Fathanah Dikorek Penyidik Kejagung Di Gedung KPK

Kasus Dugaan Pembobolan BJB

Jumat, 08 Maret 2013, 09:41 WIB
Fathanah Dikorek Penyidik Kejagung Di Gedung KPK
Ahmad Fathanah (AF)
rmol news logo Ahmad Fathanah (AF), kolega bekas Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq, tidak hanya terlibat kasus suap kuota impor daging sapi yang ditangani KPK.

Kejaksaan Agung juga mengincar Fathanah dalam perkara dugaan kredit fiktif Bank Pembangunan Jawa Barat-Banten (BJB) sebesar Rp 55 miliar.

Upaya Kejaksaan Agung (Keja-gung) mengorek dugaan keterlibatan AF, disampaikan Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung Setia Untung Arimuladi.

Menurutnya, hasil penyidikan sementara menunjukkan indikasi keterlibatan AF.

“Ada dugaan, AF mendapatkan aliran dana dari kredit fiktif yang diajukan ke BJB cabang Surabaya,” katanya, kemarin.

Lantaran itu, penyidik Keja-gung datang ke Gedung KPK di Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan untuk mengorek keterangan AF, kemarin.

Setelah mengantongi izin dari KPK, mereka menggali keterangan AF sebagai saksi.

Menurut Untung, pemeriksaan AF mengarah pada aliran dana dari PT Radina Niaga Mulia (RNM). Kendati begitu, Untung belum mau blak-blakan, berapa dana yang masuk ke kocek AF. Begitu pula, apa peran AF dalam kasus ini.

Dia hanya menginformasikan, penyidik menduga, AF memiliki kedekatan dengan tersangka Elda Devianne Adiningrat (EDA), bos PT RNM. Namun, aliran dana yang masuk ke kantong AF justru diduga terkait dengan tersangka Yudi Setiawan (YS), bos PT Cipta Inti Permindo (CIP).

Selain memeriksa AF sebagai saksi, penyidik Kejagung juga telah memeriksa tersangka Direktur Komersial PT E Farm Bisnis Indonesia (EFBI) Deni Pasha Satari (DPS), dan tersangka Manager Komersial BJB Cabang Surabaya Eri Sudewa Dullah (ESD).

Pemeriksaan ESD berkutat seputar kebijakan bank mencairkan kredit PT CIP. Di luar itu, penyidik mengarah pada teknis pengajuan kredit.

“Terkait tugas dan kewenangan saksi sebagai Manager Komersial Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Cabang Surabaya,” tandasnya.

Menurut Untung, kompetensi ESD sebagai Manager Komersial sangat menentukan pencairan kredit. Peranan vital inilah yang memicu penyidik untuk mengorek kesaksian yang bersangkutan. Bisa saja, analisis yang dilakukan sudah benar, namun ada pihak lain yang mengintervensinya untuk melakukan penyelewengan.

Atau sebaliknya, analisis kredit justru dilaksanakan secara serampangan. Hal itu kemungkinan terjadi karena iming-iming atau motivasi mendapat keuntungan pribadi. “Semua hal menyangkut ini masih dikembangkan,” ucapnya. 

Untung menolak menjabarkan hasil pemeriksaan saksi secara spesifik.

Soalnya, hal tersebut masih perlu dikembangkan ke berbagai sisi. Lagi pula, sebutnya, hal ini  menyangkut teknis penyidikan.  Sedangkan pemeriksaan DPS, kata Untung, ditujukan guna mengetahui aliran dana dari PT CIP ke PT EFBI.

Kasus ini berawal ketika Bank BJB menyetujui pemberian kredit usaha Rp 55 miliar kepada PT CIP. Namun dalam proposal pengajuan kredit, PT CIP, produsen dan distributor sarana pendidikan itu justru berencana mengembangkan usaha pembuatan bahan baku pakan ternak.

Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo mengapresiasi langkah Kejagung mengusut kasus ini. Pemeriksaan AF, katanya, menunjukkan komitmen Kejaksaan dalam mengusut kasus korupsi. “Kasus yang ditangani KPK dan Kejaksaan berbeda,” jelasnya.

Kalau nanti AF juga dijadikan tersangka kasus BJB oleh Kejagung, menurut Johan, maka hal itu tidak menjadi masalah. Soalnya, dakwaan maupun hukumannya bisa komulatif jika terbukti di pengadilan. Yang pasti, hingga kemarin, Fathanah baru menjadi tersangka di KPK.
 
“Kita koordinasi dengan kejaksaan. Yang pasti, KPK sudah menetapkan AF sebagai tersangka kasus suap kuota impor daging sapi dan tindak pidana pencucian uang,” kata Johan.

REKA ULANG
Dari Kasus Sapi Hingga Kredit


Kejaksaan Agung menetapkan Komisaris PT Radina Niaga Mulia (RNM), Elda Devianne Adiningrat (EDA) sebagai tersangka kasus dugaan penyelewengan kredit Rp 55 miliar dari Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB).

Nama Elda sebelumnya mencuat dalam kasus suap kuota impor daging sapi yang membuat bekas Presiden PKS Lutfhi Hasan Ishaaq ditetapkan KPK sebagai tersangka. Sedangkan Elda hingga kemarin berstatus sebagai saksi kasus suap kuota impor sapi.

Menurut Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi, EDA awalnya menerima kredit dari BJB. Namun, kata Untung, dana itu malah disalurkan EDA untuk penyertaan modal kerja ke PT Cipta Inti Permindo (CIP).  

PT RNM, lanjut Untung, tidak melaksanakan kegiatan sesuai kredit yang diajukan kepada BJB. PT RNM justru menyerahkan uang kredit itu kepada tersangka Yudi Setiawan (YS), Direktur Utama PT CIP untuk pengadaan bahan baku pakan ternak.

Penyertaan modal kerja tersebut, dilatari dugaan bahwa Elada mengenal Yudi. “Bukti pengiriman dana sudah disita,” tandasnya.

Untung menambahkan, sekalipun EDA terseret kasus suap kuota impor sapi yang ditangani KPK, hal itu tidak menghalangi Kejagung mengusut kasus BJB. Terlebih, selain EDA dan YS,  Kejagung sudah menetapkan tiga tersangka lain.

Tiga tersangka itu adalah bekas Direktur Utama PT E-Farm Bisnis Indonesia (EFBI), DY, Direktur Komersial EFBI Deni Pasha Satari (DPS), dan Manager Komersil BJB cabang Surabaya Eri Sudewa Dullah (ESD). Mereka ditetapkan sebagai tersangka pada 22 Januari 2013.  “Total tersangkanya sudah lima,” tandasnya.  

Kendati begitu, Untung belum mau merinci kaitan perusahaan masing-masing tersangka dalam kasus ini. Masih banyak hal yang perlu dikembangkan. Sejauh ini, Kejaksaan masih mendalami dugaan keterlibatan pihak lain. Tak tertutup kemungkinan, tersangka kasus ini bertambah.

Pada pengusutan perkara ini, Kejagung sudah menggeledah kantor PT CIP dan PT Cipta Terang Abadi (CTA) di Jalan Cipaku I Nomor 14, Jakarta Selatan pada Rabu, 20 Februari 2013. Dari penggeledahan tersebut, Kejaksaan menyita 19 dokumen, tiga hard disk dan satu keping VCD.

Sebelumnya, Corporate Secretary BJB Sofi Suryasnia menyatakan, pihaknya merupakan korban dalam kasus ini. ”Kami  korban, kami serahkan semuanya kepada kuasa hukum,” katanya, Rabu (27/2).
 
Tapi, dia menolak membeberkan teknis pengajuan kredit yang diduga digunakan untuk menggarap proyek salah satu kantor kementerian itu. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA