Mobil FJ Cruiser Fathanah Diduga Milik Luthfi Hasan

Lanjutan Kasus Sapi Dan Pencucian Uang

Jumat, 19 April 2013, 09:35 WIB
Mobil FJ Cruiser Fathanah Diduga Milik Luthfi Hasan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
rmol news logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanjutkan pemeriksaan saksi-saksi kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang berkaitan dengan
kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi.

Kemarin, KPK kembali memeriksa empat saksi untuk tersangka Luthfi Hasan Ishaaq, bekas Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Mereka adalah Direktur PT Cipta Inti Permindo, Yudi Setiawan, Komisaris PT Radina, Elda Devianne Adiningrat, karyawan PT Radina, Bio Adicta Denni Pramudia Adiningrat, dan seseorang bernama Ahmad Zaky. Semua saksi hadir, kecuali Denni Pramudia yang beralasan sakit.

Elda datang ke KPK sekitar pukul 10.40 WIB. Elda yang mengenakan batik berwarna krem, enggan berkomentar soal pemeriksaannya. Dia diperiksa 3 jam.

Pukul 12.30, ia keluar dari Gedung KPK. Di pintu keluar, Elda mengaku cuma ditanya tiga pertanyaan oleh penyidik. Setelah itu, tak ada lagi komentar dari mulutnya. Elda yang didampingi suaminya bergegas naik mobil Innova berwarna krem yang sudah menunggunya.

Elda sudah beberapa kali diperiksa sebagai saksi bagi tersangka Luthfi, baik itu untuk kasus daging sapi impor maupun TPPU.

Menurut Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo, penyidik masih menelusuri aset-aset milik LHI yang terkait pencucian uang. Dari hasil penelusuran tersebut, Johan menyatakan, satu dari empat mobil milik tersangka kasus sapi Ahmad Fathanah (AF) yang sudah disita KPK, diduga adalah milik LHI. Seperti diketahui, Fathanah adalah kawan Luthfi. “Mobil FJ Cruiser itu diduga terkait LHI,” ucap Johan, kemarin.

Sebelumnya, KPK telah menyita empat mobil yang diduga milik Fathanah. Empat mobil tersebut yaitu, Toyota FJ Cruiser hitam bernomor polisi B 1330 SZZ, Toyota Alpard putih bernomor polisi B 53 FTI, Toyota Land Cruiser Prado TX hitam bernomor polisi B 1739 WFN, dan Mercy C 200 hitam bernomor polisi B 8749 BS.

Untuk menelusuri aset Luthfi seperti mobil, KPK juga memeriksa Bendahara Umum PKS Machfudz Abdurrahman pada Rabu (17/4) lalu. Machfudz diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Luthfi dalam kasus pencucian uang.

Pada Rabu itu, KPK juga memeriksa enam saksi lain. Mereka adalah Yudi Setiawan dan pengacara bernama Achmad Rozi. Sisanya berasal dari pihak wiraswasta yaitu Hudzaifah Luthfi, Dina Kardiena Hakim, Ahmad Maulana dan Budiyanto. Hudzaifah adalah anak pertama Luthfi dari istri pertama, Sustiana Astika.

Machfudz tiba di Gedung KPK pukul 9.30. Mengenakan batik merah dengan bawahan coklat, Machfudz menumpang mobil Innova silver bernomor B 1361 KFR. Tak ada komentar saat kedatangannya. Begitu keluar mobil, ia buru-buru masuk lobi dan melapor ke resepsionis.

Machfudz diperiksa selama 7 jam. Pukul 16.40, dia keluar dari Gedung KPK. Wajahnya terlihat lelah. Machfudz mengaku ditanya 10 pertanyaan oleh penyidik. Antara lain soal aset dan laporan keuangan PKS. “Saya dimintai keterangan mengenai mobil mana yang milik partai, dan mana yang milik LHI. Sudah saya jelaskan semuanya ke penyidik,” akunya.

Menurutnya, di antara mobil-mobil tersebut ada yang disita KPK, yakni VW Caravelle. “Tapi, itu punya partai,” kata Machfudz.

Saat akan meninggalkan Gedung KPK, Machfudz mengaku tidak ditanya penyidik mengenai rumah di kompleks PKS, Batu Ampar, Condet, Jakarta Timur yang diduga milik Luthfi.

“Tidak ada, tidak ada,” ucapnya. Disinggung, apakah ada aliran dana miliaran rupiah dari Luthfi untuk PKS, Machfudz pun membantah.

Menurut Johan, penyidik masih melacak aset yang diduga milik LHI. “KPK sudah mengindentifikasi beberapa aset milik LHI, tapi mengenai apa saja asetnya, nanti kami sampaikan,” janjinya.

Sedangkan mengenai penyitaan mobil VW Caravelle, Johan mengaku belum bisa memastikannya. “Tapi jika memang ada penyitaan, itu hanya untuk mengamankan agar aset tidak berpindah tangan sampai hakim memutuskan.

Selain itu, untuk mengkalkulasi jika KPK melakukan tuntutan pengembalian harta,” katanya.

Menurut pengacara Lutfhi, Zainuddin Paru, penyitaan VW Caravel itu salah sasaran. KPK, katanya, tidak teliti melakukan penelusuran aset. “Saya belum tahu, tapi jika benar, itu kan mobil milik partai. Masak disita juga,” ujarnya.

Mengenai rumah yang diduga milik Luthfi di Kompleks PKS, Paru mengaku belum bisa menjelaskan. Menurut dia, saat ini tim kuasa hukum sedang mengumpulkan data mengenai aset yang diduga milik Luthfi untuk bisa dibuktikan di pengadilan.

REKA ULANG
Bantah Punya Peternakan Sapi & Kelinci

Pengacara tersangka Luthfi Hasan Ishaaq (LHI), Zainuddin Paru meminta KPK segera melimpahkan berkas pemeriksaan kliennya ke penuntutaan.

KPK, lanjut Paru, punya waktu dua minggu lagi untuk menyelesaikan berkas pemeriksaan Luthfi sebelum masa penahanan Luthfi habis pada akhir April ini.

“KPK tidak perlu berlama-lama. Di awal, KPK menyatakan sudah memegang alat bukti. Sekarang, tinggal buktikan saja sangkaan itu di pengadilan,” kata Paru, kemarin.

Menurut Paru, KPK belum menanyakan aset-aset milik kliennya. Aset-aset milik Luthfi itu, kata dia, semuanya sudah dimasukkan ke dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Paru juga membantah bahwa Luthfi memiliki sejumlah aset seperti perternakan sapi dan kelinci.

“Tidak ada itu perternakan, yang ada rumah di Malang. Tapi itu warisan dari orangtuanya,” tukasnya Sedangkan rumah yang ditempati Luthfi dan keluarganya di Jalan Haji Samali, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, menurut Paru, itu rumah kontrakan yang ditempati kliennya sejak 2011.

Siapa pemiliknya dan berapa harga sewa rumah tersebut, Paru mengaku belum bisa menjelaskannya. “Tentu kami akan mengumpulkan informasi dan dokumen untuk ditunjukkan di pengadilan nanti,” katanya.

Sebelumnya, KPK telah melimpahkan berkas dua tersangka kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi ke Pengadilan Tipikor Jakarta. Yang dilimpahkan itu adalah berkas tuntutan dua tersangka, yaitu Direktur PT Indoguna Utama Juard Effendi (JE) dan Arya Abdi Effendi (AAE).

“Mudah-mudahan minggu depan sudah ada sidang perdana untuk kasus ini,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi Sapto Prabowo di kantornya, Rabu (17/4).

Sedangkan berkas dua tersangka lain, yakni berkas pemeriksaan Luthfi dan koleganya, Ahmad Fathanah (AF), masih dilengkapi penyidik. Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi Sapto Prabowo, belum dilimpahkannya berkas tersangka LHI dan AF ke tahap penuntutan, bukan karena menunggu jalannya persidangan AAE dan JE. Namun, jika ada informasi baru yang diperoleh dalam persidangan, tentu KPK akan menindaklanjuti temuan tersebut.

Sebelum menggiring tersangka AAE dan JE ke penuntutan, KPK menggelar rekonstruksi kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi. Rekonstruksi tersebut dilakukan di kantor PT Indoguna Utama, kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Dalam rekontruksi tersebut, penyidik KPK membawa tiga tersangka, yakni Direktur PT Indoguna Utama AAE dan JE, serta Fathanah. Fathanah disangka menerima suap untuk diberikan kepada Luthfi yang saat peristiwa itu terjadi, masih menjabat Presiden PKS.

Rekonstruksi ini dilakukan karena penyidik ingin melihat atau memastikan, sejauh mana pengakuan para tersangka mengenai proses suap tersebut. “Lebih detail lagi, bagaimana proses penyerahan uang dari AAE ke AF,” kata Johan Budi.

Dia mengatakan, rekonstruksi itu digelar di kantor PT Indoguna Utama. Soalnya, di kantor importir daging sapi milik Maria Elisabeth Liman inilah disangka terjadi proses penyuapan.

Menurut Johan, proses rekonstruksi merupakan tahap akhir untuk melengkapi berkas penyidikan. Setelah itu, biasanya para tersangka segera dibawa ke tahap penuntutan, kemudian ke persidangan.

Parpol Jadi Tempat Favorit Nyuci Uang
Yenti Garnasih, Dosen Hukum Pidana

Dosen hukum pidana Universitas Trisakti Yenti Garnasih menyatakan, partai politik (parpol) merupakan organisasi yang mudah digunakan sebagai tempat melakukan pencucian uang.

Lemahnya perundang-undangan yang mengatur sumbangan bagi partai politik, menurut Yenti, menjadi alasan kenapa pencucian uang mudah sekali dilakukan di parpol. Pasalnya, dalam undang-undang tentang parpol yang mengatur tentang sumbangan perorangan, perusahaan atau kelompok. Saat ini yang dibatasi hanya jumlah sumbangan. Sedangkan asal-usul dari mana uang sumbangan tersebut, tidak diatur.

Menurut undang-undang, parpol tidak boleh menerima sumbangan dari pihak asing. Sumbangan perorangan dibatasi tak boleh lebih dari Rp 1 miliar, sementara untuk perusahaan atau kelompok tak lebih dari Rp 5 miliar.

“Ini yang menjadi alasan kenapa partai politik jadi tempat yang mudah untuk pencucian uang. Asal usul sumbangan itu tidak diatur. Jika sumbangan itu dari hasil kejahatan, tidak ada yang tahu,” kata Yenti, kemarin.

Selain itu, manajemen partai yang ala kadarnya, membuat parpol sulit diaudit keuangannya. “Padahal parpol juga diwajibkan untuk melakukan audit keuangan.

Tapi, sedikit parpol yang melaksanakan kewajiban itu,” ujar saksi ahli kasus pencucian uang ini.

Sebab itu, Yenti berharap KPK menelusuri uang atau aset hasil tindak pidana yang diduga mengalir ke partai politik apapun. Penelusuran itu sangat penting, mengingat partai yang mendapatkan uang dari hasil korupsi, akan menghasilkan pemimpin yang tidak berani memberantas korupsi.

“Jika mereka terpilih jadi anggota legislatif, pimpinan daerah atau pimpinan nasional, mereka akan terpasung dan tak akan berani melakukan pemberantasan korupsi,” tandasnya.

Dengan bantuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), KPK seharusnya bisa menelusuri aliran dana, jika memang ada aliran dana dari tersangka kasus korupsi ke partai politik.

“Tentu tidak mudah, karena akan banyak sekali transaksi keuangan. Kejelian dan ketelitian KPK akan diuji, bisa mengungkap atau tidak,” ucapnya.

Publik Bisa Curiga Jika Kasusnya Tidak Segera Dilimpahkan
Desmond J Mahesa, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Desmond J Mahesa memahami, pemeriksaan Bendahara Umum dan Sekjen PKS sebagai saksi, adalah untuk mengembangkan kasus suap kuota impor daging sapi dan pencucian uang dengan tersangka Luthfi Hasan Ishaaq (LHI).

Baik itu menelusuri keterlibatan pihak lain, atau menelusuri, apakah ada aliran dana ke partai. “Tentu KPK tidak sembarangan memanggil saksi, tapi sudah memiliki informasi awal untuk pengembangan kasus,” kata Desmond, kemarin.

Setiap orang yang dijadikan saksi, lanjutnya, bisa saja mengetahui, mendengar atau memiliki pengetahuan mengenai suatu kasus. “Bisa saja jabatan partai yang sekarang tidak ada hubungannya dengan kasus, bisa jadi karena posisi dia sebelumnya,” ucap politisi Partai Gerindra ini.

Sebab itu, ingat Desmond, KPK mesti profesional dan proporsional. Jangan sampai ada kesan, KPK hanya membidik partai tertentu. “Jika memang ada kesalahan, tentu bukan pada partainya. Partai tidak bisa disalahkan, yang bersalah ya orang-orang-orang yang melakukan kejahatan,” tuturnya.

Ia juga meminta KPK agar bisa segera melimpahkan berkas penyidikan LHI ke penuntutan sebelum masa tahanannya habis pada akhir bulan ini. Berkutat di penyidikan tanpa ada hasil yang signifikan, katanya, tentu akan membuat publik bertanya-tanya.
 
Menurut Desmond, yang membuat berkas LHI belum dilimpahkan ke penuntutan adalah kasus pencucian uang. Soalnya, hingga kemarin, KPK belum mengungkap aset-aset LHI yang terkait pencucian uang.

“Jangan sampai dalam menegakkan hukum, KPK melanggar hukum. Jangan sampai kredibelitas KPK runtuh karena tidak profesional menangani kasus ini,” wanti-wantinya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA