Penggeledahan pertama dilakukan di sebuah rumah toko (ruko) di Atrium Senen, Jalan Senen Raya, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat.
“Ini salah satu ruko milik sakÂsi,†kata Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo di Gedung KPK, keÂmaÂrin. NaÂmun, dia tak mau meÂnyeÂbutÂkan identitas saksi tersebut.
Penggeledahan kedua dilaÂkuÂkan di sebuah kantor atau gudang di kawasan industri, Jalan InÂdustri Bojong Larang, Karawaci, TaÂngerang, Banten. PeÂngÂgeÂleÂdaÂhan dimulai pukul 10.30 WIB.
KPK juga mengembangkan kaÂsus tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang diduga terkait perkara suap kuota impor daging sapi. Untuk kasus pencucian uang ini, KPK telah menetapkan AhÂmad Fathanah (AF) sebagai tersangka. Sebelumnya, Fathanah telah ditetapkan KPK sebagai terÂsangka kasus sapi.
KPK pun melacak aset terÂsangÂka lain kasus suap kuota imÂpor sapi, Luthfi Hasan Ishaaq, beÂkas Presiden PKS untuk menÂdalami kasus pencucian uang itu. “Tentu kita kemÂbangÂkan terus, apakah ada pihak lain yang juga terlibat,†kata Johan pada Senin (18/3) lalu.
KPK memulai proses peÂnyiÂdiÂkan kasus pencucian uang ini deÂngan memeriksa saksi-saksi unÂtuk tersangka Fathanah. “PeÂmeÂrikÂsaan saksi-saksi TPPU dengan tersangka AF, akan dilakukan peÂkan ini,†ucap Johan.
Tapi, Johan tidak merinci, siapa para saksi yang akan dipanggil itu. Johan hanya mengatakan, biasanya, orang dipanggil sebagai saksi karena diduga mengetahui, mendengar, melihat suatu perisÂtiwa, atau karena keahliannya.
Menurut Johan, pelacakan aset tak hanya dilakuan kepada Luthfi, tapi juga kepada semua terÂsangka kasus korupsi. Kata dia, siapa saja yang ikut meÂnyaÂmarÂkan atau menyembunyikan hasil korupsi, bisa dijerat Undang Undang Nomor 8 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Namun sampai saat ini, KPK belum meÂnemukan keterlibatan pihak lain.
Luthfi dibidik pasal pencuÂcian uang karena diduga meÂneÂrima uang dari Fathanah.
Selain melaÂcak aset, KPK juga meÂlaÂkuÂkan penelusuran, apakah keÂkayaan LutÂhfi sesuai profilnya seÂbagai anggota DPR. Jika KPK menÂeÂmuÂkan ketidakwajaran harÂta yang dimiliki Luthfi, berdasar Undang Undang TPPU, penegak huÂkum seÂperti KPK berwenang meÂnyita asetnya.
Menurut kuasa hukum Luthfi, Zainuddin Paru, upaya KPK menÂjerat kliennya menggunakan pasal pencucian uang sebagai upaya yang mengada-ngada. Katanya, aset Luthfi, baik rumah atau lainnya, tidak ada yang berÂasal dari hasil kejahatan. “Saya kira terlalu jauh jika KPK menÂjerat Luthfi menggunakan pasal TPPU,†bela Zainuddin.
Zainuddin menambahkan, saat ini tim kuasa hukum masih fokus pada kasus kuota impor daging sapi yang menjerat kliennya. “FoÂkus dulu di kasus sapi, nanti kami pikirkan lagi,†ujarnya.
Yang pasti, KPK sudah meÂneÂtapÂkan kolega Lutfhi, Ahmad FatÂhanah sebagai tersangka kasus pencucian uang. KPK telah meÂnyita aset Fathanah. Aset yang disita itu adalah empat mobil, yakÂni Toyota FJ Cruiser hitam berÂnomor polisi B 1330 SZZ, ToÂyota Alpard putih bernomor polisi B 53 FTI, Toyota Land Cruiser Prado TX hitam bernomor polisi B 1739 WFN, dan Mercy C 200 hitam bernomor polisi B 8749 BS. Nilai empat mobil itu ditaksir mencapai Rp 4,3 miliar.
Salah satu mobil itu disita dari Apartemen Margonda Resident, Depok, dimana Fathanah tinggal bersama istrinya yang bernama Septi Sanustika. Saat ini kempat mobil tersebut terparkir di samÂping Gedung KPK.
Tujuan peÂnyiÂtaan itu untuk memudahkan apaÂbila ada ganti rugi yang harus diÂtuntut KPK. Soalnya, KPK sudah memegang aset tersangka. “SeÂlain itu, aset ini jangan diperÂjualÂbelikan atau dipindahtangankan sampai hakim memutuskan,†ucapnya.
Reka UlangElda Devianne Diperiksa LagiKemarin, KPK memeriksa sakÂsi-saksi kasus suap penguÂrusan kuota impor daging sapi. Para saksi itu yakni pengacara berÂnama A Rozi dan Elda DeÂvianne Adiningrat. “Diperiksa seÂbagai saksi untuk empat terÂsangÂka,†ucap Johan.
Pemeriksaan Elda, lanjut JoÂhan, merupakan penjadwalan ulang dari pemeriksaan sehari seÂbelumnya. Bos PT Radina Niaga Mulia ini diperiksa selama empat jam. Dia keluar Gedung KPK pukul 15.20 WIB. Saat keluar, Elda yang rambutnya diikat, waÂjahnya tampak pucat.
Ditanya soal pemeriksaan, Elda mengaku, penyidik hanya melonÂtarkan tujuh pertanyaan. Namun saat ditanya mengenai maÂteri peÂmeÂriksaan, dia buru-buru naik moÂbil Toyota Avanza berÂwarna krem dengan nomor polisi B 369 RNM. “Tanya ke penyidik saja,†elaknya dari dalam mobil.
Pada Senin (18/3) lalu, KPK juga memanggil Elda dan dua sakÂsi lain, yaitu karyawan PT InÂdoguna Utama, Melanie dan dari pihak swasta bernama Soewarso. “Ketiganya dijadwalkan untuk diperiksa sebagai saksi untuk empat tersangka,†kata Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo.
Dalam pemeriksaan tersebut, Soewarso dan Melani hadir, seÂdangkan Elda tidak nongol. PeÂnyiÂdik juga melakukan pemeÂrikÂsaan terhadap tersangka Juard Effendi (JE). Kali ini, Juard diÂperiksa sebagai saksi untuk terÂsangÂÂka Arya Abdi Effendi (AAE).
Elda sudah lebih dari sekali diperiksa sebagai saksi.Bekas Ketua Asosiasi Perbenihan IndoÂnesia ini, diduga menjadi peranÂtara antara PT Indoguna Utama dengan tersangka Fathanah dan tersangka Luthfi. Bahkan, suami Elda, Denni Adiningrat juga perÂnah diperiksa sebagai saksi.
Menurut pengacara Elda, John Pieter Nazar, pemeriksaan Denni terkait telepon genggamnya yang digunakan Elda untuk mengÂhubungi FathaÂnah. Pembicaraan Elda dan Fathanah saat itu seputar pertemuan dengan Luthfi di MeÂdan. Namun, John mengatakan, Denni yang pengusaha bidang holÂtikultura, tidak ikut dalam pertemuan tersebut.
Menurut John, Elda mengaku mengenal Fathanah dan Luthfi sejak September 2012. Elda MeÂngenal Fathanah karena Fathanah sering terlihat di Kementerian PerÂtanian. “Sedangkan kenal LHI kaÂrena dikenalkan AF,†kata John.
John juga mengatakan, Elda sering mendapat telpon dari FatÂhanah yang ingin diperÂtemukan dengan Komisaris Utama PT Indoguna Utama Maria Elizabeth Liman. “Mungkin hasil pemÂbicaraan itu yang disadap KPK, karena itu dianggap sebagai saksi kunci,†katanya.
Dalam pertemuan tersebut, FatÂhanah mengaku bisa memÂperÂtemukan Elizabeth dengan Luthfi. Bahkan, kata John, secara vulgar Fathanah sering meminta uang kepada Elda guna meÂmuÂlusÂkan pertemuan tersebut. “Dia meÂnelpon, mengaku-ngaku atas nama LHI,†ujarnya.
John mengakui, Elda ikut meÂnemani Elizabeth di hotel Arya Duta, Medan pada 13 Januari 2013 untuk bertemu pihak KeÂmenterian Pertanian. Pertemuan itu dihadiri Luthfi, Fathanah dan Menteri Pertanian Suswono. NaÂmun, John membantah Elda yang mengatur pertemuan. “Ia hanya sebagai notulen saja dalam perÂteÂmuan tersebut,†ujarnya.
John mengatakan, dalam perÂteÂmuÂan di Medan itu tidak dibaÂhas meÂngenai penambahan kuota imÂpor daging untuk PT Indoguna UtaÂma. “Bu Elda tidak menÂcamÂpuri atau merekomendasikan, haÂnya mempertemukan saja,†katanya.
Dia juga membantah Elda memberikan mobil Land Cruiser kepada Luthfi. Menurut John, klienÂnya hanya pernah berbasa-basi menanyakan kenyamanan Land Cruiser kepada Luthfi.
“Elda hanya basa-basi, pak enak nggak mobilnya dipakai? Tidak ada pemberian mobil, haÂnya basa-basi. Karena Elda dapat info dari dari AF, LHI safari dakÂwah di Lampung memakai mobil Land Cruiser,†katanya.
Mewanti-wanti KPK Supaya Hati-hatiYenti Garnasih, Dosen Hukum PidanaDosen Hukum Pidana UniÂversitas Trisakti Yenti Garnasih mendukung Komisi PemÂbeÂranÂtasan Korupsi mendalami tiÂnÂdak pidana pencucian uang (TPPU) yang diduga dilakukan Ahmad Fathanah.
Soalnya, menurut Yenti, meÂlalui pendalaman kasus TPPU itu, bisa saja KPK menemukan perkara korupsi lain yang diÂduga dilakukan Fathanah dan koÂleganya.
“Ketika TPPU suÂdah disangkakan kepada seÂseÂorang, harus digali dari dugaan korupsi apa saja, karena bisa saja bukan dari perkara korupsi sekarang,†katanya, kemarin.
Namun, Yenti mewanti-wanÂti, KPK mesti teliti dan jelas, kaÂsus pencucian uang tersebut dilakukan dari pidana korupsi yang mana saja. Jangan sampai di pengadilan nanti, aset yang sudah disita karena diduga dari pencucian uang, ternyata didaÂpatÂkan dari hasil yang sah.
“TPPU yang disangkakan KPK dari kejahatan yang mana. Nanti harus bisa dibuktikan,†tandasnya.
Yenti juga mendukung KPK agar menelusuri dugaan keterÂlibatan tersangka lain kasus sapi dalam perkara pencucian uang. Namun, lanjutnya, KPK tentu haÂrus memiliki dugaan awal bahÂwa ada kekayaan atau aset para tersangka itu yang tidak sesuai profilnya.
“Sesuaikah harta kekayannya dengan profil sebagai anggota DPR, misalnya. Jika sesuai, ya tidak bisa,†katanya.
Yenti berharap, KPK dapat membuktikan tindak pidana koÂrupsi yang disangkakan kepada Fathanah. Soalnya, sangat aneh jika tindak pidana korupsinya tiÂdak terbukti, tapi hanya TPPU-nya yang terjerat.
“Ini hasil keÂjahatan, lalu keÂjaÂÂhaÂtanÂnya harus dibuktikan juga dong,†tanÂdasnya.
Bisa Dikembalikan Kepada NegaraYahdil Abdi Harahap, Anggota Komisi III DPRAnggota Komisi III DPR YahÂdil Abdi Harahap mengÂapÂresiasi langkah Komisi PemÂberantasan Korupsi yang mulai menyertakan pasal tindak piÂdana pencucian uang dalam kaÂsus korupsi yang ditanganinya.
Sangkaan pencucian uang itu juga dikenakan KPK terhadap Ahmad Fathanah, tersangka kasus suap pengurusan kuota imÂpor daging sapi. Menurut Yahdil, langkah tersebut seÂbuah kemajuan yang dilakukan penegak hukum untuk memÂbuat jera. “Selain itu, jika terÂbukÂti di pengadilan, hasil koÂrupsi tersebut bisa diÂkembÂaliÂkan ke negara,†katanya.
Namun, lanjut Yahdil, dalam penyidikan kasus pencucian uang, dibutuhkan ketelititan dan penguasaan teknis hukum yang sangat baik. Seperti meÂlakukan penelusuran aset dan dari mana aset tersebut dibeli. “Jangan sampai penyidikan pencucian uang justru membuat penyidik tidak fokus pada kasus primernya, sehingga tersangka terlepas dari kasus primernya.â€
Lantaran itu, Yahdil meÂnyaÂranÂkan, jika tidak sanggup meÂlakukannya bersamaan, KPK bisa menyidik kasus pencucian uang setelah kasus primernya selesai. “Jika tidak bisa disatuÂkan dengan pasal pencucian uang, jangan dipaksakan. SoalÂnya, KPK bisa menjerat terÂsangÂka di kemudian hari,†ujarnya.
Dia juga meminta KPK meÂnelusuri, apakah ada pihak lain yang terlibat dalam kasus penÂcucian uang ini. “Selain itu, apaÂkah sangkaan pencucian uang ini hanya terkait kasus kuota impor daging sapi atau ada kasus lain,†kata anggota DPR dari PAN ini.
Yahdil menambahkan, UnÂdang Undang TPPU memÂbeÂriÂkan kewenangan kepada KPK untuk melakukan penyitaan. TuÂjuannya, sebagai antispasi agar aset yang dicurigai tidak wajar, tidak berpindah tangan. Karena itu, dia menyarankan KPK agar tidak ragu-ragu meÂnelusuri aset tersangka perkara korupsi, termasuk aset para terÂsangka kasus suap kuota impor daÂging sapi. [Harian Rakyat Merdeka]