Tersangka Suap Pajak Sebut Satu Kerabat Fuad Rahmany

KPK Panggil Empat Pegawai Ditjen Pajak

Rabu, 22 Mei 2013, 09:53 WIB
Tersangka Suap Pajak Sebut Satu Kerabat Fuad Rahmany
KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)
rmol news logo KPK melanjutkan pemeriksaan saksi kasus suap pajak PT The Master Steel. Kemarin, KPK memeriksa empat pegawai Ditjen Pajak sebagai saksi kasus ini.

Mereka adalah Eka Gunawan, Ikbal Thoha Saleh, Nana Supriyatna dan Awwam Munazat. Para PNS Ditjen Pajak ini diperiksa sebagai saksi untuk semua tersangka.

KPK telah menetapkan empat tersangka kasus ini. Dua tersangka dari Ditjen Pajak, yaitu M Dian Iwan dan Eko Darmayanto. Dua lagi dari pihak swasta, yakni Manajer Keuangan The Master Steel, Teddy Muliawan dan Effendi, orang yang diduga sebagai perantara suap.

Pemeriksaan keempat saksi dari Ditjen Pajak itu untuk menelusuri, apakah ada pihak lain yang terlibat dalam kasus ini.

Sehari sebelumnya, KPK memeriksa Direktur PT The Master Steel, Diah Soembedi. Diah diperiksa sebagai saksi kasus suap pengurusan pajak perusahaan baja yang berlokasi di Cakung, Jakarta Timur itu.

Pada Jumat siang, tersangka Eko Darmayanto datang ke Gedung KPK. Eko menumpang mobil tahanan warna krem dari Rumah Tahanan KPK cabang Guntur. Mengenakan batik berbalut baju tahanan KPK warna putih, Eko sempat mengatakan bahwa kedatangannya ke KPK bukan untuk diperiksa, tapi menawarkan diri sebagai justice collabolator. “Nanti saya jelaskan lagi,” katanya sambil bergegas masuk.

Dua jam kemudian, dia keluar. Eko mengatakan, kedatangannya ke KPK untuk mengajukan diri sebagai justice collaborator kasus suap penggelapan pajak. “Hari ini akan diuji lebih dulu,” katanya.

Eko menjadi tersangka setelah ditangkap bersama rekannya, Dian Irwan di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta pada Rabu (15/5) karena diduga menerima uang 300 ribu dolar Singapura atau sekitar Rp 2,34 miliar dari PT Master Steel.

Uang tersebut diduga  sebagai bayaran mengurus tunggakan pajak perusahaan tersebut.

Eko mengakui, apa yang terjadi di bandara itu murni kesalahannya. “Saya bertanggung jawab untuk itu, tapi dalam pemeriksaan tadi, saya ditanya tentang PT Genta Dunia Jaya Raya yang sudah divonis pengadilan dengan nilai kerugian negara mencapai Rp 6 miliar,” tambahnya.

Menurut Eko, direktur perusahaan itu adalah salah satu keluarga Dirjen Pajak Fuad Rahmany. “Direktur perusahaan itu adalah salah satu keluarga dari Pak DJP 1. Jadi, dalam hal ini Bapak Dirjen Pajak, saya ikhlas dipecat dan saya berharap bapak juga siap ikhlas mengundurkan diri jika perkataan saya di hadapan penyidik benar,” ungkapnya.

Namun, Eko belum menyampaikan siapa saja pimpinan yang terlibat dalam kasus tersebut. “Nanti saya sampaikan, semuanya akan diberi tahu pihak KPK. Saya belum berani mengatakannya,” kata dia.

Mengenai kasusnya yang menerima suap 300 ribu dolar Singapura, Eko mengaku hanya melibatkan dua orang. “Yang terlibat hanya dua orang, saya dengan bos saya. Saya ingin bongkar kasus ini,” tegasnya.

Juru Bicara KPK Johan Budi Sapto Prabowo menanggapi kesediaan Eko menjadi juctice collaborator. Johan menyatakan, pengajuan diri Eko akan dipelajari lebih dulu.

Justice collaborator adalah sebuah usaha dari tersangka yang bisa dinilai ikut membantu proses penyidikan sebuah perkara, misalnya bisa membongkar kasus yang lebih besar. Sehingga, ada semacam “reward” kepada orang-orang yang bertindak sebagai juctice collaborator. Reward-nya misalnya keringanan tuntutan.

Proses pendalaman justice collaborator, menurut Johan, tergantung peran tersangka saat menjalani proses pemeriksaan. “Apakah dalam proses pemeriksaan itu membantu, kooperatif atau tidak. Itu tergantung nanti. Reward-nya tuntutan akan diringankan,” ujarnya.

Dirjen Pajak Fuad Rachmany siap diperiksa KPK mengenai tudingan anak buahnya, Eko Darmayanto. Eko menuding Fuad dan keluarganya terlibat kasus pajak PT Genta Dunia Jaya Raya yang ditangani kejaksaan.

“Saya siap, saya sudah bilang ke KPK, sudah panggil saja, buka itu semua. Buka itu semua berkasnya, ada hubungannya dengan saya atau tidak? Kan selesai.

Kalau tidak, dia (Eko) akan dihukum lebih berat,” ujar Fuad di Jakarta, Senin (20/5) lalu.

Fuad menegaskan, sebelum memanggil dirinya, KPK mesti memeriksa keterangan Eko lebih dalam. Dia yakin, semua keterangan Eko berisi fitnah dan karangan.

“Periksa dulu kasusnya, jangan memfitnah saya. Saya tidak menangani itu kok, bisa dilihat oleh KPK. Bisa dibuka semua berkasnya sampai di pengadilan, sampai diputus. KPK bisa lihat, apakah ada hubungan dengan saya atau tidak, itu saja,” tegasnya.

Fuad mengaku dirinya sama sekali tidak ikut campur kasus faktur pajak fiktif tersebut. Perkara itu ditangani penyidik pajak dan kakanwil setempat.

KILAS BALIK
Uang Dimasukkan Saat Mobil Nginap Di Bandara


Dua pegawai Ditjen Pajak yang ditangkap KPK, punya gaya khusus saat menerima duit yang diduga suap. Caranya, dia parkir mobil di bandara. Kunci diserahkan kepada perantara atau pihak yang akan memberi uang. Lalu mobil diinapkan semalam. Besoknya, mobil yang sudah ada uangnya, dibawa keluar bandara.

Itulah yang dilakukan dua pegawai pajak bernama Mohammad Dian Irwan Nuqishira dan Eko Darmayanto. Keduanya berpangkat golongan III, pemeriksa pajak di Ditjen Pajak Jakarta Timur.

Juru Bicara KPK Johan Budi Sapto Prabowo menceritakan cukup detail kronologi penangkapan kedua pegawai pajak itu.

KPK mendapat informasi awal dari laporan masyarakat dan Direktorat Kitsda (Kepatuhan Internal dan Transparansi Sumber Daya Aparatur).

Selasa malam (14/5), Dian dan Eko membawa Avanza hitam menuju Bandara Soekarno-Hatta, dan diparkir di Terminal 3. Di sana, kunci mobil diserahkan kepada Teddy, seorang perantara. Setelah kedua pegawai pajak itu pergi, lalu seorang kurir memasukkan uang sebesar 300 ribu dolar Singapura (atau sekitar Rp 2,3 miliar) ke dalam mobil tersebut. Keesokan harinya, atau Rabu pagi, sekitar pukul 10.00 WIB, kedua pegawai pajak itu datang lagi ke lokasi parkir untuk mengambil kendaraannya.

Seluruh gerak gerik mereka itu dipantau KPK. Karenanya, begitu kedua pegawai pajak itu melihat uang ada di mobil mereka, KPK langsung menangkapnya.

Selain Dian dan Eko, KPK juga meringkus Teddy. Tim lain bergerak dan menangkap seseorang yang diduga memberikan uang, bernama Effendi di tempat lain.

Effendi adalah seorang pegawai swasta dari perusahaan baja yang beralamat di Rawa Teratai, Cakung. Effendi diduga berperan sebagai kurir.

“Dugaan sementara berkaitan dengan wajib pajak perusahaan berinisial The MS. Diduga ada persoalan pajak,” kata Johan.

Pada Rabu (15/5), sekitar pukul 12.15 WIB, wartawan melihat seorang pria yang agak botak dan berkemeja biru muda dibawa masuk ke Gedung KPK. Satu lagi, digiring dengan muka tertunduk dalam.

Selain dua orang tadi, ada juga seorang pria lagi yang digiring KPK sekitar pukul 12.45 WIB. Matanya sipit dan berbaju batik. Saat dibawa masuk ke KPK, dia terus menundukkan wajahnya.

Dirjen Pajak Fuad Rahmany membenarkan ada dua pegawainya yang ditangkap KPK. Dia memuji KPK dan berharap tindakan itu bisa membersihkan lembaganya dari oknum pajak yang nakal dan tak kunjung jera.

“Saya berterima kasih kepada KPK yang telah membantu kami melakukan pembersihan di DJP dari petugas pajak bandel dan menangkap penyuapnya,” kata Fuad melalui pesan singkat.

Setelah ini, penangkapan terhadap pegawai yang bandel tak akan berhenti.

“Mereka itu pasti dipecat dan bahkan dipenjarakan,” tegasnya.

Tersangkanya Bisa Saja Cuma Oknum Kelas Teri
Boyamin Saiman, Koordinator MAKI

Koordinator LSM Masyarakat Antikorupsi (MAKI) Boyamin Saiman meminta KPK mengusut tuntas kasus suap dua pegawai Ditjen Pajak Dian Iwan dan Eko Darmayanto.

Menurut Boyamin, bisa saja kasus yang diusut KPK sekarang merupakan bagian dari jaringan mafia pajak. “Tidak menutup kemungkinan, itu bagian dari kasus-kasus pajak sebelumnya,” kata Boyamin, kemarin.

Menurut dia, KPK perlu menelisik, apakah jaringan mafia pajak ada yang dikendalikan terpidana kasus pajak dari dalam penjara. Bukan tak mungkin, kata dia, lemahnya pengawasan, memudahkan para terpidana mengatur transaksi antara pegawai pajak dengan pembayar pajak dari dalam dalam sel.

Sebab itu, kata Boyamin, KPK perlu membongkar kasus tersebut dengan cara segera memeriksa semua saksi. Hal tersebut untuk menelusuri pihak-pihak lain yang terlibat dalam kasus ini. “Patut diduga bahwa pegawai pajak yang terlibat bukan hanya dua orang. Bisa saja ada pimpinan di Ditjen Pajak,” ujarnya.

Boyamin juga meminta KPK untuk memeriksa atasan Eko dan Dian Iwan. Kata dia, patut diduga bahwa dua pegawai pajak yang tertangkap merupakan instruksi dari pimpinan.

“Eko dan Dian bisa saja oknum kelas teri. KPK perlu mengungkap apakah pengurusan pajak untuk PT TMS itu memang diketahui pimpinannya atau tidak,” tandasnya.

Selain itu, KPK juga perlu memeriksa perusahaan yang satu grup dengan PT The Master Steel. Soalnya, kata dia, penggelapan pajak untuk perusahan bisa saja tak hanya satu perusahaan. Menurut Boyamin, bisa saja dengan memeriksa saksi-saksi, KPK akan mendapatkan tersangka baru kasus ini.

Remunerasi Pegawai Ditjen Pajak 9 Kali Gaji

Eva Kusuma Sundari, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari prihatin melihat pegawai Ditjen Pajak ditangkap lagi karena diduga menerima suap.

Menurut dia, masih adanya kongkalikong antara pegawai pajak dengan pihak wajib pajak merupakan indikasi bahwa Ditjen Pajak belum bisa membenahi para pegawainya.

“Bagaimana bisa, sudah ada remunerasi untuk pegawai pajak, tapi masih ada saja yang kongkalikong. Padahal, kata dia, remunerasi pegawai pajak nilainya 9 kali gaji,” tandasnya.

Eva menilai, masih adanya oknum pajak yang melakukan kongkalikong, pertanda bahwa Ditjen Pajak belum berhasil menjalankan tata kelola pemerintahan yang bersih.
 
“Apakah yang dilakukan Ditjen Pajak selama ini pencitraan dan asesori semata. Ada sistem yang perlu segera dibenahi,” katanya.

Dia pun mempertanyakan, apakah masalah utama Ditjen Pajak ada pada pucuk pimpinan. Pucuk pimpinan di Ditjen Pajak, nilai Eva, belum berhasil mengoptimalkan divisi-divisi yang ada di Ditjen Pajak.

Kata Eva, di Ditjen Pajak ada divisi kepatuhan internal yang bertugas mengawasi, melaporkan dan memberi masukan jika ada temuan-temuan yang mencurigakan. Divisi itu, sarannya, tidak boleh dikerdilkan pimpinan.  “Divisi kepatuhan pajak mesti direspon. Jika divisi ini dilemahkan, maka wajar saja banyak oknum yang bermain,” ujarnya.

Eva mengaku banyak menerima keluhan dari pegawai pajak divisi kepatuhan yang mendapat ancaman. Baik dari sesama pegawai maupun pimpinan.

“Intervensi ada, ancaman juga ada. Bahkan, ada laporan yang sengaja tidak ditindaklanjuti,” tegasnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA