Toyota Fortuner Luthfi Atas Nama Office Boy

Menelusuri Mobil Yang Disita KPK Di Kantor PKS (1)

Kamis, 09 Mei 2013, 10:00 WIB
Toyota Fortuner Luthfi Atas Nama Office Boy
Luthfi Hasan Ishaaq
rmol news logo Lima mobil yang diduga milik tersangka kasus suap kuota impor daging sapi Luthfi Hasan Ishaaq di kantor DPP PKS, disegel KPK. Salah satunya Toyota Fortuner B 544 RFS. Mobil ini diatasnamakan Abdullah Sani, office boy kantor DPP PKS. 

Lantaran itu, KPK memanggil Abdullah Sani yang telah bekerja lima tahun di DPP PKS untuk diperiksa sebagai saksi. Bahkan, KPK telah melayangkan surat panggilan kedua untuk warga Perumahan Pejuang Jaya, Bekasi Barat itu.

Saat ditemui Rakyat Merdeka di rumahnya, kemarin, ayah Sani, Saroji menuturkan bahwa anaknya itu sudah dua kali dipanggil KPK. Panggilan itu untuk menjadi saksi mengenai kepemilikan mobil Luthfi. Panggilan pertama untuk Sani diterima Saroji pada Selasa pekan lalu.

“Tapi, alamat dalam surat panggilan itu salah,” ujarnya.

Semestinya, nomor rumah Saroji dan Sani adalah F-42, tapi surat dialamatkan ke rumah F-44. Lantaran itu, Saroji mengembalikan surat panggilan itu ke KPK.

“Surat panggilan pertama, saya kembalikan lewat pos kilat,” katanya. Pengembalian surat itu diikuti keterangan alamat yang benar.

Namun, kemarin siang, dua petugas KPK kembali mendatangi rumah tetangga Saroji. Petugas itu, mengantar surat panggilan kedua untuk Sani. Alhasil, Saroji memberi penjelasan kepada petugas itu. Isi keterangannya, meminta petugas memeriksa surat panggilan pertama yang dikembalikannya ke KPK.

“Abdullah Saroji, anak saya. Dia tinggal di sini. Soal kesalahan alamat, sebetulnya semua sudah diperbarui sejak lama,” ucap pria kelahiran 1954 ini. Dia juga mengaku telah menghuni rumah itu sejak 1990. “Aneh kalau alamatnya masih salah,” sambungnya.

Saroji tidak yakin jika Toyota Fortuner yang disita KPK di kantor DPP PKS milik anaknya. Sebab, dia tahu betul kerja anaknya di Kantor DPP PKS, berikut penghasilannya.

Menurut Saroji, saat berita penyitaan mobil di kantor DPP PKS ramai, Sani bercerita kepadanya, Fortuner bernomor B 544 RFS itu milik bosnya, bekas Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq. Tapi, mobil itu atas nama Abdullah Sani, anaknya.

Tapi, lanjut Saroji, Sani mengaku tidak tahu asal-usul uang yang dipakai untuk membeli mobil tersebut. Yang pasti, anaknya merasa bangga karena dipercaya Luthfi untuk mengatasnamakan mobil tersebut.

“Dia tidak berpikir macam-macam. Dia cuma bangga karena dipercaya Pak Luthfi. Itu saja,” ucap pria asal Purwakarta, Jawa Barat ini. Sani pun, sebut Saroji, tidak pernah menggunakan mobil tersebut. Apalagi, membawa pulang mobil yang STNK-nya menggunakan namanya itu.

Menurut Saroji, pekerjaan anaknya sebagai office boy di kantor DPP PKS tampaknya dianggap baik. Sehingga, belakangan, Sani juga dipekerjakan mengurusi rumah tangga Luthfi. Karena itulah, anak ketiga Saroji ini jarang pulang.

Gara-gara kasus ini, Saroji pun menyempatkan diri mampir ke kantor DPP PKS untuk mendatangi anaknya yang jarang pulang. “Minggu lalu, sehabis kondangan, saya ke kantor DPP PKS menemui anak saya. Saya tanyakan soal mobil-mobil itu, anak saya jawab mobil itu punya Pak Luthfi,” katanya.

Saroji pun meminta anaknya bersedia datang memenuhi panggilan penyidik KPK. Dia mendorong agar Sani memberikan kesaksian yang benar. Sebab, kesaksian yang benar bakal membantu semua pihak menyelesaikan persoalan ini. 

Hingga kemarin, penyidik KPK belum berhasil menyita lima mobil yang diduga milik tersangka kasus suap kuota impor daging sapi dan pencucian uang, Luthfi Hasan Ishaaq. Lima mobil itu berada di dua lokasi terpisah. Tiga mobil di pelataran parkir kantor DPP PKS. Dua lagi di bengkel sebelah kantor DPP PKS.

Gerbang kantor DPP PKS, hingga kemarin tertutup rapat. Sedikitnya 10 petugas keamanan bersiaga. Mobil yang rencananya dibawa ke kantor KPK itu adalah Mitsubishi Grandis B 7476 UE, Mazda CX9 B 3 MDF, VW Caravelle B 948 RFS, Nissan Frontier Nafara dan Toyota Fortuner B 544 RFS. Empat ban Toyota Fortuner yang ditandai label penyitaan KPK itu kempes.
 
Menurut pengacara Luthfi, Zainuddin Paru, upaya penyitaan itu terlampau dipaksakan. Sebab, sebut dia, penyidik tidak melihat mana mobil milik kliennya dan mana yang bukan.

“Karena itu upaya penyitaan ditentang,” tandasnya. Namun, saat dikonfirmasi mengenai kepemilikan mobil-mobil tersebut, dia tidak mau merincinya.

KILAS BALIK
Gerbang Kantor PKS Digembok

KPK menyangka ada lima mobil yang diduga terkait bekas Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq. Kendaraan itu diparkir di kantor DPP PKS Jl TB Simatupang, Jakarta. Jumlahnya lima, VW Carravelle B 948 RFS, Mazda CX9 B 2 MDF, Fortuner B 544 RFS, Nissan Navara serta Pajero Sport.

Mobil-mobil itu sudah disegel KPK pada Senin malam (6/5). Namun, saat lima mobil itu akan disita penyidik pada Selasa (7/5), kantor PKS digembok dari dalam, sehingga tak seorang pun orang di luar PKS diizinkan masuk, tak terkecuali penyidik KPK. Akhirnya penyidik KPK pun mundur dan balik kanan. Eksekusi di tempat itu gagal.

Ada puluhan orang yang berjaga-jaga di sekitar kantor PKS. Tidak jelas, apakah mereka kader PKS atau bukan. Saat penyidik datang, beberapa di antara mereka berteriak-teriak dan mengatai KPK agar menyelesaikan kasus lain yang lebih besar.

“Hambalang tuh, Hambalang urus dulu,” teriak mereka, saat disorot oleh kamera televisi.

Juru Bicara KPK Johan Budi SP menjelaskan, kendaraan itu diduga terkait dengan kasus yang menjerat Luthfi Hasan. “Posisi mobil sedang berada di kantor DPP PKS. Mobil mobil tersebut diduga terkait dengan tersangka LHI,” kata Johan di Gedung KPK. Menurut Johan, dari lima kendaraan itu, yang berstatus atas nama Luthfi hanya Mazda CX9. Yang lain atas nama orang yang dekat dengan Luthfi.

Apakah KPK akan tetap nekat mengeksekusi kendaraan itu dari kantor PKS? Johan menjawab, “Barusan dapat SMS dari tim, bahwa di sana telah berkumpul banyak orang. Karena itu, sementara ini KPK tidak melakukan upaya membawa mobil tersebut untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.”

Jika situasi tak juga berubah, KPK akan meminta bantuan penegak hukum lain untuk mengatasi keadaan tersebut.

Johan membeberkan kronologi penggeledahan di kantor DPP PKS yang berujung penyegelan kendaraan Senin malam (6/5). Tim penyidik yang beranggotakan 4-5 orang berangkat menuju kantor DPP PKS, sekitar pukul 8 malam.

Mereka juga membawa terperiksa bernama Ahmad Zaky. Orang ini dianggap KPK tahu mengenai status kendaraan yang diparkir di kantor PKS, karena dia adalah ajudan Luthfi Hasan.

“Sampai di sana, KPK menunjukkan identitas dan surat sita. Petugas di sana nggak mau dan menghalang-halangi,” ungkapnya. Ada puluhan orang yang menghalangi kedatangan penyidik dan tidak mengizinkan penyidik KPK menyita mobil itu.

Kalah jumlah, penyidik KPK mengalah. Akhirnya, penyidik hanya memasang tanda segel pada mobil yang ada di situ. Pukul 11 malam, KPK pulang dengan tangan kosong.

Siang harinya, Selasa, sekitar pukul 1 siang, penyidik KPK kembali ke markas PKS. Namun, pintu gerbang depan dan belakang digembok.  “Penyidik bersikap persuasif. Mobil-mobil tersebut berkaitan dengan LHI,” jelas Johan.

Menurut Johan, penyidik datang dengan dokumen dan surat lengkap, juga ada berita acara penolakan penyitaan. Tapi penjaga di sana tidak mau tanda tangan.

Dari balik gerbang, wartawan melihat ada sejumlah mobil dikumpulkan dan diparkir di halaman PKS. Kendaraan yang hendak disita, ditandai dengan kertas segel warna merah KPK, dipalang sejumlah mobil lainnya. Ban-ban mobil itu juga gembos.

Empat mobil, yakni Nissan Navaro, Mitsubishi Grandis, Mazda CX 9, dan Pajero Sport dikumpulkan. Sementara satu mobil lagi, Toyota Fortuner, diparkir terpisah. Sekitar 20-30 orang berpakaian bebas berkumpul di gedung DPP PKS.

Langkah KPK Menyita Tentu Ada Dasarnya
Marwan Batubara, Koordinator KPKN

Koordinator LSM Komite Penyelamat Kekayaan Negara (KPKN) Marwan Batubara meminta KPK dan DPP PKS mengatasi masalah penyitaan mobil-mobil yang diduga milik tersangka Luthfi Hasan Ishaaq secara bijaksana.

Sehingga, dia berharap, masalah penyitaan tersebut tidak berkepanjangan.

“Keinginan KPK menyita mobil yang diduga milik tersangka Luthfi Hasan Ishaaq pasti ada dasarnya. Tapi, KPK mesti lebih transparan dalam memberikan alasan penyitaan,” sarannya.

Sebaliknya, lanjut Marwan, upaya pertahanan dari pihak DPP PKS mungkin didasari argumen tertentu. Sehingga, pihak DPP PKS meminta KPK mau berkoordinasi lebih dulu dalam menjalankan penyitaan ini.

Selain itu, Marwan mengimbau semua pihak menahan diri. Polemik seperti ini idealnya bisa diselesaikan dengan kepala dingin, baik oleh KPK maupun partai yang selama ini mengedepankan aspek keagamaan itu.

Disinggung mengenai beda identitas pemilik mobil, dia mengatakan, hal itulah yang perlu disampaikan KPK kepada publik. “Supaya persoalannya menjadi jernih,” kata Marwan.

Dia pun menyatakan, beda alamat yang tertera dalam dokumen kepemilikan Toyota Fortuner B 544 RFS mesti diselesaikan pihak-pihak terkait. Sebab, dokumen ini penting untuk mengetahui asal-usul mobil.

Jika memang mobil itu bukan milik Luthfi, menurutnya, DPP PKS bisa membawa masalah penyitaan ini ke praperadilan. Di situ dapat dibuktikan, apakah langkah KPK menyita mobil-mobil tersebut benar atau tidak.

“Idealnya langkah hukum KPK senantiasa disertai bukti-bukti yang konkret dan jelas, sehingga tidak menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat,” pesan Marwan.

Berharap Penyitaan Tidak Berlarut-larut

Yahdil Abdi Harahap, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Yahdil Abdi Harahap berharap, langkah KPK menyita aset tersangka tidak menimbulkan insiden dan masalah yang berlarut-larut.

Karena itu, pihak-pihak terkait hendaknya mau menyikapi perbedaan argumen secara proporsional.
 
Penyitaan aset tersangka, menurutnya, Pertama harus dilandasi pertimbangan mendasar. Menjadi tanggung jawab KPK untuk menyampaikan alasan yang melatari tindakan hukum tersebut.

“Apa urgensinya dengan persoalan yang ada,” katanya.

Kedua, apakah sinyalemen pembelian mobil-mobil tersebut berasal dari hasil tindak pidana pencucian uang. “Dua hal mendasar itu, menjadi kunci keberhasilan dalam proses penyitaan aset,” tandasnya.

Menurut Yahdil, mencuatnya masalah penyitaan dilatari kebiasaan bahwa penyitaan baru dilakukan setelah hakim mengeluarkan putusan.
 
Namun, sejak Undang Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) diberlakukan, penyitaan aset bisa dilakukan bersamaan pengusutan perkara.

“Itu amanat undang-undang. Hanya, diperlukan sikap arif dalam menerapkan hal ini,” ucapnya.
 
Di sinilah penyidik KPK mengambil peranannya agar penyidikan tuntas. Jangan sampai, pesan Yahdil, justru menjadi kontroversi berkepanjangan. Menurutnya, jika langkah KPK sesuai prosedur, maka DPP PKS mau mendukung KPK.

“Permintaan koordinasi itu tidak sepenuhnya salah. Karena ada anggapan bahwa aset tersebut milik orang lain, bukan tersangka. Mereka punya hak untuk itu,” katanya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA