini teronggok di pelataran parkir Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.

Berdasarkan data di kepolisian, mobil tersebut bukan atas nama perorangan, melainkan perusahaan. Dalam data itu tertulis, Toyota Alphard tersebut atas nama sebuah perusahaan berinisial PT MI. Alamatnya di sebuah Gedung di Jalan S Parman, Jakarta Barat. PT MI menempati salah satu lantai di gedung tersebut.

Salah seorang petugas keamanan gedung ini menginformasikan, PT MI berada di lantai tiga. Perusahaan yang menempati ruang 304 itu bergerak di bidang distribusi atau penyalur hasil tambang seperti nikel dan biji besi. “Perusahaan itu bergerak di bidang ekspor hasil pertambangan,” ujarnya.

Namun, tidak seorang pun petugas keamanan gedung itu yang mengetahui, apa hubungan perusahaan tersebut dengan bekas Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq. Mereka juga bungkam saat disinggung mengenai mobil Alphard yang disita KPK itu.

Tiga nomor telepon perusahaan itu yang dihubungi pada Jumat sore (24/5) lalu, tidak satu pun yang diangkat. Resepsionis gedung yang bertugas menerima dan menyeleksi tamu pun tak mengizinkan kantor PT MI disambangi.

Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo mengaku belum mendapatkan informasi, Alphard itu atas nama siapa. Dia hanya menyebutkan, mobil itu diduga terkait kasus tindak pidana pencucian uang LHI.

Mengenai bagaimana keterkaitan mobil itu dengan kasus pencucian uang LHI, Johan mengaku belum mendapatkan informasi tersebut. “Nanti kalau sudah ada informasinya, akan saya sampaikan. Sekarang masih dalam pemeriksaan penyidik,” alasan dia.

Kuasa hukum Luthfi Hasan Zainuddin Paru dan M Assegaf  juga menolak memberikan penjelasan tentang Toyota Alphard yang disita KPK dari kantor DPP PKS itu.

Mereka juga tidak mau menjawab, apa hubungan Luthfi dengan PT MI.

Sejauh ini, KPK telah menyita sembilan mobil yang diduga milik Luthfi. Sembilan mobil itu kini terparkir di halaman Gedung KPK. Empat di samping kiri gedung. Empat di samping kanan. Sedangkan mobil yang terakhir disita, Toyota Alphard itu diparkir di belakang Gedung KPK.

Mobil-mobil sitaan itu, diparkir bersama mobil-mobil milik pegawai KPK dan pengunjung KPK. Tidak ada tanda khusus seperti segel atau KPK line, yang menandakan bahwa sembilan mobil itu merupakan barang sitaan. Juga tak ada perlakuan khusus untuk sembilan mobil tersebut. Bahkan, mobil yang terparkir di samping kiri Gedung KPK, dibiarkan terpapar matahari tanpa kanopi.

Setiap hari, seorang petugas KPK berseragam biru mengecek kelengkapan dan keberadaan mobil-mobil itu. Pengecekan dilakukan dua kali sehari, pagi dan sore. Mereka mengaku hanya mengecek keberadaan mobil, tidak bertugas memanaskan, apalagi mencuci.

Seperti diketahui, tujuh mobil yang diduga milik tersangka Luthfi disita KPK dari kantor DPP PKS. Yaitu, Toyota Fortuner B 544 RFS, Mitsubishi Grandis B 7476 UE, Nissan Frontier Navara, Mazda CX-9 bernomor B 3 MDF, Pajero Sport, VW Caravelle B 948 RFS dan Toyota Alphard itu. Sebelumnya, KPK telah menyita dua mobil Luthfi yang lain. Tapi menurut kuasa hukum Luthfi, Zainuddin Paru, mobil milik kliennya itu hanya Pajero Sport dan Mazda CX 9.

KILAS BALIK
Rumah Di Kebagusan 2,3 M Atas Nama Orang Lain

Bukan hanya mobil, KPK juga menyita lima rumah yang diduga milik tersangka kasus sapi dan pencucian uang Luthfi Hasan Ishaaq.

Tiga rumah berada di jalan Batu Ampar III, Kelurahan Batu Ampar, Condet, Jakarta Timur. Satu rumah di Jalan Haji Samali Nomor 27, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Belakangan, KPK menyita satu rumah lagi di Jalan Kebagusan Dalam I, Nomor 44, Kelurahan Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Rumah tersebut berada di perumahan Rumah Bagus Residence.

Lokasi perumahan tersebut terletak di dalam perkampungan, sekitar 500 meter dari Jalan Raya Kebagusan. Sekitar satu kilometer dari rumah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Untuk mencapai lokasi rumah itu harus melewati jalan lingkungan yang berkelok-kelok. Total ada 49 unit rumah di perumahan itu. Rumah yang disita KPK berada di Kavling B1.

Menurut Manajer Pelaksana Rumah Kebagusan Residence, Samsu, rumah yang disita KPK itu bukan atas nama Luthfi Hasan Ishaaq. Dalam proses transaksi jual beli dan sertifikat rumah itu, tertulis nama orang lain. “Siapa namanya, saya lupa,” katanya.

Menurut Samsu, rumah tersebut dibeli pada 2011. Harganya Rp 2,3 miliar. Cara pembeliannya melalui pembayaran berjangka. “Pembayaran per termin sekitar Rp 200 sampai Rp 300 juta,” ucapnya.

Dia menjelaskan, pembangunan rumah yang diduga milik Luthfi dimulai pada pertengahan 2011. Setiap pengerjaan rumah tergantung pada pembayaran.

“Setiap ada pembayaran, kami kerjakan. Jadi, lumayan lama juga selesainya. Baru selesai Januari kemarin,” ceritanya.

Rumah Luthfi, lanjutnya, hampir sama dengan rumah lain di perumahan ini, yaitu bergaya modern minimalis. Catnya warna krem, bingkai jendelanya cokelat. Rumah dua lantai itu berdiri di tanah seluas 440 meter persegi. Ada empat kamar di rumah itu.
“Luas bangunan yang diduga milik Pak Luthfi memang kecil, tapi tanahnya lebih luas. Jadi, sisa untuk halaman cukup lapang,” terangnya.

Meski pembangunannya sudah rampung, kata Samsu, rumah itu masih belum berpenghuni. Bahkan, belum ada satu perabotan pun yang mengisi rumah tersebut.

“Jual beli rumah sudah lunas, tapi belum ada proses pindah tangan dari pengembang ke pemilik,” katanya.

Awalnya, Samsu tidak tahu bahwa rumah itu milik bekas Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq. Pasalnya, dalam proses transaksi jual beli, dia tidak pernah sekalipun bertemu Luthfi. Sampai akhirnya, seminggu yang lalu penyidik KPK mendatangi kantornya untuk mengecek surat rumah tersebut. “Ada petugas KPK bawa surat-surat, tanya soal kepemilikan rumah B1 yang diduga milik Luthfi,” ucapnya.

Salah satu penjaga di perumahan itu, mengaku pernah beberapa kali melihat Luthfi berkunjung memantau pembangunan rumah tersebut. Luthfi biasa datang ditemani sopir. Mereka naik mobil berwarna putih. Penjaga itu tidak memastikan, apa jenis mobil tersebut.

Tapi, salah satu mobil Luthfi yang disita KPK adalah Mazda CX 9 berwarna putih bernomor B 3 MDF. “Sebulan kadang sekali atau dua kali. Sekali datang, paling lama setengah jam. Terakhir saya lihat dia bulan Desember tahun lalu,” ujar petugas keamanan yang enggan disebut namanya ini.

Kasus LHI Menguras Tenaga, Jangan Berakhir Melempem
Aditya Mufti Ariffin, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Aditya Mufti Ariffin mengingatkan KPK agar cermat menangani kasus suap kuota impor daging sapi dan pencucian uang ini.

Dia berharap, penyitaan mobil dan rumah yang diduga milik tersangka Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) mampu mengungkap dugaan keterlibatan pihak lain. “Kasus ini begitu kompleks dan sistemik,” katanya.

Oleh sebab itu, menurut Aditya, perlu penyelesaian melalui metode yang terukur dan hati-hati. Dia menambahkan, pengungkapan kasus ini menguras tenaga besar. Karenanya, jangan sampai energi besar itu terbuang percuma.

Tarik-menarik kepentingan dalam penanganan perkara, lanjut Aditya, idealnya jadi pelajaran bagi semua pihak. Penyidik dan penuntut KPK, hakim dan tersangka hendaknya mampu mengatasi polemik yang berkembang secara bijaksana. Soalnya, dia tak menginginkan, penanganan perkara ini heboh di awal saja, tapi melempem belakangan hari.

Dia pun mengapresiasi sikap koleganya sesama politisi yang menyerahkan proses penyitaan mobil kepada KPK. Diharapkan, penyitaan mobil yang belakangan berjalan lancar, mampu menjadi salah satu petunjuk untuk membongkar konspirasi.

Aditya pun meminta KPK benar-benar mampu membuktikan keterkaitan mobil-mobil tersebut dalam perkara tindak pidana pencucian uang Luthfi Hasan. Bila pada kenyataannya, mobil-mobil itu tak punya korelasi dengan tersangka, KPK hendaknya segera mengembalikan aset tersebut kepada yang berhak. KPK semestinya juga berupaya mengumumkan hal ini secara terbuka.

“Dari situ, keberatan yang muncul dalam proses penyitaan sebelumnya bisa dimengerti semua pihak,” tuturnya.

Penyitaan Tak Perlu Tunggu Sidang Sampai Selesai
Anhar Nasution, Ketua Umum LBH Fakta

Ketua Umum Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Fakta, Anhar Nasution menilai, penyitaan mobil yang diduga milik tersangka kasus suap kuota impor daging sapi dan pencucian uang Luthfi Hasan Ishaaq, merupakan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

KPK, kata Anhar, berhak menyita aset-aset yang diduga milik tersangka kasus korupsi dan pencucian uang. “Hal itu bisa dibenarkan secara hukum. Apalagi, aset-aset itu diduga terkait tindak pidana yang dilakukan tersangka,” kata bekas anggota Komisi III DPR ini.

Menurut dia, penyitaan aset memang perlu dilakukan secepatnya. Tidak perlu menunggu proses persidangan selesai. Hal itu agar eksekusi aset nanti tidak mengalami hambatan.

“Idealnya, penyitaan aset dilakukan sebelum aset-aset yang diduga milik tersangka hilang atau sengaja disembunyikan. Jika nanti aset-aset yang disita itu tidak terkait dengan kejahatan tersangka, toh aset-aset tersebut bisa dikembalikan.”

Anhar pun mengingatkan agar penyitaan hingga pelelangan aset milik terpidana kasus korupsi dan pencucian uang, dilaksanakan secara terbuka. Sehingga, masyarakat memperoleh gambaran utuh mengenai teknis pengembalian kerugian negara ke kas negara.

Dia menambahkan, kisruh tentang penyitaan mobil tersangka Luthfi Hasan semestinya tidak terjadi. Sebab, kekisruhan itu akan mengaburkan substansi perkara.

“Inti permasalahannya itu bukan penyitaan aset,” ucap Anhar. 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA