Diperiksa 5 Jam, Sekjen DPR Beberkan Gaji Luthfi

Kompleks Perumahan Di Condet Dicurigai KPK

Rabu, 01 Mei 2013, 09:40 WIB
Diperiksa 5 Jam, Sekjen DPR Beberkan Gaji Luthfi
Luthfi Hasan Ishaaq (LHI)
rmol news logo Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa Sekjen DPR Winantuningtyas sebagai saksi kasus pencucian uang bagi tersangka Luthfi Hasan Ishaaq (LHI), kemarin.

Selain Winantuningtyas, KPK juga memanggil dua saksi lain untuk tersangka LHI. Mereka adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah Muhammad Kholid Artha dan dari swasta bernama Tri Kurnia Rahayu.

Winantuningtyas tiba di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, pukul 09.30 pagi. Winantuningtyas datang mengenakan batik cokelat dipadu kerudung sambil menenteng tas jinjing berwarna senada. Setelannya terlihat rapi dan masih berkalung kartu identitas Sekjen DPR. Begitu tiba, Winantu langsung buru-buru masuk ke Gedung KPK tanpa berkomentar sepatah kata pun.

Winantu diperiksa selama 5 jam di Gedung KPK. Pukul 2 siang, Winantu keluar.

Pakaiannya masih tampak rapi. Menurut Winantu, pemeriksaannya mengenai gaji dan tunjangan serta honorarium yang diterima LHI selama menjadi anggota DPR. “Jadi, saya dimintai keterangan mengenai gaji LHI,” katanya.

Dia menjelaskan, setiap anggota DPR menerima gaji pokok sebesar Rp 4,2 juta dan beberapa tunjangan, seperti tunjangan rumah, istri, kehormatan serta lainnya. “Total gaji pokok dan tunjangan semuanya Rp 60 juta,” ujar Winantu.

Selain gaji pokok, lanjutnya, LHI juga menerima honorarium jika menjadi anggota Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang Undang, menghadiri rapat kerja dan kegiatan anggota DPR yang sudah diagendakan Kesekjenan DPR.
 
“Kegiatan yang lain itu juga ada honorariumnya. Jadi, saya menjelaskan semua penghasilan yang diperoleh LHI selama menjadi anggota DPR dua periode.

Sudah saya jelaskan semuanya,” beber Winantu sambil bergegas masuk ke mobil Toyota Camry hitam yang sudah menunggunya.

Selain menjelaskan soal gaji yang diterima LHI, Winantu juga menyerahkan dokumen-dokumen mengenai aturan-aturan soal pemberian gaji, tunjangan serta honorarium seorang anggota DPR.

KPK mengorek keterangan Winantu untuk mengetahui pemasukan LHI sebagai anggota DPR. Data tersebut digunakan untuk menentukan profil kekayaan LHI sebagai anggota DPR. Jika ada harta yang tidak wajar di luar profil sebagai anggota DPR, dan tidak bisa dipertanggungjawabkan asal-usulnya, maka bisa dikenakan pasal pencucian uang.

Saat ini, KPK tengah melacak aset-aset LHI yang diduga digunakan untuk pencucian uang. Aset yang sudah diidentifikasi KPK adalah sebuah perumahan tipe klaster di Batu Ampar, Condet, Jakarta Timur. Tanah itu diduga milik LHI yang dibeli dari seorang purnawirawan TNI bernama Tanu Margono seharga Rp 1,3 miliar. Di atas tanah tersebut sudah dibangun 4 rumah berasitektur modern yang terlihat masih mulus. KPK juga menyangka mobil Toyota FJ Cruiser milik tersangka kasus suap kuota impor daging sapi Ahmad Fathanah (AF) adalah milik LHI. Mobil itu telah disita KPK.

Pengacara LHI, Zainuddin Paru berkeyakinan bahwa tak akan ada aset LHI yang disita KPK. Soalnya, menurut dia, aset-aset milik LHI tidak ada yang diperoleh dari hasil kejahatan atau tindak pidana.

Mengenai tanah dan perumahan di Batu Ampar, Paru menyatakan bahwa aset tersebut masih dalam tahap kredit. “Meski namanya atas nama LHI, tapi itu masih bank, karena belum lunas. Kalau disebut kepemilikan itu kan jika sudah lunas,” katanya saat dihubungi, tadi malam.

Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) atas nama Luthfi Hasan Ishaaq tahun 2003, bekas anggota Komisi I DPR itu memiliki total kekayaan senilai Rp 381,1 juta. Dengan rincian, tanah dan bangunan 360 dan 200 meter persegi di Kodya Jakarta Timur senilai Rp 224,1 juta. Kemudian, 3 mobil total Rp 157 juta. Tiga mobil tersebut adalah dua mobil merek Peugot dan Opel Blazer tahun 2000.

Pada LHKPN tahun 2009, total kekayaan Luthfi bertambah sekitar Rp 600 juta menjadi Rp 1.066 miliar. Rinciannya, harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan yang bertambah nilai menjadi Rp 302,9 juta, dan harta bergerak berupa alat transportasi dan mesin lainnya senilai total Rp 900 juta.

Mobil-mobil tersebut yaitu mobil Nissan Serena tahun 2004 seharga Rp 250 juta, mobil Nissan X-Trail yang dibeli tahun 2004 senilai Rp 280 juta dan mobil Honda CR-V th 2007 yang dibeli pada 2007 seharga 340 juta.

REKA ULANG
Diduga Cuci Uang Di Empat Rumah


Gara-gara kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi, bekas anggota Komisi I DPR Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) juga disangka melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Salah satu yang dicurigai KPK sebagai tempat pencucian uang itu adalah sebuah perumahan tipe cluster di Jalan Batu Ampar III, RT 009 RW 09, Kelurahan Batu Ampar, Condet, Jakarta Timur. 

Pantauan Rakyat Merdeka, di tanah seluas 4200 meter persegi itu berdiri empat rumah modern yang terlihat masih mulus. Empat rumah tersebut berlantai dua, bercat putih dengan aksen hitam. Masing-masing rumah mempunyai taman seluas 4 kali 3 meter yang terawat.

Terkait perumahan ini, penyidik KPK memeriksa pensiunan TNI bernama Tanu Margono dan ibu rumah tangga, Yatje Margono sebagai saksi pada 19 April lalu. Tanu datang ke Gedung KPK ditemani bekas Komandan Pusat Polisi Militer Mayjen (purn) Syamsu Djalal.

Menurut Syamsu, pemeriksaan itu kemungkinan mengenai sebidang tanah milik Tanu yang dibeli PKS. “Mungkin uangnya itu hasil pencucian uang,” duga Syamsu di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.
Kata Syamsu, tanah yang dibeli petinggi PKS itu berada di bilangan Condet, Jakarta Timur. Tanah sekitar 4.000 meter persegi itu, kemudian dibangun menjadi kompleks perumahan khusus bagi petinggi PKS.

Untuk menelusuri aset LHI, KPK juga memeriksa Bendahara Umum PKS Machfudz Abdurrahman sebagai saksi pada Rabu (17/4) lalu. Machfudz tiba di Gedung KPK pukul 9.30. Saat keluar dari Gedung KPK Pukul 16.40, wajahnya terlihat lelah.

Saat akan meninggalkan Gedung KPK, Machfudz mengaku tidak ditanya penyidik mengenai rumah di Kompleks PKS, Batu Ampar, Condet, Jakarta Timur yang diduga milik Luthfi. “Tidak ada, tidak ada,” ucapnya.

Machfudz mengaku ditanya 10 pertanyaan oleh penyidik. Antara lain soal aset dan laporan keuangan PKS. “Saya dimintai keterangan mengenai mobil mana yang milik partai, dan mana yang milik LHI. Sudah saya jelaskan semuanya ke penyidik,” akunya.

Kata Mahfudz, di antara mobil-mobil tersebut ada yang disita KPK, yakni VW Caravelle. “Tapi, itu punya partai,” kata Machfudz.

Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi Sapto Prabowo, penyidik telah mengidentifikasi aset-aset milik LHI yang diduga berkaitan dengan pencucian uang. Namun hingga kini, KPK belum menyita satu pun aset LHI yang teridentifikasi tersebut. “Nanti kami sampaikan,” ucapnya.

Johan hanya menyebut, satu dari empat mobil milik tersangka kasus sapi Ahmad Fathanah (AF) yang sudah disita KPK, diduga milik LHI. Seperti diketahui, AF adalah kawan LHI. “Mobil FJ Cruiser itu diduga terkait LHI,” ucapnya.

KPK telah menyita empat mobil yang diduga milik AF. Empat mobil tersebut yaitu, Toyota FJ Cruiser hitam bernomor polisi B 1330 SZZ, Toyota Alpard putih bernomor polisi B 53 FTI, Toyota Land Cruiser Prado TX hitam bernomor polisi B 1739 WFN, dan Mercy C 200 hitam bernomor polisi B 8749 BS.

Bermula Dari Aset Tak Masuk LHKPN

Alex Sato Bya, Bekas Jamdatun

Bekas Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Alex Sato Bya mengatakan, pemeriksaan Sekjen DPR Winantuningtyas sebagai saksi merupakan langkah KPK untuk bergegas melengkapi berkas pemeriksaan tersangka kasus pencucian uang Luthfi Hasan Ishaaq (LHI).

Kata dia, pemeriksaan tersebut untuk mengetahui seberapa besar harta yang mungkin dimiliki seorang anggota DPR seperti LHI. Seperti diketahui, saat ditetapkan sebagai tersangka, LHI adalah anggota Komisi I DPR.

Menurut Alex, jika LHI memiliki harta atau kekayaan yang tidak sesuai dengan profil anggota DPR, dan kemudian tidak bisa dibuktikan di pengadilan dari mana kekayaan itu berasal, KPK bisa menyerahkannya kepada negara.

“Berdasarkan Undang Undang Pencucian Uang, KPK bisa menyita aset tersebut dan jika hakim memutuskan, bisa dikembalikan ke negara,” katanya, kemarin.

Penelusuran kasus pencucian uang, lanjut Alex, biasanya dikembangkan dari aset milik tersangka dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Jika ada aset milik tersangka yang tidak dimasukkan ke dalam LHKPN yang kemudian tak sesuai profil, maka KPK bisa mulai ke penyidikan.

Melalui kasus pencucian uang, menurutnya, KPK juga bisa menemukan apakah ada tindak pidana korupsi yang lain. Patut diduga juga, katanya, LHI melakukan pencucian uang tidak sendirian.

“Dengan pasal TPPU, KPK bisa meluaskan kasus. Tidak hanya kasus impor sapi, tapi juga kasus yang lain. Bisa juga ada kasus korupsi yang lebih besar,” tandasnya.

Kendati begitu, sejauh ini belum ada aset LHI yang disita KPK. Menurut Alex, menelusuri aset yang digunakan untuk pencucian uang tidak mudah. Soalnya, aset tersebut diduga disembunyikan atau dikaburkan kepemilikannya oleh tersangka. Sebab itu, KPK perlu kehati-hatian agar tidak salah menyita aset.

Persidangan LHI Akan Ungkap Mafia Daging Sapi Impor
Ahmad Basarah, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Ahmad Basarah meminta Komisi Pemberantasan Korupsi agar menelusuri semua pihak yang diduga terlibat kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi.

Basarah juga meminta KPK untuk segera menyelesaikan berkas pemeriksaan kasus pencucian uang LHI, dan segera melimpahkannya ke tahap penuntutan agar kasus tersebut bisa segera disidangkan.

Menurut dia, persidangan LHI akan menjawab tanda tanya publik tentang permainan kuota impor daging sapi yang selama ini diduga menjadi lahan “bisnis” antara oknum-oknum anggota DPR dan oknum-oknum pemerintah.

“Publik akan mengetahui, apakah selama ini pengurusan impor daging sapi itu dilakukan sesuai prosedur atau tidak,” kata Basarah, kemarin.

Dia juga meminta KPK segera menetapkan aset-aset LHI yang digunakan untuk mencuci uang. Kata Basarah, jika memang sudah cukup bukti bahwa ada aset dari hasil kejahatan, KPK jangan ragu bertindak.

“Hati-hati memang perlu, tapi jika sudah yakin ada aset yang tidak sesuai profil anggota DPR dan diduga dari hasil kejahatan, sita saja,” tandasnya.

Basarah menambahkan, dari sisi yang disangka disuap, patut diduga LHI melakukan aksinya tidak hanya bersama tersangka Ahmad Fathanah (AF).

Tindakan tersebut patut ditelusuri KPK, apakah melibatkan pihak lain, seperti pihak Kementerian Pertanian.

Sebagian penyuap dalam kasus ini, yakni Direktur PT Indoguna Utama Juard Effendi dan Arya Abdi Effendy sudah disidangkan. Kata Basarah, sudah sepatutnya jika KPK juga menetapkan tersangka baru sebagai bentuk bahwa kasus ini tengah berjalan.

“Keterlambatan mengumumkan tersangka baru dari pihak ekesekutif, mudah-mudahan karena ada alasan-alasan strategis, bukan karena kekurangan alat bukti,” ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA