Dari empat tersangka, dua terÂsangka ini kontruksi hukumnya sebagai pemberi suap. “Hari ini berÂkas tersangka AAE dan JE masuk dalam tahap penuntutan atau penyerahan tahap dua,†kata Juru Bicara KPK Johan Budi Sapto Prabowo, kemarin.
Menurut Johan, pihaknya puÂnya waktu maksimal 14 hari unÂtuk menyerahkan berkas tersebut ke Pengadilan Negeri Tindak PiÂdana Korupsi (Tipikor) Jakarta. “BuÂlan depan sudah bisa disiÂdangÂkan,†ucapnya.
Kemarin, untuk melengkapi berkas pemeriksaan kasus suap tersebut, KPK juga memeriksa tersangka Ahmad Fathanah (AF), Arya dan Juard. Seusai diperiksa selama 4 jam, Arya berkomentar. Padahal sebelumnya, dia memÂbungkam jika ditanya wartawan. Kali ini, Arya sesumbar bisa bebas dari tuntutan jaksa KPK di pengadilan nanti.
Mengenakan kemeja berbalut jaket tahanan KPK warna putih, sambil menenteng map warna cokÂlat, Arya mengaku tak bersaÂlah dalam kasus tersebut. “Jika nanti di persidangan saya bebas. SeÂmua akan saya traktir steak,†katanya kepada wartawan.
“HaÂlal nggak Pak?†canda wartawan. “Halal,†kata direktur perusahaan importir daging sapi ini.
Sedangkan untuk berkas perÂkara Fathanah dan Luthfi Hasan Ishaaq (LHI), KPK belum meÂlimpahkannya ke penuntutan karena masih mengembangkan kasus pencucian uang dua terÂsangka ini. Rencananya, untuk dua tersangka ini, KPK akan mengÂgabungkan berkas perkara kasus suap kuota impor daging sapi dengan kasus pencucian uang.
“Tentu itu kumulatif. Tentu tunÂtutannya akan lebih berat, sama halnya dengan tuntutan untuk Wa Ode Nurhayati,†kataÂnya. SekaÂdar mengingatkan, Wa Ode kini teÂlah menjadi terpidana kasus suap pengurusan Dana PenyeÂsuaiÂan Infrastruktur Daerah (DPID).
Johan juga membantah bahwa KPK tak punya bukti kuat untuk mengenakan tindak pidana pencucian uang (TPPU) kepada Luthfi. Menurutnya, KPK sudah menemukan alat bukti yang cuÂkup untuk menjerat LHI dengan pasal pencucian uang. “Kami tidak terburu-buru dan penyidik telah menemukan dua alat bukti yang cukup,†katanya.
Johan tidak merinci mengenai bukti-bukti yang didapatkan KPK terkait TPPU.
Namun, Johan meÂnegaskan semua bukti akan diungkap di pengadilan, sehingga nanti sangkaan tersebut akan dipertanggungjawabkan di depan majelis hakim. “Bukan KPK yang menentukan, bukan peÂngaÂcara, tapi hakim yang meÂnenÂtuÂkan dan memutuskan,†ujarnya.
Pada Selasa (26/3), KPK juga meÂlakukan pemeriksaan terhadap LHI dalam kasus suap penguÂruÂsan impor daging sapi. Menurut kuasa hukum LHI, Zaqinuddin Paru, kliennya diperiksa sebagai terÂsangka kasus tersebut.
Paru meÂnyebut, dari sekian baÂnyak peÂmeriksaan terhadap Luthfi, KPK memeriksa LHI sebagai terÂsangka hanya empat kali. “Lebih banyak diperiksa seÂbagai saksi untuk tiga tersangka lainÂnya,†ujar Paru.
Dalam pemeriksaan itu, lanjut Paru, LHI ditanya mengenai huÂbungannya dengan AF, dan apaÂkah mengetahui pekerjaan AF seÂbagai broker atau makelar. “JÂaÂwaban Pak Luthfi, ia tak pernah bekerja sama dengan AF. Hanya kenal dari dulu saja,†ujar Paru.
Soal mobil Toyoya Land CruiÂser milik LHI yang pernah diÂkoÂmentari Elda Devianne Adiningrat, Paru membantah mobil tersebut pemberian hadiah dari Elda. MeÂnurut Paru, pembelian mobil terÂsebut pakai uang sendiri. Mobil itu dibeli dari uang cash, seÂjumlah 50 ribu dolar.
Uang itu merupakan tabungan selama Luthfi menjabat sebagai anggota DPR sejak tahun 2004. “Uangnya dari sisa ongkos tugas-tugas perjalanan ke luar negeri,†katanya.
Reka UlangDari Kasus Sapi Ke Pencucian UangKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan bekas PreÂsiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq seÂbagai tersangka kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU), terÂkait kasus suap kuota impor daÂging sapi. “Dalam tindak piÂdana korupsi dengan tersangka LHI, penyidik menyangka ada upaya melakukan TPPU,†ujar Juru Bicara KPK Johan Budi pada Selasa (26/3).
KPK menyangka Luthfi Hasan menyamarkan, menyembunyikan dan mengubah bentuk kekayaan dari hasil korupsi kuota impor daging sapi. Dengan demikian, KPK menetapkan Luthfi Hasan sebagai tersangka TPPU berikutÂnya setelah Ahmad Fathanah.
Johan menambahkan, pihakÂnya masih terus melakukan peÂneÂlusuran untuk sejumlah aset yang dimiliki Luthfi. KPK meÂngeÂnaÂkan Pasal 3 atau 4 atau 5 Undang Undang Nomor 8 tahun 2010 tenÂtang Pencegahan dan PemÂberanÂtasan TPPU, junto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Atas sangkaan tersebut, kuasa hÂukum LHI, Zainudin Paru menilai KPK terlalu tergesa-gesa dalam menetapkan kliennya sebagai tersangka kasus TPPU. “Itu terburu-buru dan jauh dari fakÂta sebenarnya,†kata Zainudin Paru pada Selasa (26/3).
Dia mengatakan, sangkaan TPPU kepada kliennya dalam kasus suap impor daging sapi, tidak ada uang atau barang yang diterima kliennya. Menurut dia, belum ada peristiwa hukum yang dilakukan Luthfi, yang mengarah TPPU dalam kasus dugaan suap tersebut. “Kalau TPPU tentang impor sapi, tidak ada uang atau barang yang sampai kepada beÂliau,†ujarnya.
Paru juga mengatakan, tidak ada aset milik LHI dari hasil keÂjaÂhatan. Sebelumnya, KPK telah meÂlakukan pelacakan aset, diÂantaranya pelacakan aset milik bekas Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq. “Tentu kita kembangkan terus, apakah ada pihak lain yang juga terlibat,†kata Johan Budi di Gedung KPK.
Menurut Johan, pelacakan aset tak hanya dilakuan kepada Luthfi, tapi juga kepada semua terÂsangka kasus korupsi. Kata dia, siapa saja yang ikut meÂnyaÂmarÂkan atau menyembunyikan hasil dari tindak pidana korupsi bisa dijerat dengan Undang UnÂdang Nomor 8 tentang Tindak PiÂdana Pencucian Uang. Namun sampai saat ini, KPK belum mÂeÂneÂmukan keterlibatan pihak lain.
Luthfi dikenakan pasal penÂcucian uang karena diduga meneÂrima uang dari Ahmad Fathanah. Selain melacak aset, KPK juga melakukan penelusuran apakah kekayaan Luthfi sesuai profilnya sebagai anggota DPR. Jika KPK menemukan ketidakwajaran harÂta yang dimiliki LHI, menurut Johan, berdasar Undang Undang TPPU, penegak hukum diberikan kewenangan untuk menyita aset yang diduga dari hasil kejahatan.
KPK sebelumnya telah menÂjeÂrat kolega Luthfi, Ahmad FatÂhaÂnah (AF) dengan pasal pencucian uang. KPK juga telah melakukan penyitaan terhadap aset milik AF. Asset yang disita itu adalah empat buah mobil milik Fathanah. KÂeÂempat mobil yang disita penyidik KPK adalah Toyota FJ Cruiser warna hitam bernomor polisi B 1330 SZZ, Toyota Alpard putih berÂnomor polisi B 53 FTI, Toyota Land Cruiser Prado TX warna hiÂtam bernomor polisi B 1739 WFN, dan Mercy C 200 warna hiÂtam bernomor polisi B 8749 BS.
Kempat mobil itu ditaksir mencapai Rp 4,3 miliar. Keempat mobil tersebut disita dari kediaÂman Fathanah, salah satunya diÂsita dari Apartemen Margonda Resident, Depok. Dimana FatÂhaÂnah tinggal dengan istrinya yang bernama Septi Sanustika. Saat ini kempat mobil tersebut terparkir rapi di samping Gedung KPK.
Menurut Johan, penyitaan dilakukan karena KPK perlu data dan catatan yang nantinya diguÂnakan dalam penuntutan. TuÂjuanÂnya apabila ada ganti rugi yang harus dituntut, KPK sudah meÂmiliki data. “Selain itu, aset ini jaÂngan diperjualbelikan atau diÂpindahtangankan sampai hakim memutuskan,†ucapnya..
Pasal Pidana TPPU Ampuh Timbulkan Efek JeraYenti Garnasih, Dosen Hukum Pidana TrisaktiDosen Hukum Pidana UniÂversitas Trisakti Yenti Garnasih menyambut baik langkah KoÂmisi Pemberantasan Korupsi menggabungkan kasus suap peÂngurusan impor daging sapi dengan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) untuk tersangka Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) dan Ahmad Fathanah (AF).
Menurut dia, dengan pengÂgaÂbungan tersebut, artinya dakÂwaan bisa diakumulatifkan dan hal tersebut bisa menimbulkan efek jera.
Yenti menjelaskan, mengÂhiÂtung akumulatif pasal pidana di Indonesia berbeda dengan paÂsal pidana di Amerika Serikat. Jika di Amerika dikenal akuÂmuÂlatif murni, maka di IndoÂnesia penghitungannya adalah pasal pidana yang tertinggi ditambah sepertiga pasal pidana yang lain. “Jika pasal pidana TPPU maksimal 20 tahun, maka untuk suap hanya seÂpertiganya yang diambil. Tapi jika dikomulatifkan itu sudah lumayan besar,†katanya.
Yenti menjelaskan, dalam meÂngusut kasus pencucian uang, KPK memang harus segera meÂnelusuri dan menyita aset-aset tersangka. Dengan kasus penÂcucian uang tersebut, KPK bisa juga menemukan, apakah ada tindak pidana korupsi yang lain. Patut diduga, LHI melakukan penÂcucian uang tidak sendirian.
“Itulah hebatnya pasal penÂcucian uang. KPK bisa meÂneÂlusuri adanya pelaku-pelaku lain. KPK bisa melebarkan dan meluaskan kasus. Tidak hanya kasus impor sapi tapi ke yang lain. Bisa juga jangan-jangan ada kasus korupsi yang lebih besar,†bebernya.
Yenti mengatakan, penetapan kasus pencucian uang biasanya dikembangkan saat tersangka diminta menjelaskan aset-aset yang dimilikinya. Apakah ada kekayaan atau aset LHI yang tidak sesuai profilnya sebagai anggota DPR.
“Jika tersangka tidak bisa menÂjelaskan dari mana asal asetnya tersebut, maka KPK bisa mulai melakukan penyiÂdiÂkan,†katanya.
Publik Akan Menilai Jalannya PersidanganTaslim Chaniago, Anggota Komisi III DPRAnggota Komisi III DPR TasÂlim Chaniago menyambut baik kinerja Komisi PemberanÂtasan Korupsi (KPK) yang segera memÂÂbawa kasus suap penguÂruÂsan impor daging sapi ke PeÂngadilan Tipikor Jakarta.
Menurut dia, semakin cepat kasus tersebut dibawa ke meja hijau, akan semakin baik. TasÂlim berharap dengan diÂsiÂdangÂkannya kasus tersebut, publik akan bisa melihat duduk peÂrÂsoalan dalam kasus tersebut. ApaÂkah benar KPK bekerja seÂcara profesional, atau tidak. “Nanti di persidangan itu bisa dilihat konstruksi hukum KPK itu benar atau tidak,†kata TasÂlim, kemarin.
Menurut politisi asal Partai Amanat Nasional ini, dengan dimejahijaukannya Arya Abid Effendi dan Juard Effendi, KPK diharapkan bisa membongkar dan menelusuri pihak lain yang diduga terlibat kasus tersebut. Apakah ada pihak Kementerian Pertanian yang terlibat dalam kasus tersebut atau tidak.
“Dari fakta persidangan, KPK juga bisa menelusuri apaÂkah ada pihak lain yang terlibat atau tidak,†tuturnya.
Taslim juga meminta agar KPK segera merampungkan kasus suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) untuk tersangka yang lain, yakni Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) dan Ahmad Fathanah (AF). Dalam kasus pencucian uang, kata dia, KPK harus membuktikan aset para tersangka yang disita itu dari hasil kejahatan.
Taslim juga berharap KPK sangat serius mengusut kasus ini sampai ke semua pihak yang diduga terlibat. “Harapan kita tentu semua yang terlibat harus diusut tuntas, jangan hanya LHI atau AF,†ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]