Hal itu tersirat dalam cuplikan rekaÂman hasil sadapan telepon KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Isi percakapan ayah-anak itu antara lain, “Nggak ada kata sombong angkuh kalau sudah berÂmain dengan Kuningan, angÂkuh, sombong, arogan, engÂgak ada itu.â€
Dendy menanggapinya dengan suara pelan. “Iya, iya.†Lalu ZulÂkarÂnaen menyinggung nama poÂlitisi Partai Golkar. Menurutnya, bila Kuningan atau KPK berÂkeÂhendak memeriksa siapa pun, tiÂdak ada yang bisa menghalangi.
Maksud dia, kekuasaan politik siapa pun, termasuk elit DPR tak akan bisa menjamin nasib hukum seseorang. Dia membandingkan, kasusnya dengan perkara M NaÂzaruddin. Sekalipun ada nama beÂsar di belakang bekas Bendahara Umum Partai Demokrat itu, tetap saja yang bersangkuan diproses hukum oleh KPK.
Lagi-lagi, mendengar paparan ZulÂkarnaen, Dendy tak memÂbanÂtah alias mengiyakan. Dalam siÂdang Kamis (24/4) malam, ZulÂkarÂnaen membenarkan, suara saÂdapan telepon itu adalah suaÂraÂnya. Menurutnya, kontak telepon dilakukan karena sangat khawatir pada nasib anaknya.
Mencuatnya nama politisi seÂnior dalam kasus ini, sempat diÂsinggung hakim pada sidang deÂngan saksi Fahd A Rafiq. Dalam kesempatan mendengar rekaman telepon hasil sadapan KPK, haÂkim Hendra Yospin bertanya, apa poliÂtisi senior yang dibawa-bawa namaÂnya oleh Fahd menerima fee 0,5 persen dari total fee yang diteriÂma terdakwa Zulkarnaen dan Dendy.
Ketika itu Fahd menjawab, nama politisi senior Partai Golkar itu hanya dicatut namanya. “Saya ambil 0,5 persen feenya, sekitar Rp 200-300 juta,†tandas Fahd. Dia mengakui menuliskan nama poÂlitisi senior itu pada secarik kertas. Namun, jatah fee tersebut belakangan diambilnya.
Pemutaran rekaman sadapan telepon ini sebelumnya pernah diÂlaÂkukan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Bedanya kali ini, peÂmeÂrikÂsaan ditujukan untuk mengÂkonÂfirmasi keterangan terdakwa.
Zulkarnaen pun mengaku, suara dalam sadapan rekaman teÂlepon adalah suaranya. SambÂuÂngan telepon, kata dia, dilakukan karena Fahd berulang kali minta bantuan agar proyek Alquran dan laboratorium komputer di KeÂmenÂterian Agama dimenangkan perusahaan tertentu.
Zulkarnaen juga mengaku, meÂmenuhi permintaan Fahd deÂngan menghubungi pihak-pihak terÂkait. Dalam rekaman, Fahd perÂnah menghubungi Zulkarnaen. Saat itu, Fahd menyambungkan pembicaraan Zulkarnaen dengan salah seorang pegawai di KeÂmeÂnag. “Dibantulah, di tingkat imam kan sudah,†katanya.
Fahd juga pernah menghuÂbuÂngi Zulkarnaen agar bisa berÂbiÂcara keÂpada seseorang lainnya dari KeÂmenag bernama Bagus. Bagus diÂduga mengetahui proses admiÂnisÂtrasi pendaftaraan leÂlang. “Tolong dibantu dinda,†timpal Zul.
Lawan bicaranya pun menÂjanÂjikan Zul bantuan optimal. Yang penting dokumen yang diajukan proporsional, sehingga tidak meÂngundang kecurigaan.
Percakapan Zul kali ini sedikit agak panjang. Soalnya, pihak laÂwan bicara sedikit ngotot, meÂminÂta Zul agar melengkapi doÂkuÂmen secara proporsional. MeÂnuÂrutÂnya, hal itu ditujukan agar upaÂyanya melengkapi kekuÂraÂngan dokumen dapat dilakukan dengan mudah.
“Iya dibantulah dinda,†ucap Zul meminta perhatian laÂwan biÂcaranya. Tak lama kedÂuaÂnya terÂkekeh, “he he he....†PemÂbicaraan pun berakhir. Hakim Yospin kemÂbali menayakan Zul, apa subsÂtansi percakapan tersebut.
Zul menyatakan, pembicaraan itu terjadi karena ada permintaan Fahd agar dirinya membantu biÂcara dengan panitia lelang proyek Kemenag. Disampaikan, upaya itu juga dilakukan agar panitia lelang segera menetapkan pemeÂnang proyek pengadaan Alquran dan laboratorium komputer.
Politisi Partai Golkar Priyo Budi Santoso yang dikonfirmasi mengenai dugaan keterlibatanÂnya pada proyek ini, mengaku tiÂdak tahu-menahu ikhwal proyek tersebut. “Saya tidak tahu,†ceÂtusnya.
Reka UlangMengurai Uang Masuk Melalui 4 Rekening Perusahaan DendyMajelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menggali aliran uang dalam kasus korupsi peÂngadaan Alquran dan laboÂraÂtorium kÂomputer madrasah tsaÂnawiyah dan aliyah di KemÂenÂterian Agama.
Majelis hakim antara lain menÂdengarkan kesaksian Lidya AnÂgÂgraeni Putri. Bekas karyawan PT Perkasa Jaya Abadi Nusantara (PJAN). Lidya mengaku pernah diÂperintah atasannya, Dendy PraÂsetya, untuk mencairkan cek.
Dalam sidang pada Kamis petang (11/4), Lidya memÂbeÂberÂkan, pencairan cek dilakukan pada Desember 2011. Ia meÂngaÂku tak ingat tanggalnya. Selain mencairkan cek, dia juga pernah mendapati sejumlah aliran uang masuk ke rekening PT PJAN.
Dia menyatakan, transaksi maÂsuk ke rekening perusahaan, biaÂsanya diperuntukkan bagi pemÂÂÂbaÂyaran proyek. Tugasnya seÂlama bekerja di PT PJAN, lanjut Lidya, hanya mengÂkalkulasi dana masuk dan dana keluar. Dia mengaku tidak bisa memastikan, siapa yang mengÂirim dana ke rekening PJAN.
Menurutnya, rekening PT PJAN terdiri dari dua rekening Bank Mandiri Cabang DPR dan dua rekening BCA, satu di CaÂbang Bidakara dan satu lagi di Cabang Margonda, Depok. Jadi total ada empat rekening. “Yang saya tahu, dana yang maÂsuk di reÂkening perusahaan adaÂlah uang pembayaran proÂyek,†katanya.
Dia juga mengaku tak tahu-menahu bila perusahaannya terÂlibat pengurusan proyek Alquran dan laboratorium komputer unÂtuk madrasah di Kementerian AgaÂÂma. Soalnya, proyek yang biaÂsaÂnya digarap PT PJAN meÂliputi bidang jasa teleÂkoÂmuÂniÂkasi seÂperti pemÂbangunan BTS provider seluler.
Menjawab pertanyaan terkait pencairan cek, Lidya meÂnyaÂtaÂkan, pernah diperintah Dendy PraÂsetya untuk mencairkan cek. Nominal cek yang dicairkan perÂtama senilai Rp 1,5 miliar. Begitu cek cair, dia memasukkan dana tersebut ke rekening PJAN. Dia juga pernah mencairkan beberapa lembar cek senilai Rp 1,7 miliar ke rekening PJAN. Sehingga, jumlahnya Rp 3,2 miliar.
Namun, dia mengaku tak ingat, darimana cek berasal serta dalam kaitan pekerjaan apa cek tersebut dibayarkan ke PJAN. “Saya tidak tahu untuk pembayaraan proyek apa,†katanya.
Tapi, apa yang disampaikan saksi meringankan ini, bertolak belakang dengan dakwaan jaksa penuntut umum KPK, bahwa penÂcairan cek dan aliran dana ke rekening PT PJAN terkait fee proÂyek pengadaan Alquran dan labÂkom. Dalam dakwaan digamÂbarÂkan, PT PJAN merupakan penamÂpung uang fee proyek pengadaan Alquran dan labkom madrasah.
Dalam pengadaan Alquran, rekanan PT PJAN, yakni PT Batu Karya Mas (BKM) yang dimiliki oleh Abdul Kadir Alaydrus diÂduga mentransfer uang Rp 9,650 miliar pada Desember 2011. Sementara untuk proyek labkom, Abdul Kadir diduga menggeÂlonÂtorÂkan dana Rp 4,740 miliar. Uang tersebut diduga sebagai imÂbalan atas upaya terdakwa memeÂnangkan PT BKM sebagai pelakÂsana proyek. “Saya tidak tahu, dana itu untuk keperluan proyek apa,†aku Lidya.
Yang Disebut Mesti Dihadirkan Ke PersidanganDesmon J Mahesa, Anggota Komisi III DPRAnggota Komisi III DPR DesÂmon J Mahesa menilai, perÂsidangan kasus dugaan korupsi pengadaan Alquran dan laboÂratorium komputer di KeÂmenÂterian Agama menunjukkan peÂran berbagai pihak. Oleh seÂbab itu, hakim, jaksa dan penyidik KPK perlu jeli menilai subsÂtansi perkara.
“Fakta-fakta di persidangan menjadi modal untuk meÂngungÂkap keterlibatan pihak lain dalam kasus ini,†katanya. Dia pun meminta penegak huÂkum proporsional dalam meÂninÂdaklanjuti persoalan ini.
Hal tersebut ditujukan supÂaÂya pokok perkara tidak mÂeÂlenÂceng alias melebar. DiÂsampaiÂkan juga, dalam persidangan kasus ini sederet nama telah diÂsebutkan. Hal itu dengan senÂdiÂrinya membuka peluang bagi penegak hukum untuk mengÂklarifikasi data dan fakta ke berbagai kalangan.
Diharapkan, dari situ hakim mampu menciptakan rasa keÂadilan bagi terdakwa dan maÂsyaÂrakat. Karenanya, hakim, jakÂsa dan penyidik tidak boleh ragu-ragu dalam memeriksa siapa pun. “Mereka punya otoÂriÂtas untuk mengklarifikasi fakta-fakta,†ucapnya.
Besar harapannya, nama-nama para pihak yang disebut dalam persidangan dihadirkan pada sidang. Dikorek keteraÂnganÂnya dalam kapasitas sebaÂgai saksi secara terbuka. Sebab lagi-lagi, dia yakin, dari situ akan diperoleh kebenaran yang sedikit banyak mampu menjaÂbarkan dugaan keterlibatan berbagai pihak.
Di sisi lain, kesaksian itu mungkin bisa menjadi upaya unÂtuk membersihkan nama orang-orang yang selama ini diÂseret-seret, baik oleh terÂdakÂwa maupun saksi-saksi. Itu pun jika mereka terbukti tidak terlibat. Tapi kalau cukup bukti keterliÂbaÂtan mereka, KPK tidak perlu meÂnetapkan tersangka baru.
Masyarakat Perlu Dengar LangsungMarwan Batubara, Koordinator KPKNKoordinator LSM KoÂmiÂte Penyelamat Kekayaan NeÂgara (KPKN) Marwan BatuÂbara menilai, pengungkapan perkara korupsi proyek peÂngaÂdaan Alquran dan laboratorium komputer berjalan lamban.
Masalahnya, hakim belum memerintahkan jaksa untuk menghadirkan semua orang yang disebut namanya ke perÂsiÂdangan. “Hakim bisa meÂmangÂgil mereka sebagai saksi persidangan,†katanya.
Bila hal tersebut dilakukan, langÂkah itu masuk sebagai suatu upaya yang patut diÂapÂreÂsiasi positif. Sebab, lanjutnya, masyarakat bisa mendengar seÂcara langsung apa yang diÂsamÂpaikan. Sidang terbuka ini juga akan memberi gambaran bagi masyarakat mengenai dugaan keterlibatan pihak lainnya.
Dengan begitu, masyarakat bisa menilai, apakah keterangan terdakwa dan saksi-saksi benar atau tidak. Dia menambahkan, saksi-saksi memang sudah diperiksa KPK. Namun hal ini berbeda substansi. Dia bilang, sifat dari penyidikan KPK tertutup. Sementara kesaksian di persidangan, bersifat terbuka untuk umum.
“Prinsipnya, siapa pun yang diperiksa sebagai saksi di KPK, pada gilirannya akan dihadirÂkan di persidangan,†ucapnya. Akan tetapi, dia meminta agar proses menghadirkan saksi-saksi tersebut dilaksanakan seÂcara cepat. “Jangan berlama-lama,†tandasnya.
Dia menambahkan, penguÂsuÂtan perkara ini juga perlu diinÂtensifkan. Soalnya, rangkaian peÂnanganan kasus tersebut, beÂlakangan menjerat tersangka baru lainnya. Penetapan status terÂsangka baru itu, menunÂjukÂkan bahwa rangkaian penÂyiÂdiÂkan kasus ini belum tuntas. Dia pun tidak mau bila pengusutan kasus ini, terkesan seperti diciÂcil-cicil oleh KPK. [Harian Rakyat Merdeka]
BERITA TERKAIT: