KPK Juga Telusuri Aset Tersangka Luthfi Hasan

Penyidik Geledah Ruko Dan Gudang

Rabu, 20 Maret 2013, 09:18 WIB
KPK Juga Telusuri Aset Tersangka Luthfi Hasan
Luthfi Hasan Ishaaq
rmol news logo .Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah dua tempat terkait kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi, kemarin.

Penggeledahan pertama dilakukan di sebuah rumah toko (ruko) di Atrium Senen, Jalan Senen Raya, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat.

“Ini salah satu ruko milik sak­si,” kata Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo di Gedung KPK, ke­ma­rin. Na­mun, dia tak mau me­nye­but­kan identitas saksi tersebut.

Penggeledahan kedua dila­ku­kan di sebuah kantor atau gudang di kawasan industri, Jalan In­dustri Bojong Larang, Karawaci, Ta­ngerang, Banten. Pe­ng­ge­le­da­han dimulai pukul 10.30 WIB.

KPK juga mengembangkan ka­sus tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang diduga terkait perkara suap kuota impor daging sapi. Untuk kasus pencucian uang ini, KPK telah menetapkan Ah­mad Fathanah (AF) sebagai tersangka. Sebelumnya, Fathanah telah ditetapkan KPK sebagai ter­sangka kasus sapi.

KPK pun melacak aset ter­sang­ka lain kasus suap kuota im­por sapi, Luthfi Hasan Ishaaq, be­kas Presiden PKS untuk men­dalami kasus pencucian uang itu. “Tentu kita kem­bang­kan terus, apakah ada pihak lain yang juga terlibat,” kata Johan pada Senin (18/3) lalu.

KPK memulai proses pe­nyi­di­kan kasus pencucian uang ini de­ngan memeriksa saksi-saksi un­tuk tersangka Fathanah. “Pe­me­rik­saan saksi-saksi TPPU dengan tersangka AF, akan dilakukan pe­kan ini,” ucap Johan.

Tapi, Johan tidak merinci, siapa para saksi yang akan dipanggil itu. Johan hanya mengatakan, biasanya, orang dipanggil sebagai saksi karena diduga mengetahui, mendengar, melihat suatu peris­tiwa, atau karena keahliannya.

 Menurut Johan, pelacakan aset tak hanya dilakuan kepada Luthfi, tapi juga kepada semua ter­sangka kasus korupsi. Kata dia, siapa saja yang ikut me­nya­mar­kan atau menyembunyikan hasil korupsi, bisa dijerat Undang Undang Nomor 8 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Namun sampai saat ini, KPK belum me­nemukan keterlibatan pihak lain.

Luthfi dibidik pasal pencu­cian uang karena diduga me­ne­rima uang dari Fathanah.

Selain mela­cak aset, KPK juga me­la­ku­kan penelusuran, apakah ke­kayaan Lut­hfi sesuai profilnya se­bagai anggota DPR. Jika KPK men­e­mu­kan ketidakwajaran har­ta yang dimiliki Luthfi, berdasar Undang Undang TPPU, penegak hu­kum se­perti KPK berwenang me­nyita asetnya.

Menurut kuasa hukum Luthfi, Zainuddin Paru, upaya KPK men­jerat kliennya menggunakan pasal pencucian uang sebagai upaya yang mengada-ngada. Katanya, aset Luthfi, baik rumah atau lainnya, tidak ada yang ber­asal dari hasil kejahatan. “Saya kira terlalu jauh jika KPK men­jerat Luthfi menggunakan pasal TPPU,” bela Zainuddin.

Zainuddin menambahkan, saat ini tim kuasa hukum masih fokus pada kasus kuota impor daging sapi yang menjerat kliennya. “Fo­kus dulu di kasus sapi, nanti kami pikirkan lagi,” ujarnya.

Yang pasti, KPK sudah me­ne­tap­kan kolega Lutfhi, Ahmad Fat­hanah sebagai tersangka kasus pencucian uang. KPK telah me­nyita aset Fathanah. Aset yang disita itu adalah empat mobil, yak­ni Toyota FJ Cruiser hitam ber­nomor polisi B 1330 SZZ, To­yota Alpard putih bernomor polisi B 53 FTI, Toyota Land Cruiser Prado TX hitam bernomor polisi B 1739 WFN, dan Mercy C 200 hitam bernomor polisi B 8749 BS. Nilai empat mobil itu ditaksir mencapai Rp 4,3 miliar.

Salah satu mobil itu disita dari Apartemen Margonda Resident, Depok, dimana Fathanah tinggal bersama istrinya yang bernama Septi Sanustika. Saat ini kempat mobil tersebut terparkir di sam­ping Gedung KPK.

Tujuan pe­nyi­taan itu untuk memudahkan apa­bila ada ganti rugi yang harus di­tuntut KPK. Soalnya, KPK sudah memegang aset tersangka. “Se­lain itu, aset ini jangan diper­jual­belikan atau dipindahtangankan sampai hakim memutuskan,” ucapnya.

Reka Ulang
Elda Devianne Diperiksa Lagi

Kemarin, KPK memeriksa sak­si-saksi kasus suap pengu­rusan kuota impor daging sapi. Para saksi itu yakni pengacara ber­nama A Rozi dan Elda De­vianne Adiningrat. “Diperiksa se­bagai saksi untuk empat ter­sang­ka,” ucap Johan.

Pemeriksaan Elda, lanjut Jo­han, merupakan penjadwalan ulang dari pemeriksaan sehari se­belumnya. Bos PT Radina Niaga Mulia ini diperiksa selama empat jam. Dia keluar Gedung KPK pukul 15.20 WIB. Saat keluar, Elda yang rambutnya diikat, wa­jahnya tampak pucat.

Ditanya soal pemeriksaan, Elda mengaku, penyidik hanya melon­tarkan tujuh pertanyaan. Namun saat ditanya mengenai ma­teri pe­me­riksaan, dia buru-buru naik mo­bil Toyota Avanza ber­warna krem dengan nomor polisi B 369 RNM. “Tanya ke penyidik saja,” elaknya dari dalam mobil.

Pada Senin (18/3) lalu, KPK juga memanggil Elda dan dua sak­si lain, yaitu karyawan PT In­doguna Utama, Melanie dan dari pihak swasta bernama Soewarso. “Ketiganya dijadwalkan untuk diperiksa sebagai saksi untuk empat tersangka,” kata Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo.

Dalam pemeriksaan tersebut, Soewarso dan Melani hadir, se­dangkan Elda tidak nongol. Pe­nyi­dik juga melakukan peme­rik­saan terhadap tersangka Juard Effendi (JE). Kali ini, Juard di­periksa sebagai saksi untuk ter­sang­­ka Arya Abdi Effendi (AAE).

Elda sudah lebih dari sekali diperiksa sebagai saksi.Bekas Ketua Asosiasi Perbenihan Indo­nesia ini, diduga menjadi peran­tara antara PT Indoguna Utama dengan tersangka Fathanah dan tersangka Luthfi. Bahkan, suami Elda, Denni Adiningrat juga per­nah diperiksa sebagai saksi.

Menurut pengacara Elda, John Pieter Nazar, pemeriksaan Denni terkait telepon genggamnya yang digunakan Elda untuk meng­hubungi Fatha­nah. Pembicaraan Elda dan Fathanah saat itu seputar pertemuan dengan Luthfi di Me­dan. Namun, John mengatakan, Denni yang pengusaha bidang hol­tikultura, tidak ikut dalam pertemuan tersebut.

Menurut John, Elda mengaku mengenal Fathanah dan Luthfi sejak September 2012. Elda Me­ngenal Fathanah karena Fathanah sering terlihat di Kementerian Per­tanian. “Sedangkan kenal LHI ka­rena dikenalkan AF,” kata John.

John juga mengatakan, Elda sering mendapat telpon dari Fat­hanah yang ingin  diper­temukan dengan Komisaris Utama PT Indoguna Utama Maria Elizabeth Liman. “Mungkin hasil pem­bicaraan itu yang disadap KPK, karena itu dianggap sebagai saksi kunci,” katanya.

Dalam pertemuan tersebut, Fat­hanah mengaku bisa mem­per­temukan Elizabeth dengan Luthfi. Bahkan, kata John, secara vulgar Fathanah sering meminta uang kepada Elda guna me­mu­lus­kan pertemuan tersebut. “Dia me­nelpon, mengaku-ngaku atas nama LHI,” ujarnya.

John mengakui, Elda ikut me­nemani Elizabeth di hotel Arya Duta, Medan pada 13 Januari 2013 untuk bertemu pihak Ke­menterian Pertanian. Pertemuan itu dihadiri Luthfi, Fathanah dan Menteri Pertanian Suswono. Na­mun, John membantah Elda yang mengatur pertemuan. “Ia hanya sebagai notulen saja dalam per­te­muan tersebut,” ujarnya.

John mengatakan, dalam per­te­mu­an di Medan itu tidak diba­has me­ngenai penambahan kuota im­por daging untuk PT Indoguna Uta­ma. “Bu Elda tidak men­cam­puri atau merekomendasikan, ha­nya mempertemukan saja,” katanya.

Dia juga membantah Elda memberikan mobil Land Cruiser kepada Luthfi. Menurut John, klien­nya hanya pernah berbasa-basi menanyakan kenyamanan Land Cruiser kepada Luthfi.

“Elda hanya basa-basi, pak enak nggak mobilnya dipakai? Tidak ada pemberian mobil, ha­nya basa-basi. Karena Elda dapat info dari dari AF, LHI safari dak­wah di Lampung memakai mobil Land Cruiser,” katanya.

Mewanti-wanti KPK Supaya Hati-hati
Yenti Garnasih, Dosen Hukum Pidana

Dosen Hukum Pidana Uni­versitas Trisakti Yenti Garnasih mendukung Komisi Pem­be­ran­tasan Korupsi mendalami ti­n­dak pidana pencucian uang (TPPU) yang diduga dilakukan Ahmad Fathanah.

Soalnya, menurut Yenti, me­lalui pendalaman kasus TPPU itu, bisa saja KPK menemukan perkara korupsi lain yang di­duga dilakukan Fathanah dan ko­leganya.

 â€œKetika TPPU su­dah disangkakan kepada se­se­orang, harus digali dari dugaan korupsi apa saja, karena bisa saja bukan dari perkara korupsi sekarang,” katanya, kemarin.

Namun, Yenti mewanti-wan­ti, KPK mesti teliti dan jelas, ka­sus pencucian uang tersebut dilakukan dari pidana korupsi yang mana saja. Jangan sampai di pengadilan nanti, aset yang sudah disita karena diduga dari pencucian uang, ternyata dida­pat­kan dari hasil yang sah.

“TPPU yang disangkakan KPK dari kejahatan yang mana. Nanti harus bisa dibuktikan,” tandasnya.

 Yenti juga mendukung KPK agar menelusuri dugaan keter­libatan tersangka lain kasus sapi dalam perkara pencucian uang. Namun, lanjutnya, KPK tentu ha­rus memiliki dugaan awal bah­wa ada kekayaan atau aset para tersangka itu yang tidak sesuai profilnya.

“Sesuaikah harta kekayannya dengan profil sebagai anggota DPR, misalnya. Jika sesuai, ya tidak bisa,” katanya.

 Yenti berharap, KPK dapat membuktikan tindak pidana ko­rupsi yang disangkakan kepada Fathanah. Soalnya, sangat aneh jika tindak pidana korupsinya ti­dak terbukti, tapi hanya TPPU-nya yang terjerat.

“Ini hasil ke­jahatan, lalu ke­ja­­ha­tan­nya harus dibuktikan juga dong,” tan­dasnya.

Bisa Dikembalikan Kepada Negara
Yahdil Abdi Harahap, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Yah­dil Abdi Harahap meng­ap­resiasi langkah Komisi Pem­berantasan Korupsi yang mulai menyertakan pasal tindak pi­dana pencucian uang dalam ka­sus korupsi yang ditanganinya.

Sangkaan pencucian uang itu juga dikenakan KPK terhadap Ahmad Fathanah, tersangka kasus suap pengurusan kuota im­por daging sapi. Menurut Yahdil, langkah tersebut se­buah kemajuan yang dilakukan penegak hukum untuk mem­buat jera. “Selain itu, jika ter­buk­ti di pengadilan, hasil ko­rupsi tersebut bisa di­kemb­ali­kan ke negara,” katanya.

Namun, lanjut Yahdil, dalam penyidikan kasus pencucian uang, dibutuhkan ketelititan dan penguasaan teknis hukum yang sangat baik. Seperti me­lakukan penelusuran aset dan dari mana aset tersebut dibeli. “Jangan sampai penyidikan pencucian uang justru membuat penyidik tidak fokus pada kasus primernya, sehingga tersangka terlepas dari kasus primernya.”

Lantaran itu, Yahdil me­nya­ran­kan, jika tidak sanggup me­lakukannya bersamaan, KPK bisa menyidik kasus pencucian uang setelah kasus primernya selesai. “Jika tidak bisa disatu­kan dengan pasal pencucian uang, jangan dipaksakan. Soal­nya, KPK bisa menjerat ter­sang­ka di kemudian hari,” ujarnya.

Dia juga meminta KPK me­nelusuri, apakah ada pihak lain yang terlibat dalam kasus pen­cucian uang ini. “Selain itu, apa­kah sangkaan pencucian uang ini hanya terkait kasus kuota impor daging sapi atau ada kasus lain,” kata anggota DPR dari PAN ini.

Yahdil menambahkan, Un­dang Undang TPPU mem­be­ri­kan kewenangan kepada KPK untuk melakukan penyitaan. Tu­juannya, sebagai antispasi agar aset yang dicurigai tidak wajar, tidak berpindah tangan. Karena itu, dia menyarankan KPK agar tidak ragu-ragu me­nelusuri aset tersangka perkara korupsi, termasuk aset para ter­sangka kasus suap kuota impor da­ging sapi. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA