Dr Rizal Ramli sore tadi berubah jadi bak selebriti. Dia baru saja menjadi pembicara tunggal pada seminar bertema “Penyelematan Ekonomi Nasional dari Gempuran Globalisasi†yang digelar mahasiswa FISIP Unisma 45. Rupanya tunas-tunas muda calon pemimpin bangsa di masa depan ini telah ‘jatuh cinta’ kepada tokoh yang menjadi ikon perubahan nasional. Itulah sebabnya usai berebut salaman, mereka pun berebut berfoto ria bersama Ketua Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARUP) ini.
"Kami sengaja mengangkat tema ini dalam seminar, karena globalisasi telah menjadi pintu masuk bagi impor yang tak terkendali. Faktanya produk kita memang sudah babak-belur dihajar impor. Kita juga sengaja menghadirkan Pak Rizal Ramli sebagai pembicara karena track record beliau selama ini terbukti gigih menyuarakan keberpihakan kepada rakyat kecil. Kita ingin mendengar solusi dari Pak Rizal atas berbagai keterpurukan ekonomi Indonesia," ungkap Ketua Senat FISIP Unisma, Ayu Hazar Qurbaini, dalam pembukaan seminar yang disambut tepuk tangan meriah.
Uniknya, kendati disebut seminar, perhelatan itu digelar di aula beralas karpet. Bukan karpet empuk apalagi mewah, tapi cuma karpet sederhana saja, seperti yang lazim ditemui di mushola-mushola kampung. Peserta dan pembicara duduk lesehan. Konsumsi yang diuguhkan pun hanya aneka gorengan yang dibeli dari pedagang di depan kampus. Ada tempe goreng, tahu goreng, pisang goreng, dan bakwan goreng. Lengkap dengan cabai rawitnya. Penganan itu hanya diletakkan di piring-piring yang disebar di sela-sela peserta.
Selain para mahasiswa, juga ada siswa-siswa SMA yang memang sengaja diundang, para dosen, DAN Dekan FISIP Siti Nurhidayah bahkan Rektor Unisma Siti Nuraini. Juga HADIR pengurus sejumlah koperasi dan pedagang kaki lima (PKL) yang biasa berdagang di sekitar kampus. Campur-baur.
Keunikan lain, begitu mantan Menko Perekonomian ini turun dari mobil, sontak lagu Bento milik Iwan Fals berkumandang. Bukan dari alat pemutar cakram, tapi suguhan live dari dua anak muda yang bermodal gitar melodi dan gitar bas. Lagu ini seperti ingin menggambarkan perlawanan mahasiswa terhadap kezaliman yang dipertontonkan penguasa dan keluarganya.
Pertanyaannya, mengapa lagu ini menjadi kata sambutan ‘selamat datang’ bagi Rizal Ramli? “Kami sengaja memilih lagi Bento untuk menyambut Pak Rizal, karena beliau telah menjadi simbol perlawanan terhadap kesewenangan penguasa kepada rakyatnya. Kalau lagu ‘gelas-gelas kaca’-nya Obie Messakh pasti ngga cocok buat Pak Rizal,†ujar moderator mengawali dialog, yang derai tawa juga disambut tepuk tangan meriah.
Sesuai dengan tema seminar, Rizal Ramli pun memaparkan persoalan-persoalan ekonomi yang dihadapi negeri ini. Menurut dia, Indonesia tidak bisa mengambil manfaat dari globalisasi. Sebaliknya, negeri ini hanya menjadi korban globalisasi karena menganut sistem ekonomi neoliberalisme.
“Di dunia ini, hanya negara-negara yang meninggalkan sistem neolib yang bisa mengejar ketertinggalannya dari Barat. Jepang, China, Korea Selatan, dan sebagian negara-negara Amerika Latin telah membuktikan hal itu. Sebaliknya, negara-negara yang setia dengan anjuran-anjuran Bank Dunia, IMF dan mazhab Washington Consensus justru kesejahteraan rakyatnya makin terpuruk,†paparnya.
Untuk itu, mantan Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) ini menyarankan agar Indonesia kembali menganut sistem ekonomi konstitusi. Negara harus mampu mewujudkan kemandirian di bidang energi, pangan, dan budaya. Prinsip inilah yang sejak awal disebut Soekarno sebagai Tri Sakti.
“Tidak masuk akal kalau Indonesia yang subur makmur ini harus mengimpor beras dan berbagai produk pertanian lain. Tidak masuk akal bila rakyat kita harus membayar daging, bawang putih, gula pasir dan lainnya dengan harga jauh lebih mahal dibandingkan di luar negeri. Kita harus hentikan hal ini segera. Rakyat berhak memperoleh kesejahteraan sebagaimana tujuan didirikannya negara oleh para founding fathers kita,†katanya.
Dan lagu ‘Bongkar’ Iwan Fals pun dikumandangkan sebagai penutup seminar. Peserta mendaulat Rizal memegang microphone untuk ikut menyanyikan lagu simbol perlawanan itu.
[dem]