Polri Tahan Satu Tersangka Baru Perjalanan Tiket Dinas

Pekan Depan Berkas BPH Migas Dilimpahkan Ke Kejaksaan

Senin, 08 April 2013, 09:15 WIB
Polri Tahan Satu Tersangka Baru Perjalanan Tiket Dinas
ilustrasi/ist
rmol news logo Direktorat III Tindak Pidana Korupsi Bareskrim mengumumkan penahanan satu tersangka baru kasus dugaan korupsi nota dinas perjalanan Badan Pengatur Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).

Direktur III Tipikor Ba­res­krim Mabes Polri Brigjen Nur Ali me­ny­a­ta­kan, menyusul pen­etapan ter­sang­ka terhadap Koor­dinator Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPH Migas Edi M Su­hariadi, kepolisian menetap­kan satu tersangka baru. Ter­sangka baru itu adalah, Umar, Pe­jabat Pem­buat Komitmen (PPK) BPH Migas.

Nur membeberkan, tersangka Umar diduga bekerjasama de­ngan tersangka Edi dalam me­nyelewengkan anggaran per­ja­lanan dinas. Namun, Nur me­no­lak merinci bentuk penye­le­we­ngan yang dilakukan Umar.

 â€œDia sudah ditahan di Ru­tan Bareskrim sejak sepekan lalu,” ujar polisi yang dip­ro­mo­sikan menjadi Kapolda Sumatera Barat ini.

Menurutnya, penahanan dila­ku­kan mengingat tersangka di­nilai menyulitkan penyidikan. Se­lain itu, dia bersikukuh, ter­sang­ka juga tidak kooperatif da­lam menjalani pemeriksaan. Ka­rena khawatir tersangka me­la­rikan diri serta menghilangkan ba­rang buk­ti, pihaknya memu­tuskan untuk menahan Umar.

Bekas Inspektorat Pengawasan Daerah (Irwasda) Polda Metro Jaya ini menyatakan, pengusutan perkara korupsi perjalanan dinas ini terus dilanjutkan. Hal itu dila­kukan dengan penelusuran dan penyitaan aset tersangka.

Dia menyebutkan, yang telah disita dari tangan tersangka Edi antara lain, mobil, komputer jin­jing dan dokumen pengeluaran perjalanan dinas. “Barang-barang tersebut disita untuk kepentingan penyidikan,” ucapnya.

Dia menambahkan, hasil pe­me­riksaan tersangka me­nye­but­kan, dana hasi korupsi perjalanan dinas BPH Migas dipakai Edi untuk membeli mobil Suzuki. Menjawab pertanyaan, apakah bakal ada tersangka lain dalam kasus ini, Nur memastikan, pe­nyidikan masih berjalan.

Kemungkinan adanya pene­ta­pan tersangka lain, bisa saja terjadi. “Sepanjang bukti-bukti­nya cukup, kami tidak akan ragu-ragu menetapkan status tersangka pada pihak lainnya,” tegas dia.

Yang jelas, saat ini pihaknya ber­upaya  melengkapi berkas per­kara. Hal itu ditujukan agar pe­nyi­dikan cepat selesai. Dia meng­harapkan, penetapan status ter­sangka kedua ini, jadi mo­men­tum penting dalam mengungkap dugaan keterlibatan pihak lain­nya. Di luar itu, menjadi bahan untuk melengkapi berkas perkara ke tingkat penuntutan.

Hingga kemarin, tutur jenderal bin­tang satu tersebut, pihaknya in­tensif memeriksa tersangka Umar. Pemeriksaan ditujukan guna mengecek kebenaran kete­rangan tersangka Edi. “Te­r­sangka Umar dijadikan saksi untuk ter­sangka Edi. Begitupun sebaliknya.”

Akan tetapi, dia menolak mem­­beberkan hasil konfrontir ke­ter­a­n­gan tersangka. Menurutnya, pe­meriksaan intensif diperlukan me­ngingat tenggat waktu penyi­di­kan nyaris habis. Karena itu, dia berupaya optimal agar pe­kan depan penyidik bisa me­lim­pah­kan berkas perkara ke ke­jaksaan.

Menanggapi penyidikan kasus dugaan korupsi di institusinya, anggota BPH Migas M Qoyum me­mas­rah­kan pengusutan masa­lah hu­kum tersebut ke tangan penegak hukum. Dia meng­ingatkan, pada prin­sipnya BPH Migas mendukung se­penuhnya upaya penegakan hu­kum yang dilakukan penyidik. “Saya tidak mengikuti proses­nya. Saya khawatir gara-gara oknum nama lembaga jadi tercemar,” katanya ketika di­minta me­nanggapi kasus ini.

Dia menambahkan, BPH Mi­gas menyerahkan penanganan ma­salah ini ke Biro Hukum.  Di­keta­hui, Dit III Tipikor Bareskrim  memperkirakan kerugian negara dalam kasus ini Rp 2,8 miliar atau 80 persen dari total dua tahun anggaran yang mencapai Rp 3,5 miliar.

Kepala Biro Penerangan Ma­syarakat Polri Brigjen Boy Rafli Amar menambahkan, tersangka Edi diduga membuat laporan per­jalanan fiktif pegawai BPH Mi­gas dengan angkutan udara untuk dua tahun anggaran. Pada 2010 , anggaran yang diduga dikorupsi Rp 2,6 miliar. Pada 2011 ang­ga­ran perjalanan yang dikorupsi di­duga Rp 938 juta.

Reka Ulang
Berkasnya Sempat Dikembalikan Kejaksaan

Anggaran belanja untuk per­jalanan dinas banyak terpakai un­tuk keperluan yang tidak se­mes­ti­nya. Akibatnya, kebocoran ang­ga­ran di sektor ini mencapai kisa­ran 40 persen. Hal itu disam­pai­kan Agus Martowardojo saat ma­sih menjabat Menteri Keuangan.

Agus mengatakan, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyimpulkan, banyak prak­tik yang tidak taat aturan. Hal tersebut merupakan tindak keja­hatan terkait penggunaan belanja negara. Dia mengharapkan, jaja­ran inspektorat jenderal (Irjen) dapat mengintensifkan penga­wasan. Termasuk mengusut du­ga­an penyimpangan belanja se­k­tor perjalanan dinas, belanja mo­dal, dan belanja barang.

Salah satu dugaan penyim­pa­ngan itu terjadi di BPH Migas dan kasusnya ditangani Bareskrim Polri. Penetapan status tersangka terhadap Edy M Suhariadi (EMS), penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) BPH Migas dilakukan pada Kamis, 9 Agustus 2012. Penetapan status tersangka ini dilakukan setelah kepolisian me­meriksa 11 saksi.

Bersamaan penetapan status tersangka, Bareskrim menin­g­kat­kan status penyelidikan ke pe­nyidikan. Untuk kepentingan ini, penyidik tipikor pun mela­yang­kan surat pemberitahuan di­mu­lai­nya penyidikan (SPDP) ke Ke­jak­saan Agung. Dalam surat, pe­nyidik menyebut telah me­ne­tap­kan tersangka dan 11 saksi.

“Su­dah ada pemberitahuan ke Kejagung. SPDP atas nama ter­sangka disampaikan Kamis, 9 Agustus,” kata Kepala Biro Pene­rangan Masyarakat Polri Brigjen Boy Rafli Amar.

Dia mengaku, kepolisian tidak main-main mengusut kasus ini. Dia mengemukakan, pengiriman SPDP memberi gambaran bahwa perkara ini ditangani secara pr­o­porsional. “Kami berusaha ob­yektif dan transparan. Tidak ada yang ditutup-tutupi,” kata bekas Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya ini.

Boy menyatakan, SPDP berisi pemberitahuan bahwa EMS disangka melakukan pelanggaran tindak pidana korupsi yaitu, Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (3) Un­dang Undang Pemberantasan Tin­dak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Menurutnya, rangkaian peme­rik­saan yang dilakukan kepo­li­sian selama enam bulan, meng­ha­silkan keputusan bahwa ter­sang­ka EMS harus menjalani penahanan. Dia pun ditahan pada 6 Februari 2013.

Kata Boy, penahanan dilaku­kan bersamaan pelimpahan ber­kas perkara tahap pertama ke Ke­­jaksaan Agung. Penahanan ini me­­­rupakan kewenangan penyi­dik. Yang jelas, penahanan bisa di­latari kemungkinan bahwa pe­nyidik mengantongi indikasi ke­terlibatan pihak lain. Bisa jadi pula, atas dugaan itu, penyidik kha­­watir tersangka melarikan diri atau menghilangkan barang bukti.

Sebelumnya, kepolisian tidak langsung menahan dan mencegah tersangka kasus dugaan korupsi nota perjalanan dinas BPH Migas itu ke luar negeri. Menurut Boy Rafli Amar, pe­nyidik Tipikor Ba­reskrim me­nganggap, tersang­ka kooperatif menjalani penyi­dikan.

Selan­jut­nya, berdasarkan ana­lisis penyi­dik, barang bukti yang dijadikan alat untuk menjerat tersangka su­dah cukup. “Bukti-buk­tinya su­dah di tangan kepo­li­sian. Jadi, ke­mungkinan tersan­g­ka meng­hilangkan barang bukti sa­ngat minim,” ucapnya. Akan teta­pi, seiring waktu, tersangka Edi M Suhariadi (EMS) akhirnya ditahan.

Polisi pun berupaya meleng­kapi berkas perkara Edy. Dia disangka korupsi dana perjalanan dinas Rp 2,2 miliar.

Berkas perkara Edi sempat bo­lak-balik Mabes Polri-Kejaksaan Agung. Direktur III Tipikor Ba­reskrim Polri Brigjen Noer Ali menjelaskan, masih ada beberapa persyaratan administratif  yang perlu dilengkapi dalam berkas perkara EMS.

Oleh sebab itu, penyidik Tipi­kor Bareskrim melengkapi ke­ku­rangan yang ada. Bekas Ins­pek­torat Pengawasan Daerah (Ir­was­da) Polda Metro Jaya ini me­nye­butkan, usaha melengkapi berkas dilaksanakan berdasarkan pe­tunjuk jaksa. Tapi, Noer tidak mau membe­berkan, apa saja pe­tunjuk jaksa yang perlu di­lengkapi.

Perkara Korupsi Tidak Semata Masalah Jumlah
M Nurdin, Anggota Komisi III DPR

Politisi PDIP M Nurdin me­ngingatkan, apapun bentuk ko­rupsi, hendaknya ditangani secara proporsional. Dengan begitu, siapa pun yang diduga ter­libat bisa dimintai pertang­gungjawaban hukum secara maksimal.

Dia mengapresiasi langkah hu­kum yang dilakukan kepo­li­sian. Menurutnya, penanganan kasus korupsi ini menunjukkan masih adanya komitmen Polri dalam menindak perkara ko­rupsi. “Ini menunjukkan masih ada komitmen kepolisian me­nyelesaikan persoalan ko­rup­si,” katanya.

Sekalipun nominalnya masih relatif kecil, dia tetap mem­be­ri­kan dukungan agar kepolisian optimal dalam menyelesaikan perkara. Disampaikan, persoa­lan korupsi tidak semata terkait dengan jumlah.

“Selama ada indikasi pe­nyim­pangan, harus ditindak se­cara proporsional. Jangan me­li­hat dari jumlah kerugian ne­ga­ranya, besar atau kecil. Se­bab, parameter itu tidak bisa dijadikan patokan dalam upaya menegakkan hukum.”

Dia pun meminta, pena­nga­nan kasus-kasus korupsi lain oleh kepolisian dibuka secara transparan. Dengan begitu, ma­syarakat bisa menjadi tahu, apa saja hasil kerja penyidik tipikor selama ini. Bukan sebaliknya, malah ditutup-tutupi. “Itu bisa mengundang kecurigaan,” tandasnya.

Ia juga mendorong penyidik tipikor untuk mempercepat pe­nuntasan perkara korupsi per­jalanan dinas BPH Migas. Soal­nya, selain dugaan korupsi ter­sebut, masih ada kasus-kasus dugaan korupsi lainnya yang perlu mendapat perhatian dari penegak hukum.

Terlebih, lanjut dia, keper­cayaan masyarakat terhadap kepolisian lemah. Jadi, dengan penanganan perkara korupsi yang intensif, dia berharap, kepercayaan masyarakat ke­pada lembaga ini dapat di­kem­balikan.

Fakta Di Sidang Bisa Langsung Dipantau Penyidik

Akhiruddin Mahjuddin, Koordinator Gerak Indonesia

Koordinator LSM Gera­kan Rakyat Anti Korupsi (G­e­rak) Indonesia meminta ke­po­lisian berkoordinasi dengan lembaga penegak hukum lain dalam mengusut perkara ko­rupsi. Masalahnya, selain du­gaan korupsi sektor perjalanan di­nas, masih ada dugaan ko­rupsi lain di tubuh BPH Migas.

“Koordinasi dengan lem­baga lainnya menjadi penting. Su­pa­ya ada sinkronisasi dalam pe­nanganan kasus korupsi,” katanya.

Menurut Akhiruddin, pe­ngu­su­tan perkara perjalanan dinas juga perlu dipercepat. Per­soa­lan­­nya, kasus ini sudah dita­ngani sejak Agustus lalu. Na­mun, kenapa kepolisian belum kunjung mampu menuntaskan perkara tersebut. Lebih lanjut, dia mempertanyakan, kenapa pula kepolisian baru mene­tap­kan dua tersangka dalam per­kara ini.

Padahal, nilainya, perkara per­­jalanan dinas ini bukan ter­ma­suk perkara yang pelik pe­na­nganannya. “Ini termasuk per­­soalan sederhana. Kenapa pe­ngu­sutannya memakan wak­tu yang begitu panjang?” tandasnya.

Dia berharap, penanganan kasus dana perjalanan ini tidak terkatung-ka­tung.
Sebaiknya,  kepolisian segera me­limpahkan perkara ke ke­jak­saan. Dengan be­gitu, nasib atau status hukum ter­sangka men­jadi lebih jelas. Lebih penting lagi, dari situ pula, nantinya du­gaan keterli­batan pihak lain da­pat diketahui.

“Setidaknya, pelimpahan ber­kas perkara ke tingkat pe­nuntutan akan mampu men­ja­wab siapa pihak lain yang didu­ga terlibat,” ucapnya.

Untuk memastikan dugaan keterlibatan pihak lain, fakta-fakta yang terungkap di persi­da­ngan, idealnya dipantau dan dikembangkan penyidik. “Jadi saya rasa, persoalannya di sini sangat tergantung pada ke­mau­an penyidik,” katanya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA