Tersangka Dari Indoguna Sesumbar Traktir Steak

Perkembangan Kasus Suap Impor Daging Sapi

Kamis, 28 Maret 2013, 09:19 WIB
Tersangka Dari Indoguna Sesumbar Traktir Steak
PT Indoguna Utama
rmol news logo .Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merampungkan dua berkas perkara  kasus pengurusan kuota impor daging  sapi. Berkas perkara yang telah rampung  itu untuk tersangka dari pihak PT Indoguna Utama, Arya Abdi Effendi (AAE) dan Juard Effendi (JE).

Dari empat tersangka, dua ter­sangka ini kontruksi hukumnya sebagai pemberi suap. “Hari ini ber­kas tersangka AAE dan JE masuk dalam tahap penuntutan atau penyerahan tahap dua,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi Sapto Prabowo, kemarin.

Menurut Johan, pihaknya pu­nya waktu maksimal 14 hari un­tuk menyerahkan berkas tersebut ke Pengadilan Negeri Tindak Pi­dana Korupsi (Tipikor) Jakarta. “Bu­lan depan sudah bisa disi­dang­kan,” ucapnya.

Kemarin, untuk melengkapi berkas pemeriksaan kasus suap tersebut, KPK juga memeriksa tersangka Ahmad Fathanah (AF), Arya dan Juard. Seusai diperiksa selama 4 jam, Arya berkomentar. Padahal sebelumnya, dia mem­bungkam jika ditanya wartawan. Kali ini, Arya sesumbar bisa bebas dari tuntutan jaksa KPK di pengadilan nanti.

Mengenakan kemeja berbalut jaket tahanan KPK warna putih, sambil menenteng map warna cok­lat, Arya mengaku tak bersa­lah dalam kasus tersebut. “Jika nanti di persidangan saya bebas. Se­mua akan saya traktir steak,” katanya kepada wartawan. 

“Ha­lal nggak Pak?” canda wartawan. “Halal,” kata direktur perusahaan importir daging sapi ini.

Sedangkan untuk berkas per­kara Fathanah dan Luthfi Hasan Ishaaq (LHI), KPK belum me­limpahkannya ke penuntutan karena masih mengembangkan kasus pencucian uang dua ter­sangka ini. Rencananya, untuk dua tersangka ini, KPK akan meng­gabungkan berkas perkara kasus suap kuota impor daging sapi dengan kasus pencucian uang.

“Tentu itu kumulatif. Tentu tun­tutannya akan lebih berat, sama halnya dengan tuntutan untuk Wa Ode Nurhayati,” kata­nya. Seka­dar mengingatkan, Wa Ode kini te­lah menjadi terpidana kasus suap pengurusan Dana Penye­suai­an Infrastruktur Daerah (DPID).

Johan juga membantah bahwa KPK tak punya bukti kuat untuk mengenakan tindak pidana pencucian uang (TPPU) kepada Luthfi. Menurutnya, KPK sudah menemukan alat bukti yang cu­kup untuk menjerat LHI dengan pasal pencucian uang. “Kami tidak terburu-buru dan penyidik telah menemukan dua alat bukti yang cukup,” katanya.

Johan tidak merinci mengenai bukti-bukti yang didapatkan KPK terkait TPPU.
Namun, Johan me­negaskan semua bukti akan diungkap di pengadilan, sehingga nanti sangkaan tersebut akan dipertanggungjawabkan di depan majelis hakim. “Bukan KPK yang menentukan, bukan pe­nga­cara, tapi hakim yang me­nen­tu­kan dan memutuskan,” ujarnya.

Pada Selasa (26/3), KPK juga me­lakukan pemeriksaan terhadap LHI dalam kasus suap pengu­ru­san impor daging sapi. Menurut kuasa hukum LHI, Zaqinuddin Paru, kliennya diperiksa sebagai ter­sangka kasus tersebut.

Paru me­nyebut, dari sekian ba­nyak pe­meriksaan terhadap Luthfi, KPK memeriksa LHI sebagai ter­sangka hanya empat kali. “Lebih banyak diperiksa se­bagai saksi untuk tiga tersangka lain­nya,” ujar Paru.

Dalam pemeriksaan itu, lanjut Paru, LHI ditanya mengenai hu­bungannya dengan AF, dan apa­kah mengetahui pekerjaan AF se­bagai broker atau makelar. “J­a­waban Pak Luthfi, ia tak pernah bekerja sama dengan AF. Hanya kenal dari dulu saja,” ujar Paru.

Soal mobil Toyoya Land Crui­ser milik LHI yang pernah di­ko­mentari Elda Devianne Adiningrat, Paru membantah mobil tersebut pemberian hadiah dari Elda. Me­nurut Paru, pembelian mobil ter­sebut pakai uang sendiri. Mobil itu dibeli dari uang cash, se­jumlah 50 ribu dolar.

Uang itu merupakan tabungan selama Luthfi menjabat sebagai anggota DPR sejak tahun 2004. “Uangnya dari sisa ongkos tugas-tugas perjalanan ke luar negeri,” katanya.

Reka Ulang
Dari Kasus Sapi Ke Pencucian Uang

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan bekas Pre­siden PKS Luthfi Hasan Ishaaq se­bagai tersangka kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU), ter­kait kasus suap kuota impor da­ging sapi. “Dalam tindak pi­dana korupsi dengan tersangka LHI, penyidik menyangka ada upaya melakukan TPPU,” ujar Juru Bicara KPK Johan Budi pada Selasa (26/3).

KPK menyangka Luthfi Hasan menyamarkan, menyembunyikan dan mengubah bentuk kekayaan dari hasil korupsi kuota impor daging sapi. Dengan demikian, KPK menetapkan Luthfi Hasan sebagai tersangka TPPU berikut­nya setelah Ahmad Fathanah.

Johan menambahkan, pihak­nya masih terus melakukan pe­ne­lusuran untuk sejumlah aset yang dimiliki Luthfi. KPK me­nge­na­kan Pasal 3 atau 4 atau 5 Undang Undang Nomor 8 tahun 2010 ten­tang Pencegahan dan Pem­beran­tasan TPPU, junto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Atas sangkaan tersebut, kuasa h­ukum LHI, Zainudin Paru menilai KPK terlalu tergesa-gesa dalam menetapkan kliennya sebagai tersangka kasus TPPU. “Itu terburu-buru dan jauh dari fak­ta sebenarnya,” kata Zainudin Paru pada Selasa (26/3).

Dia mengatakan, sangkaan TPPU kepada kliennya dalam kasus suap impor daging sapi, tidak ada uang atau barang yang diterima kliennya. Menurut dia, belum ada peristiwa hukum yang dilakukan Luthfi, yang mengarah TPPU dalam kasus dugaan suap tersebut. “Kalau TPPU tentang impor sapi, tidak ada uang atau barang yang sampai kepada be­liau,” ujarnya.

Paru juga mengatakan, tidak ada aset milik LHI dari hasil ke­ja­hatan. Sebelumnya, KPK telah me­lakukan pelacakan aset, di­antaranya pelacakan aset milik bekas Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq. “Tentu kita kembangkan terus, apakah ada pihak lain yang juga terlibat,” kata Johan Budi di Gedung KPK.

Menurut Johan, pelacakan aset tak hanya dilakuan kepada Luthfi, tapi juga kepada semua ter­sangka kasus korupsi. Kata dia, siapa saja yang ikut me­nya­mar­kan atau menyembunyikan hasil dari tindak pidana korupsi bisa dijerat dengan Undang Un­dang Nomor 8 tentang Tindak Pi­dana Pencucian Uang. Namun sampai saat ini, KPK belum m­e­ne­mukan keterlibatan pihak lain.

Luthfi dikenakan pasal pen­cucian uang karena diduga mene­rima uang dari Ahmad Fathanah. Selain melacak aset, KPK juga melakukan penelusuran apakah kekayaan Luthfi sesuai profilnya sebagai anggota DPR. Jika KPK menemukan  ketidakwajaran har­ta yang dimiliki LHI, menurut Johan, berdasar Undang Undang TPPU, penegak hukum diberikan kewenangan untuk menyita aset yang diduga dari hasil kejahatan.

KPK sebelumnya telah men­je­rat kolega Luthfi, Ahmad Fat­ha­nah (AF) dengan pasal pencucian uang. KPK juga telah melakukan penyitaan terhadap aset milik AF. Asset yang disita itu adalah empat buah mobil milik Fathanah. K­e­empat mobil yang disita penyidik KPK adalah Toyota FJ Cruiser warna hitam bernomor polisi B 1330 SZZ, Toyota Alpard putih ber­nomor polisi B 53 FTI, Toyota Land Cruiser Prado TX warna hi­tam bernomor polisi B 1739 WFN, dan Mercy C 200 warna hi­tam bernomor polisi B 8749 BS.

Kempat mobil itu ditaksir mencapai Rp 4,3 miliar. Keempat mobil tersebut disita dari kedia­man Fathanah, salah satunya di­sita dari Apartemen Margonda Resident, Depok. Dimana Fat­ha­nah tinggal dengan istrinya yang bernama Septi Sanustika. Saat ini kempat mobil tersebut terparkir rapi di samping Gedung KPK.

Menurut Johan, penyitaan dilakukan karena KPK perlu data dan catatan yang nantinya digu­nakan dalam penuntutan. Tu­juan­nya apabila ada ganti rugi yang harus dituntut, KPK sudah me­miliki data. “Selain itu, aset ini ja­ngan diperjualbelikan atau di­pindahtangankan sampai hakim memutuskan,” ucapnya..

Pasal Pidana TPPU Ampuh Timbulkan Efek Jera

Yenti Garnasih, Dosen Hukum Pidana Trisakti

Dosen Hukum Pidana Uni­versitas Trisakti Yenti Garnasih menyambut baik langkah Ko­misi Pemberantasan Korupsi menggabungkan kasus suap pe­ngurusan impor daging sapi dengan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) untuk tersangka Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) dan Ahmad Fathanah (AF).

Menurut dia, dengan peng­ga­bungan tersebut, artinya dak­waan bisa diakumulatifkan dan hal tersebut bisa menimbulkan efek jera.

Yenti menjelaskan, meng­hi­tung akumulatif pasal pidana di Indonesia berbeda dengan pa­sal pidana di Amerika Serikat. Jika di Amerika dikenal aku­mu­latif murni, maka di Indo­nesia penghitungannya adalah pasal pidana yang tertinggi ditambah sepertiga pasal pidana yang lain. “Jika pasal pidana TPPU maksimal 20 tahun, maka untuk suap hanya se­pertiganya yang diambil. Tapi jika dikomulatifkan itu sudah lumayan besar,” katanya.

Yenti menjelaskan, dalam me­ngusut kasus pencucian uang, KPK memang harus segera me­nelusuri dan menyita aset-aset tersangka. Dengan kasus pen­cucian uang tersebut, KPK bisa juga menemukan, apakah ada tindak pidana korupsi yang lain. Patut diduga, LHI melakukan pen­cucian uang tidak sendirian.

“Itulah hebatnya pasal pen­cucian uang. KPK bisa me­ne­lusuri adanya pelaku-pelaku lain. KPK bisa melebarkan dan meluaskan kasus. Tidak hanya kasus impor sapi tapi ke yang lain. Bisa juga jangan-jangan ada kasus korupsi yang lebih besar,” bebernya.
Yenti mengatakan, penetapan kasus pencucian uang biasanya dikembangkan saat tersangka diminta menjelaskan aset-aset yang dimilikinya. Apakah ada kekayaan atau aset LHI yang tidak sesuai profilnya sebagai anggota DPR.

“Jika tersangka tidak bisa men­jelaskan dari mana asal asetnya tersebut, maka KPK bisa mulai melakukan penyi­di­kan,” katanya.

Publik Akan Menilai Jalannya Persidangan
Taslim Chaniago, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Tas­lim Chaniago menyambut baik kinerja Komisi Pemberan­tasan Korupsi (KPK) yang segera mem­­bawa kasus suap pengu­ru­san impor daging sapi ke Pe­ngadilan Tipikor Jakarta.

Menurut dia, semakin cepat kasus tersebut dibawa ke meja hijau, akan semakin baik. Tas­lim berharap dengan di­si­dang­kannya kasus tersebut, publik akan bisa melihat duduk pe­r­soalan dalam kasus tersebut. Apa­kah benar KPK bekerja se­cara profesional, atau tidak. “Nanti di persidangan itu bisa dilihat konstruksi hukum KPK itu benar atau tidak,” kata Tas­lim, kemarin.

Menurut politisi asal Partai Amanat Nasional ini, dengan dimejahijaukannya Arya Abid Effendi dan Juard Effendi, KPK diharapkan bisa membongkar dan menelusuri pihak lain yang diduga terlibat kasus tersebut. Apakah ada pihak Kementerian Pertanian yang terlibat dalam kasus tersebut atau tidak.

“Dari fakta persidangan, KPK juga bisa menelusuri apa­kah ada pihak lain yang terlibat atau tidak,” tuturnya.

Taslim juga meminta agar KPK segera merampungkan kasus suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) untuk tersangka yang lain, yakni Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) dan Ahmad Fathanah (AF). Dalam kasus pencucian uang, kata dia, KPK harus membuktikan aset para tersangka yang disita itu dari hasil kejahatan.

Taslim juga berharap KPK sangat serius mengusut kasus ini sampai ke semua pihak yang diduga terlibat. “Harapan kita tentu semua yang terlibat harus diusut tuntas, jangan hanya LHI atau AF,” ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA