Olly Dondokambey Akui Kenal Tersangka Haris

Kasus Suap Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah

Jumat, 15 Maret 2013, 09:04 WIB
Olly Dondokambey Akui Kenal Tersangka Haris
Wa Ode Nurhayati
rmol news logo Setelah Wa Ode Nurhayati dan Melchius Markus Mekeng, kemarin giliran Mirwan Amir dan Olly Dondokambey diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Bekas pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPR ini, diperiksa sebagai saksi kasus suap pengurusan Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID), yang sebelumnya sudah menjerat Wa Ode sebagai terpidana.

“Keduanya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Haris Andi Surahman,” kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, kemarin.

Mirwan tiba di Gedung KPK pada pukul 09.20 WIB, diantar mobil Hyundai hitam. Politisi Partai Demokrat ini, mengenakan pakaian safari abu-abu lengan pendek. Mengenakan kacamata bingkai hitam, Mirwan tampak tenang.

Sebelum masuk Gedung KPK, dia membantah mengenal tersangka Haris Surahman. “Saya hanya dipanggil, ya sudah, datang saja,” ujarnya.

Lima belas menit kemudian, Olly tiba di Gedung KPK. Juga mengenakan safari abu-abu, Olly terlihat santai. Dia menyebut pemeriksaannya hanya prosedur yang dilakukan KPK dalam memeriksa Pimpinan Banggar.

“Pimpinan Banggar semua dipanggil, jadi hanya minta klarifikasi. Saya tidak terlibat DPID,” katanya sambil masuk ke Gedung KPK.

Setelah melapor ke resepsionis, tidak lama kemudian, keduanya diperiksa di Lantai 4 Gedung KPK. Mirwan dan Olly diperiksa selama 3,5 jam. Pukul 13.27, keduanya keluar bersama-sama.

Di pelataran Gedung KPK, Olly mengatakan, pemeriksaannya berkaitan dengan keterlibatan Haris Surahman dalam pengaturan DPID anggaran 2011. “Itu saja,” ucapnya.

Kendati begitu, Olly mengakui mengenal sosok Haris. Tapi, dia mengaku tidak mengetahui jabatan dan posisi Haris. Menurutnya, Haris pernah mendatangi pimpinan Banggar guna melaporkan dugaan korupsi pengalokasian DPID tahun 2011 yang dilakukan anggota Banggar Wa Ode Nurhayati.

Soal kemudahan akses yang diperoleh Haris dalam menemui pimpinan Banggar, Olly mengaku, semua orang bisa bebas masuk ruang pimpinan Banggar. “Lu aja masuk ruangan gue bebas-bebas aja,” ujarnya.

Olly menyebut, saat masuk ke ruangan pimpinan Banggar, Haris hanya melaporkan Wa Ode. Tapi, politisi PDIP ini tidak merinci laporan tersebut.

Sedangkan Mirwan bersikukuh tidak mengenal Haris. “Ditanyakan soal kenal Haris atau tidak. Saya bilang tidak,” katanya. Mirwan pun mengaku, selama menjabat di Badan Anggaran, dirinya tak pernah membahas anggaran DPID. “Yang ada, saya hanya membahas anggaran pusat,” ucapnya.

Keduanya pun bergegas meninggalkan Gedung KPK menumpang Hyundai hitam nomor polisi B 2424 TM.

Dalam perkara DPID, beberapa nama politisi dari berbagai partai politik disebut Wa Ode terlibat. Dalam persidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Fahd A Rafiq pun mengungkapkan dugaan beberapa anggota DPR yang bersaing mengurus pencairan anggaran DPID untuk tiga kabupaten di Provinsi Aceh.

Dia menyebutkan anggota DPR Mirwan Amir mengurus DPID untuk Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Besar. Dia juga menyebutkan, politisi PKS Tamsil Linrung mendapat jatah mengurus alokasi DPID untuk Kabupaten Pidie Jaya. Fahd mengakui menyuap Wa Ode Nurhayati selaku anggota Banggar sebesar Rp 6 miliar melalui perantara Haris Andi Surahman.

Sebelumnya, Fahd telah ditetapkan sebagai tersangka kasus ini.

Wa Ode telah divonis 6 tahun penjara, sedangkan Fahd divonis 2,5 tahun penjara. Terpidana kasus suap DPID Wa Ode Nurhayati tetap berkeyakinan, pimpinan DPR dan bekas Ketua Banggar ikut mencicipi alokasi dana DPID.

REKA ULANG
Wa Ode Menuding, Marzuki Alie Menampik


Wa Ode Nurhayati kembali menuding pimpinan DPR diduga terlibat kasus korupsi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID).  Seusai diperiksa KPK sebagai saksi pada Rabu (13/3) lalu, terpidana kasus suap DPID ini kembali menyatakan keyakinannya, pimpinan DPR diduga menikmati aliran dana DPID.

Namun, Ketua DPR Marzuki Alie menampik tuduhan Wa Ode itu. “Kalau ada orang yang ngasih uang ke saya, bawa ngomong ke KPK. Dana itu dana apa, siapa yang kasih, di mana kasihnya, jangan tuduh-tuduh saja,” katanya saat dihubungi Rakyat Merdeka.

Kalaupun ada uang yang melewati staf atau ajudannya, jika terbukti menerima, Marzuki berjanji akan memecatnya. “Saya akan pecat, pasti,” tandas politisi Partai Demokrat ini.

Marzuki mengaku, tidak ada hubungannya proyek DPID dengan pimpinan DPR. Tidak ada mekanisme proyek Banggar harus melewati pimpinan DPR.

Kalaupun bersentuhan dengan pimpinan DPR, paling hanya Wakil Ketua DPR bidang keuangan yang tanda tangan. Saat itu jabatan tersebut diisi Anis Matta.

Tetapi, menurut Marzuki, itu pun hanya tanggung jawab administrasi. “Hanya melaksanakan keputusan Banggar. Pak Anis Matta tidak bisa mengubah, bahkan tanda koma sekalipun kadang tak boleh diubah,” ujarnya. “Jangan karena ada kode-kode lalu dibilang ini jatah pimpinan (DPR), itu fitnah namanya,” tegasnya.

Sementara itu, bekas Ketua Banggar DPR Melchias Mekeng diperiksa sebagai saksi pada Rabu lalu. Mengenakan batik coklat, Mekeng tiba di Gedung KPK pukul 09.45 WIB.

Bekas pimpinan Banggar dari Fraksi Golkar ini diperiksa KPK selama 4 jam. Seusai pemeriksaan, Mekeng tak banyak bicara. “Saya tidak tahu,” ujarnya, singkat.

Pada hari itu, Wa Ode juga diperiksa sebagai saksi bagi tersangka Haris Surahman. Politisi PAN ini tiba di Gedung KPK pukul 09.40. Dia mengenakan batik biru dan kerudung hitam. Ditanya wartawan, Wa Ode tak mau berkomentar.

Empat jam kemudian, Wa Ode keluar Gedung KPK. Saat ditanya wartawan, keterangan apa yang dia berikan kepada penyidik KPK, wanita ini langsung menjawab, “Saya sampai detik ini, menyampaikan apa yang pernah saya sampaikan dan masih konsisten dengan itu,” tegas Wa Ode.

Kepada penyidik, Wa Ode juga kembali menjelaskan soal sistem penjatahan DPID dan cara kerjanya. “Kalau DPID dan sistemnya yang saya tahu, saya sampaikan sebenar-benarnya,” katanya.

Oktober lalu, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Wa Ode enam tahun penjara. Dia terbukti melakukan dua tindak pidana: menerima suap terkait pengalokasian DPID dan melakukan tindak pidana pencucian uang atas kepemilikan uang sebesar Rp 50,5 miliar dalam rekeningnya.

 Wa Ode dianggap menerima pemberian hadiah atau janji berupa uang senilai Rp 6,25 miliar dari tiga pengusaha: Fahd El Fouz, Paul Nelwan, dan Abram Noch Mambu melalui Haris Surahman. Duit diberikan agar Wa Ode selaku anggota Banggar DPR mampu meloloskan Kabupaten Aceh Besar, Pidie Jaya, Bener Meriah, dan Minahasa masuk daftar daerah penerima alokasi DPID 2011.

Keterlibatan Satu DPR, Tak Rasional
Uchok Khadafi, FITRA

Sekjen LSM Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Khadafi meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dan menelusuri pihak-pihak yang diduga terlibat kasus suap pembahasan Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID). Terutama anggota DPR dan pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPR yang diduga terlibat kasus tersebut.

Menurut Uchok, menjadi pertanyaan masyarakat jika KPK hanya menyeret satu nama anggota DPR dalam kasus DPID. Pasalnya, dalam memutuskan sebuah alokasi anggaran, DPR melakukannya secara kolektif di Banggar. Bukan keputusan sendiri-sendiri.

“Mengapa hanya satu anggota Banggar DPR yang diseret. Apakah mungkin hanya satu yang terlibat kasus seperti ini,” katanya, kemarin.

Uchok menilai, jika Wa Ode sebagai satu-satunya anggota Banggar DPR yang terlibat kasus DPID, maka perkara ini tidak rasional. Dia khawatir jika KPK tidak bisa menemukan alat bukti untuk menjerat pihak lain, maka citra KPK sebagai lembaga independen di mata publik bisa rusak. “Ada kesan bahwa KPK tidak profesional dan tidak independen dalam mengusut kasus ini,” tandasnya.

Lantaran itu, katanya, KPK perlu segera mengklarifikasi dan memvalidasi pernyataan Wa Ode Nurhayati yang menyebut adanya aliran dana ke pimpinan Banggar. Apalagi, dugaan adanya aliran dana ke pimpinan DPR sudah disampaikan Wa Oden dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta. “Tinggal bagaimana KPK, apakah berniat menelusuri pihak lain atau atau tidak. KPK perlu memanggil nama-nama yang disebut itu,” tandasnya.

Kewajiban KPK Untuk Menelusuri

Syrifuddin Sudding, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Syarifuddin Sudding menghargai proses hukum yang sedang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengusut kasus Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID).
 
Soalnya, lanjut politisi Partai Hanura ini, memang kewajiban KPK untuk terus menelusuri siapa saja pihak-pihak yang diduga terlibat kasus tersebut.

Suding juga meminta KPK untuk menelusuri dugaan aliran dana ke pihak Badan Anggaran (Banggar) DPR, seperti yang dinyatakan bekas anggota Banggar Wa Ode Nurhayati. Menurut dia, pernyataan Wa Ode tersebut perlu ditelusuri KPK agar masyarakat tidak bertanya-tanya. “Ketika ada informasi, KPK wajib menelusuri dan menindaklanjuti, apakah pernyataan tersebut benar atau tidak,” ucapnya.

Dia juga menghormati KPK jika akan memanggil anggota Banggar DPR yang lain jika masih memerlukan keterangan. Dia berharap, melalui pemeriksaan saksi-saksi itu, KPK akan mendapatkan alat bukti baru untuk menelusuri pihak-pihak lain yang diduga terlibat dalam kasus tersebut. “KPK memang punya hak yang diatur undang- undang untuk memanggil siapa saja,” ujarnya.

Jika sudah menemukan alat bukti yang cukup, Suding berharap KPK bersikap tegas. Termasuk jika menemukan keterlibatan anggota DPR yang lain.  “Semua orang di hadapan hukum sama saja,” tukasnya.  [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA