Lima Surat Untuk Mentan Disampaikan Melalui Luthfi

Terungkap Dalam Dakwaan Arya Dan Juard Effendi

Minggu, 28 April 2013, 08:49 WIB
Lima Surat Untuk Mentan Disampaikan Melalui Luthfi
Luthfi Hasan Ishaaq
rmol news logo Dua tersangka kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi, Arya Abdi Effendi (AAE) dan Juard Effendi (JE) telah menjalani sidang perdana. Mereka terlibat urusan pengiriman surat untuk Menteri Pertanian Suswono. Tujuannya, untuk mendapatkan peningkatan kuota impor daging sapi. 

Dalam surat dakwaan disebutkan, terdakwa I Arya Abdi Effendy alias Dio, Direktur Operasi PT Indoguna Utama (IU) dan terdakwa II Juard Effendi, Direktur HRD dan General Affair PT IU pernah menemui Suharyono, Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian (PVTPP). Arya dan Juard mendampingi Direktur Utama PT IU Maria Elizabeth Liman dan Elda Devianne Adiningrat.

Pertemuan bertujuan menyerahkan surat permohonan penambahan kuota impor daging sapi 2013 dari Grup PT IU sebanyak 8000 ton. Surat itu ditujukan kepada Menteri Pertanian Suswono. Surat itu disusun Priyoto atas perintah Juard.

Sedikitnya, ada lima surat yang disampaikan. Pertama, surat PT IU nomor IGN/201212-0027. Isinya permintaan agar kuota impor daging sapi 2013 mencapai 1000 ton. Surat ini ditandatangani Juard.

Kedua surat PT Sinar Terang Utama (STU) nomor 201212-006. Surat berisi permintaan penambahan kuota impor daging sebanyak 1500 ton ini, ditandatangani Direktur Debie Inrawati. Ketiga, surat CV Cahaya Karya Indah nomor 201212-010. Isinya, permohonan penambahan kuota impor daging sebanyak 2300 ton. Surat ditandatangani Direktur M Mulyono.

Surat keempat bernomor SCA/DKI/201212-003. Surat berasal dari CV Surya Cemerlang Abadi. Isinya, permintaan penambahan kuota daging sapi sebanyak 2200 ton.  Surat kelima berasal dari CV Nuansa Guna Utama. Surat bernomor NGU/DKI/201212-002 ini ditandatangani Direktur Hilda Irany Effendy. Isinya meminta penambahan kuota impor daging sebanyak 1000 ton.

“Semua surat ditandatangani 18 Desember 2012,” kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK M Rum dalam sidang pada Kamis malam (25/4) lalu.

Tapi, agenda penyerahan surat di Angus Steak House, Senayan City menemui kendala. Sebab, Suharyono menolak menerima surat-surat tersebut. Suharyono beralasan, belum mendapat perintah dari Menteri Pertanian Suswono tentang penambahan kuota daging sapi impor tahun 2013. Namun, Elda Devianne Adiningrat alias Dati alias Bunda menyerahkan surat itu ke Ahmad Fathanah untuk disampaikan kepada Luthfi Hasan Ishaaq. 

Jaksa melanjutkan, sekitar Januari 2013, Luthfi menghubungi Baran Wirawan, Sekretaris Menteri Pertanian. Dia meminta Baran datang ke kantor DPP PKS. Dalam pertemuan, Luthfi berpesan agar Baran mengingatkan Mentan agar peka menghadapi isu harga daging sapi yang mahal, serta isu beredarnya daging celeng di masyarakat.

Skenario meloloskan penambahan kuota impor daging sapi ini, juga diintensifkan Maria. Pada pertemuan dengan Fathanah di Angus Steak House, Senayan City, 28 Januari lalu, Maria yang didampingi Arya menyanggupi permintaan Fathanah.

Isinya, akan memberikan dana Rp 1 miliar untuk operasional Luthfi membantu meloloskan permohonan PT IU grup.

Arya pun menghubungi Direktur Keuangan PT IU, Soraya Kusuma Effendi.

Terdakwa minta Soraya menyiapkan uang Rp 1 miliar. Soraya lalu memerintahkan kasir PT IU, Pudji Rahayu Aminingrum menyiapkan pencairan cek BCA KCP Jatibening nomor 351806 sebesar Rp 500 juta.

Pada 29 Januari, Maria mengabari Fathanah, uang itu bisa diambil sore hari.

“Terimakasih banyak ibu El, nanti saya sampaikan kabar gembira ini kepada ustad Luthfi,” sitir jaksa Rum, menirukan ucapan Fathanah.

Usut-punya usut, lanjut jaksa, uang Rp 1 miliar itu separuhnya berasal dari Komisaris PT Berkat Mandiri Prima Rudy Susanto, yakni sebesar Rp 500 juta.

Singkat cerita, Fathanah pun datang ke PT IU mengendarai Land Cruiser Prado B 1739 WFN.

Di PT IU, Fathanah bertemu Juard, Rudy Susanto dan Arya di ruang rapat.

Setelah bercakap-cakap, Juard dan Rudy menyerahkan uang Rp 1 miliar ke Fathanah. Uang itu diletakkan Fathanah di jok belakang mobilnya.

Lalu, Fathanah menelepon Luthfi bahwa uang pemberian Maria sudah diterima. “Iya, iya nanti, saya lagi di atas panggung,” jawab Luthfi seperti dikutip jaksa Rum. Selanjutnya, Fathanah menemui seorang perempuan muda bernama Maharany Suciyono di Hotel Le Meridien, Jakarta.

Fathanah menyerahkan uang Rp 10 juta kepada Maharany. Kemudian, Rp 10 juta disisihkan untuk dirinya. Tak lama berselang, petugas KPK menangkap Fathanah. Petugas pun menyita uang Rp 1 miliar yang semula untuk Luthfi guna memuluskan izin penambahan kuota impor daging sapi 2013.

REKA ULANG
Maria Elizabeth Liman Jadi Tersangka

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan Presiden Direktur PT Indoguna Utama, Maria Elizabeth Liman (MEL) sebagai tersangka kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi.
 
Maria adalah bos dari dua tersangka sebelumnya, Juard Effendi (JE) dan Arya Abdi Effendi (AAE). JE dan AAE disangka menyuap Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) melalui Ahmad Fathanah (AF). Sehingga, sekarang KPK telah menetapkan lima tersangka kasus ini.

Penetapan tersangka baru tersebut disampaikan Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo. Menurut Johan, keputusan penetapan tersangka itu merupakan hasil proses penyidikan dan gelar perkara yang dilakukan pada Selasa (16/4) lalu.

“Kesimpulannya, penyidik telah menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan MEL, dari swasta, sebagai tersangka,” kata Johan di kantornya.

MEL disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi, junto Pasal 55 ayat 1 KUHP yang ancamannya 5 tahun penjara. Dalam konstruksi hukum, MEL disangka menyuap LHI dan AF untuk memuluskan pengurusan jatah kuota impor daging sapi.

Johan menyatakan, penyidik masih mengembangkan kasus ini untuk mencari keterlibatan pihak lain. “Apakah pemberi atau penerima itu dilakukan sendiri atau ada pihak lain. Tapi, KPK tidak mengarah-arah. Bergantung kepada adanya alat bukti,” ucapnya.

Mengenai belum adanya tersangka dari pihak Kementerian Pertanian, Johan menyatakan, penyidik masih mendalami kasus ini. Kata dia, jika ada penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu terkait kewenangannya, bisa dikenakan pasal suap.

Sebelumnya, KPK telah mendalami pertemuan MEL dengan LHI, AF dan Menteri Pertanian Suswono di Hotel Santika, Medan, Sumatera Utara pada 13 Januari 2013. Namun, hingga kini, Suswono masih berstatus saksi.

 MEL sudah beberapa kali diperiksa penyidik sebagai saksi. Pada pemeriksaan Rabu (27/2) lalu, dia membantah memerintahkan JE dan AAE untuk memberikan uang Rp 1 miliar kepada AF. Bahkan saat itu, dia yakin tidak akan terseret pusaran kasus ini. “Tidak mungkin saya jadi tersangka,” katanya saat itu.

MEL pun membantah pertemuan di Medan itu untuk mengatur kuota impor daging sapi. Menurut dia, dalam pertemuan itu hanya dibahas mengenai rencana penyelenggaraan seminar untuk mengetahui kebutuhan daging dalam negeri.

Pengacara MEL, Denny Kailimang mengaku kaget mendengar penetapan kliennya sebagai tersangka. Denny mengklaim, kliennya adalah pihak yang tidak bersalah dalam kasus ini.

KPK Tak Bisa Dikendalikan Kekuatan Politik
Daday Hudaya, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Daday Hudaya mengapresiasi penanganan perkara korupsi pengurusan kuota impor daging sapi. Dia berharap, pengusutan perkara yang dikenal sebagai kasus sapi ini, dilakukan KPK secara proporsional dan transparan.

Dia menyatakan, penanganan kasus sapi menunjukkan bahwa legitimasi hukum masih ada. “KPK tidak bisa dikendalikan siapapun. Termasuk kekuatan politik sekalipun. Hal ini, idealnya juga berlaku dalam menindaklanjuti semua bentuk pelanggaran hukum,” katanya.

Menurut Daday, keberanian dan independensi KPK hendaknya bisa menjadi teladan. Atau setidaknya, menjadi pembelajaran bagi lembaga penegak hukum lain dalam menentukan sikap. Bermodalkan ketegasan sikap ini, otomatis hukum akan tetap menjadi garda terdepan dalam kehidupan berdemokrasi.

Ia menguraikan, idealnya hukum tidak boleh kalah oleh kekuatan apapun, termasuk politik. “Negara berdasarkan hukum itu harus dijunjung tinggi-tinggi oleh siapapun,” tegasnya.

Daday juga bersimpati terhadap ketaatan tersangka dan terdakwa menjalani proses hukum.  “Selama teman-teman taat azas hukum, kita mendukung langkah-langkah hukum yang diambil,” ucapnya.

Sebagai sesama politisi, dia yakin, para koleganya di DPR konsekuen dalam mempertanggungjawabkan setiap tindakannya. Kesadaran hukum politisi DPR belakangan ini, menurut Daday, sudah menunjukkan kemajuan.

“Karena pada prinsipnya, tidak ada yang kebal hukum. Jika bersalah, ya harus bertanggungjawab,” tandasnya.

Selangkah Lagi Tersangka Baru
Hendardi, Direktur Eksekutif Setara Institut

DIREKTUR Eksekutif Setara Institut Hendardi mengingatkan, perkara suap pengurusan kuota impor daging sapi, mau tidak mau bersinggungan dengan kebijakan Menteri Pertanian Suswono.
 
Menurut Hendardi, belum adanya penetapan status tersangka baru, kemungkinan dilatari belum terpenuhinya unsur tindak pidana. Belum terpenuhinya dua alat bukti. “Sepertinya KPK tinggal selangkah lagi menetapkan tersangka baru,” katanya.

Dia menambahkan, penetapan status tersangka pada seorang menteri bisa berefek besar. Apalagi, jika menteri itu orang partai politik. Dengan kata lain, dampak yang ditimbulkan bukan sebatas pada kementerian yang dipimpin. Tapi juga pada konstituen parpol. Sehingga, KPK mesti betul-betul yakin pada alat bukti yang dikantonginya. “Ini berefek sangat dahsyat bagi kementerian dan parpol,” tandasnya.

Sedikit banyak, status hukum seperti itu bakal mempengaruhi mental dan psikis ribuan pegawai kementerian, berikut konstituen partai politiknya. Lantaran itu, dia memandang perlu ada metoda tertentu untuk mengantipasi kemungkinan terburuk.

Sekalipun demikian, Hendardi berharap, kelak bila dipanggil ke persidangan sebagai saksi, Menteri Pertanian mau memberikan kesaksian secara utuh. Dengan kata lain, mau datang serta bersikap kooperatif menyelesaikan persoalan.

Sebab dari situ, penegak hukum dan masyarakat bisa mengukur, apakah Mentan terlibat atau tidak. “Prinsipnya, Mentan bisa dipanggil sebagai saksi di pengadilan. Soal status hukumnya meningkat atau tidak, hal itu merupakan otoritas KPK,” ucapnya.

Hendardi tidak sepakat bila KPK disebut takut atau ewuh-pakewuh dalam menetapkan tersangka baru kasus ini. Dia yakin, penyidik KPK terukur dalam menentukan arah penanganan kasus ini.

Yang penting, para tersangka lainnya segera masuk persidangan. Dengan begitu, dugaan keterkaitan pihak lain bisa digali secara terbuka. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA