Penyidik Kejaksaan Agung mendatangi Rutan Salemba, Jakarta, untuk memeriksa Herly Isdiharsono sebagai saksi pada Senin (22/4) lalu.
Pemeriksaan enam jam ini untuk melengkapi berkas perkara tersangka Sarah Lalo, bekas Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Sehari kemudian, Selasa (23/4), penyidik kembali mendatangi Rutan Salemba untuk meminta tanda tangan Herly pada berkas pemeriksaan saksi.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi mengatakan pemeriksaan terhadap Herly ini juga untuk menuntaskan berkas pemeriksaan Sarah. Dengan langkah ini, Kejaksaan berhrap bisa mengetahui oknum pegawai lain yang terlibat dalam perkara penanganan pajak yang sempat menyeret Dhana Widyatmika (DW). Pengembangan itu menyangkut Pasal 55 KUHP tentang keikutsertaan pihak lain.
Pemeriksaan Herly kali ini, kata Untung, diharapkan mampu memberi masukan kepada penyidik tentang peran Sarah. Dengan kejelasan peran tersangka, penyidik akan melengkapi berkas perkara Sarah.
Hal itu penting mengingat jaksa menilai masih ada kekurangan syarat formil dan materil pada berkas perkara Sarah. “Kami melengkapi kekurangan itu dengan memeriksa Herly,†ucapnya.
Untung membeberkan, pemeriksaan Herly tersebut dimulai pukul 10.00 WIB, kemarin. Teman seprofesi DW di Ditjen Pajak itu, diminta penyidik untuk menjawab sedikitnya 20 pertanyaan mengenai Sarah.
Seorang petugas Rutan Salemba menginformasikan, pemeriksaan berlangsung sekitar enam jam. Pada pemeriksaan di ruang tamu tahanan ini, menurutnya, Herly tampak kooperatif menjawab pertanyaan penyidik.
Menurut Untung, pemeriksaan tersebut antara lain mengenai perkenalan Herly dengan Sarah. “Yang pasti, terpidana Herly diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi untuk tersangka Sarah Lalo,†ujar bekas Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan ini.
Sarah disangka terlibat perkara penyelewengan pajak bersama-sama sejumlah PNS Ditjen Pajak yakni Dhana, Herly, Firman, Salman Maghfiroh, dan pihak swasta yaitu Direktur Utama PT Mutiara Virgo Johnny Basuki.
Di luar fokus melengkapi berkas perkara Sarah, Untung menambahkan, kepentingan mengorek kesaksian Herly juga berkaitan dengan upaya menyingkap dugaan keterlibatan pihak lain. Yakni, istri Dhana Widyatmika, Dian Anggraeni dan istri muda Herly Isdiharsono, Novie Ramdhani. Sebab, sejak awal penyidikan perkara ini, kedua istri terpidana itu dicurigai menerima aliran dana hasil kejahatan DW dan Herly. Â
Penyidik, lanjut Untung, juga mengagendakan pemeriksaan saksi-saksi lain untuk mengkonfrontir keterangan yang sudah ada. Tetapi, Untung belum mau memastikan, siapa saja saksi-saksi tambahan yang akan dikorek keterangannya.Â
“Terpidana lainnya bisa juga dijadikan saksi untuk tersangka Sarah Lalo,†tandasnya.
Dia menambahkan, kejaksaan tidak menghentikan penyidikan perkara tersangka Sarah Lalo. Menurutnya, penuntasan berkas perkara Sarah justru dikebut. “Ini penting dilaksanakan, mengingat masih ada beberapa pihak yang belum dimintai pertanggungjawaban hukum,†tandasnya.
Apalagi sebelumnya, Jaksa Agung Basrief Arief menjanjikan segera menyelesaikan kasus Sarah. Dia pun menyatakan, bila ada temuan baru yang dianggap penting atau krusial, Kejagung tidak segan-segan untuk membuka penyidikan baru.
Karena itu, dia memerintahkan penyidik agar mengembangkan semua fakta yang terungkap di persidangan, maupun temuan dalam penyidikan, dikembangkan secara proporsional.
REKA ULANG
Berawal Dari Suap Perusahaan Rp 30 Miliar
Satu orang lagi PNS Ditjen Pajak Kementerian Keuangan ditetapkan penyidik Kejaksaan Agung sebagai tersangka kasus korupsi penanganan pajak ini.
Tersangka itu Sarah Lalo (SL), bekas Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Penetapan tersangka SL merupakan hasil pengembangan perkara salah satu tersangka kasus ini, konsultan pajak Hendro Tirtajaya (HT).
“Dari pengembangan perkara HT, penyidik mendapatkan fakta hukum yang dapat disimpulkan sebagai alat bukti untuk menetapkan SL sebagai tersangka,†ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman di Jakarta. Kini, Adi menjabat Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung.
Menurut Adi, SL merupakan Ketua Tim Pemeriksa Pajak PT Mutiara Virgo (MV), dimana Dhana Widyatmika (DW) juga menjadi anggota tim pemeriksa.
Berdasarkan surat dakwaan DW, tercantum nama sejumlah petugas Ditjen Pajak yang menangani pajak PT MV. Penanganan pajak itu berbau suap atau gratifikasi.
DW dikenakan tiga dakwaan. Dakwaan pertama menyangkut PT MV milik Johnny Basuki pada 2003 dan 2004, yang semestinya membayar pajak lebih dari Rp 30 miliar.
Berdasarkan kajian tersangka Herly Isdiharsono terhadap perusahaan itu, dibentuklah Tim Pemeriksa Gabungan untuk mengurusi pajak tersebut. Tim itu terdiri dari, Supervisor Anggun Prayitno, Ketua Tim Sarah Lalo, anggota tim Herly Isdiharsono dan Farid Agus Mubarok.
Dia menyebutkan, Herly, Johnny dan Hendro tahu jika kewajiban pajak PT MV seharusnya lebih besar dari Rp 30 miliar, namun mereka sepakat untuk menguranginya. Kesepakatannya adalah Johnny bersedia membayar Rp 30 miliar yang meliputi, uang untuk membayar kewajiban pajak yang telah dikurangi dan fee bagi petugas atas jasa mengurangi kewajiban pajak itu.
Hasil penghitungan pajak PT MV kemudian dituangkan ke dalam Laporan Hasil Pemeriksaan, sehingga Johnny membayar sebesar Rp 10.882.000.000 (sepuluh miliar delapan ratus delapan puluh dua juta rupiah).
Kemudian, Johnny memberikan Rp 20.882.000.000 (dua puluh miliar delapan ratus delapan puluh dua juta rupiah) melalui BCA cabang Rantai Mulya Kencana, kepada Hendro.
Selanjutnya, oleh Hendro dicairkan dan dititipkan ke rekening pegawai Puri Spa miliknya atas nama Liana Apriyani di Bank BCA Cabang Rantai Mulya Kencana. Sedangkan sisanya, Rp 9.118.000.000 (sembilan miliar seratus delapan belas juta rupiah) diserahkan Hendro kepada Herly secara tunai.
Seluruh uang pemberian Johnny kepada para petugas pajak yang mengurangi kewajiban pembayaran pajak itu, lebih dahulu dikumpulkan di rekening penampungan, antara lain Rekening BCA Cabang Rantai Mulya Kencana atas nama Liana Apriyani Nomor Rekening 7090137764, dan rekening Bank Panin Cabang Pasar Puri Indah Jakarta Barat atas nama Veemy Solichin Nomor Rekening 1452030079.
Â
Kemudian, atas perintah Herly, uang itu dibagikan ke beberapa rekening. Antara lain ke rekening DW sebesar Rp 2.000.000.000 (dua miliar rupiah). Belakangan, Kejagung juga menetapkan Sarah sebagai tersangka kasus ini.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung sudah menetapkan enam tersangka kasus ini, yakni Dari Ditjen Pajak Dhana Widyatmika, Firman, Herly Isdiharsono, Salman Maghfiron, konsultan pajak Hendro Tirtawijaya dan wajib pajak Johnny Basuki.
Ada Konspirasi, Usut Dari Bawah Sampai Atas Dong
Yahdil Harahap, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Yahdil Abdi Harahap meminta Kejaksaan Agung mempercepat pengusutan perkara tersangka Sarah Lalo. Dia juga mendesak penanganan perkara yang dikenal sebagai kasus DW ini, dilanjutkan ke level yang lebih tinggi.
“Periksa pejabat-pejabat di atas para terpidana dan tersangka. Jangan ada yang disembunyikan. Dengan kata lain, penyidikan sudah sepatutnya dikembangkan secara vertikal. Bukan horisontal,†tandas politisi PAN ini.
Sebab, duganya, konstruksi penyelewengan penanganan pajak tidak terjadi hanya pada pejabat satu level. Soalnya, menurut dia, perkara pajak konspiratif. “Patut diduga, pelakunya merupakan komplotan terstruktur dari level bawah, sampai level atas,†tandas Yahdil.
Lantaran itu, dia berharap, Kejaksaan Agung berani mengambil terobosan hukum. Ia juga mempertanyakan, kenapa tersangka Sarah Lalo tidak ditahan seperti para tersangka lainnya. Perbedaan perlakuan itu, menurutnya, bisa mengundang kecurigaan masyarakat.
“Mengapa tersangka mendapat perlakuan berbeda dengan tersangka yang lain? Ini perlu dijelaskan secepatnya,†tandas Yahdil.
Dia pun meminta Kejaksaan Agung menangani kasus korupsi seperti ini secara utuh. Sekalipun sudah ada yang divonis hakim bersalah, toh pihak-pihak yang diduga terlibat harus diproses juga hingga ke pengadilan.
Â
“Mesti ada kepastian hukum. Tidak boleh digantung atau dibiarkan berlarut-larut. Ini bisa berbahaya,†ingatnya.
Penyelewengan Pajak Mudah Ditelusuri
Iwan Gunawan, Sekjen PMHI
Sekjen Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI) Iwan Gunawan menilai, penyelewengan pajak tidak bisa dilakukan individu. Lantaran itu, pengusutannya harus benar-benar terpadu.
Dia menilai, pola korupsi atau penyelewengan pajak umumnya bisa diidentifikasi. Kejahatan di lini ini biasanya dilakukan secara bersama-sama.
“Biasanya tidak hanya melibatkan serentet petugas pajak dan konsultan pajak, tapi juga wajib pajak. Karena itu, begitu ada penetapan satu tersangka, kasus seperti ini akan terkuak secara gamblang jika penanganannya benar,†tandas Iwan.
Ia pun mewanti-wanti agar kejaksaan hati-hati, jeli dan cepat menanggapi perkembangan kasus ini. “Kejaksaan diuji kemampuannya untuk mengungkap semua hal tanpa ada yang terlewatkan,†ucapnya.
Iwan menambahkan, patut diduga, konspirasi dalam perkara ini sejak awal sudah terjadi. Konspirasi itulah yang diduga membuat pengusutan kasus ini menemui kendala.
“Kesulitannya adalah, sejak awal, penanganan pajak ini patut diduga sudah didesain untuk dikorup atau diselewengkan,†tandasnya.
Lantaran itu, menurutnya, para pelaku inti kasus ini sangat berhati-hati melakukan manuver. Sebisa mungkin, mereka berupaya tidak meninggalkan jejak. “Di sinilah penyidik kejaksaan diuji kemampuannya untuk melakukan terobosan-terobosan,†katanya.
Pada prinsipnya, lanjut Iwan, setiap penyidik memiliki kemampuan atau insting untuk menemukan simpul perkara. Persoalannya, apakah penyidik mau menggunakan nalurinya secara maksimal atau tidak.
Dia pun meyakini, tidak ada kejahatan yang sempurna. Dengan keyakinan itu, Iwan optimis, kejahatan terencana atau sistematis pun, suatu saat bisa terbongkar.
“Jadi, tidak masuk akal jika kasus pajak Mutiara Virgo berhenti sampai di sini. Masih ada keterlibatan pihak lain yang perlu disampaikan kepada publik,†tandasnya. [Harian Rakyat Merdeka]
BERITA TERKAIT: