KPK Mulai Periksa Saksi Untuk Tersangka Anas

Kasus Dugaan Korupsi Proyek Hambalang

Kamis, 28 Februari 2013, 10:00 WIB
KPK Mulai Periksa Saksi  Untuk Tersangka Anas
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
rmol news logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai memeriksa saksi untuk tersangka Anas Urbaningrum (AU) dalam kasus penerimaan hadiah terkait proyek pembangunan Pusat Olahraga Hambalang, Bogor, Jawa Barat.

Saksi-saksi yang diperiksa itu adalah anggota Komisi II DPR Ignatius Mulyono, Nuracman Rusdam (sopir Anas) dan dari pihak swasta Frans Guna Wijaya.

“Ketiganya diperiksa untuk tersangka AU,” kata Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, kemarin.

Dalam pemeriksaan tersebut, Ignatius dan Frans memenuhi panggilan KPK. Sementara Nuracman tidak hadir. KPK tidak mengetahui alasan ketidakhadirannya.

Ignatius tiba di Gedung KPK tepat pukul 10 pagi. Mengenakan batik coklat, politisi Partai Demokrat itu berjalan santai dari tempat parkir Gedung KPK sambil menenteng map warna putih. Kata dia, map tersebut merupakan berkas yang akan diserahkan ke KPK dalam pemeriksaannya.

Sebelum masuk, Ignatius membantah kabar yang mengaitkannya dengan pengurusan sertifikat Hambalang.

“Ini bukan sertifikat, ini surat keputusan. Itu keliru,” katanya membela diri sembari menunjukkan map yang dibawanya.

Bekas Ketua Badan Legislasi DPR itu, bukan untuk pertama kali diperiksa sebagai saksi kasus Hambalang. Sebelumnya, Ignatius juga pernah diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Alfian Andi Mallarangeng (AAM) dan Dedy Kusdinar (DK).

Menurut dia, pemeriksaannya kali ini tak akan berbeda dengan pemeriksaan sebelumnya, yaitu terkait dengan penerbitan sertifikat Hambalang.

“Ya biasa, seperti kemarin saja, enggak ada yang baru lagi, kita lihat nantilah,” kata Mulyono sambil masuk Gedung KPK.

Ignatius diperiksa selama hampir 6 jam di lantai 4 Gedung KPK. Pukul 4.10 sore, Ignatius baru keluar dari ruang pemeriksaan. Meski wajahnya terlihat lelah, Ignatius bersedia menjelaskan soal pemeriksaanya.

Seperti yang diperkirakannya, pemeriksaan hari itu juga berkisar soal sertifikat tanah Hambalang. Ignatius membantah telah diminta Anas mengurus sertifikat lahan Hambalang. Dengan dokumen yang diperlihatkannya, Ignatius menuturkan dia tidak mengurus sertifikat, tetapi hanya mengambil SK pemberian hak pakai untuk Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).

Hak pakai tersebut diberikan atas tanah seluas 312.448 meter persegi di Desa Hambalang, ditandatangani oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto (sekarang mantan).

Ignatius tidak membantah ada serah terima SK tersebut dengan tanda terima yang dia tanda tangani. “Kan sebagai tanda terima, surat keputusan pemberian hak kepada Menpora,” ujarnya.

Menurut Ignatius, SK pemberian hak pakai ini nantinya akan diproses menjadi sertifikat, tetapi dia mengaku tidak tahu siapa yang memproses sertifikat tersebut. Ignatius juga mengaku tidak pernah bertemu dengan Menpora Andi Malarangeng.
 
“Dengan seluruh pegawai Kemenpora pun tidak ada yag kenal,” ucapnya.
Ignatius mengaku hanya dimintai tolong oleh Anas untuk mengambil surat dari Sekretaris Utama (sestama) BPN Magam Manurung. “Bukan diperintah tapi dimintai tolong. Sebagai anggota fraksi apa salahnya toh. Sebulan kemudian Pak Magam bilang sudah jadi suratnya, saya ambil saja,” ujarnya.

Ignatius pun mengaku tidak pernah terlibat dalam rapat seputar pembangunan proyek Hambalang. “Sama sekali belum pernah rapat masalah Hambalang. Saya tidak tahu apa-apa,” elaknya.

Berdasarkan hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Ignatius mendapatkan SK pemberian hak pakai itu dari Kepala Bagian Persuratan dan Kearsipan BPN yang diperintahkan Sestama BPN. BPK menduga, penyerahan SK kepada Mulyono ini melanggar undang-undang karena saat itu dia tidak membawa surat kuasa dari Kemenpora selaku pemohon.

Selain memeriksa saksi untuk Anas, kemarin, KPK juga memeriksa lima saksi untuk tersangka AAM dan DK dalam kasus tindak pidana korupsi pembangunan proyek sport-center Hambalang. Kelima saksi tersebut adalah, Direktur PT Wira Kusuma Sejahtera Khoe Toet Soen alias Sun Kusuma, Chief Finansial Officer PT Visi Lokamas Tono Suryanto, PT Berkat Manunggal Jaya, Direktur PT Dutadharma Elektroindonusa Farid Chandra Theja, dan staf administrasi KSO Adhi-Wika M Muqorobin.

Johan Budi mengatakan, KPK belum menjadwalkan pemeriksaan untuk AAM atau pun AU. Menurut dia, sebelum pemeriksaan tersangka, dari sisi materi ada tahapan-tahapan yang menjadi prioritas untuk kepentingan penyidikan.

“Ini soal teknis saja, tersangka di KPK yang sudah proses penyidikan, biasanya ditahan. Soal kapan ditahan, bukan karena KPK tebang pilih, tapi ini persoalan untuk kepentingan penyidikan. Penyidiklah yang tahu kapan seseorang ditahan untuk kependikan penyidikan, atau belum perlu ditahan.”

Johan juga membantah kabar yang menyebutkan bahwa KPK akan jemput Anas untuk penahanan. “Itu isu menyesatkan. Tidak benar. Kita imbau kepada pihak-pihak yang sebar isu menyesatkan itu, tolonglah hentikan. KPK bukanlah alat politik.”

REKA ULANG
Belum Pasti Tersangka Terakhir

Komisi Pemberantasan Korupsi terus mengembangkan kasus Hambalang. Sehingga, ada kemungkinan Anas Urbaningrum bukan tersangka terakhir kasus tersebut.

Anas disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi Undang Undang Nomor 20 tahun 2001, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. Kapasitas Anas saat itu adalah sebagai anggota DPR.

Anas membantah terlibat kasus tersebut. “Saya meyakini betul sepenuhnya, saya tidak terlibat proses pelanggaran hukum yang disebut proyek Hambalang,” kata Anas saat jumpa pers di Gedung DPP Partai Demokrat, Sabtu (23/2) lalu.

Mengenai kabar bahwa Anas akan menjadi justice collaborator, KPK menyerahkan keputusan tersebut kepada bekas Ketua Umum Partai Demokrat itu. Justice collaborator adalah pihak yang terkait suatu kasus dan mau bekerja sama dengan penegak hukum untuk menuntaskan suatu kasus. Caranya, memberikan data atau keterangan yang membantu pengungkapan kasus tersebut.

Menurut Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo, untuk menjadi justice collaborator tidak bisa berdasar keputusan satu pihak saja, tapi harus berdasarkan keputusan bersama-sama antara KPK dan orang yang terkait kasus tersebut.

“Keputusannya ada pada tersangka AU. Apakah dia mau melakukan itu atau tidak. Kalau mau, ya silakan saja, tentu dengan tindak pidana korupsi yang berkaitan saja. Untuk jadi justice collaborator, artinya ada data yang bisa dimanfaatkan KPK untuk penyelesaian lebih lanjut,” tandasnya.

Menurut Johan, kepada pihak yang bersedia menjadi justice collaborator, KPK akan memberikan apresiasi atau reward. “Tingkat rewardnya sebatas pada tuntutan. Tentu akan lebih ringan dari yang tidak menjadi justice collaborator,” ujarnya.

Johan kembali menegaskan bahwa penetapan tersangka AU bukan atas desakan pihak lain, namun berdasar hasil gelar perkara yang dilakukan pada Jumat (22/2) lalu. Menurutnya, KPK sudah berkali-kali melakukan gelar perkara kasus Hambalang. Upaya lainnya adalah melakukan penelusuran aset kekayaan tersangka, dan bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menyelidiki tentang adanya transaksi-transaksi mencurigakan.

Jika ada ketidakpuasan, Johan mempersilakan kepada Anas untuk melakukan upaya hukum lain. “Ya silakan saja. Kita hormati langkah-langkah hukum bagi yang merasa tidak pas dengan apa yang dilakukan KPK,” ujarnya.

Setelah menetapkan Anas sebagai tersangka kasus tersebut pada Jumat (22/2) lalu, KPK kembali bergerak. KPK mengagendakan pemeriksaan saksi-saksi untuk tersangka Anas. Agenda itu mulai kemarin telah dijalankan KPK.

Anas terjerat kasus pemberian hadiah atau janji terkait proyek Hambalang dan atau proyek-proyek lain. Anas disangka menerima mobil Toyota Harier dari perusahaan pemenang tender proyek Hambalang, PT Adhi Karya saat dirinya masih menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR.

Isu & Penyidikan Tidak Ada Hubungannya
ChaIrul Huda, Dosen Hukum Pidana UI

Dosen hukum pidana Universitas Indonesia Chairul Huda berharap, Komisi Pemberantasan Korupsi tidak terpengaruh isu-isu terkait kasus Hambalang yang membelit Anas Urbaningrum, bekas Ketua Umum Partai Demokrat.

Dia hanya mengingatkan, dalam pengusutan sebuah kasus, KPK hendaklah tetap berpijak pada fakta hukum yang ada. Jangan sampai isu dan rumor yang tengah berkembang saat ini, mempengaruhi independensi dan profesionalisme KPK.

“Isu-isu itu sebenarnya tidak ada hubungannya dengan penyidikan yang dilakukan KPK. Isu-isu tersebut adalah soal yang lain. Tidak ada hubungannya dengan penyidikan,” ujarnya, kemarin.

Chairul juga mengapresiasi KPK yang sudah mulai memeriksa saksi untuk tersangka Anas Urbaningrum. KPK, lanjutnya, mempunyai kewenangan sepenuhnya untuk menentukan siapa saja saksi yang diperiksa.

Saksi itu bisa pihak yang mengetahui kasus tersebut, atau seseorang yang dimintai keterangan karena kepakarannya. “Itu memang kewenangan KPK. Siapa saja bisa jadi saksi, selama dibutuhkan penyidik,” katanya.

Apakah akan ada tersangka lain kasus Hambalang, Chairul menyerahkan semuanya kepada KPK untuk terus melakukan penyidikan dan mengembangkan kasus ini. “Serahkan semuanya kepada KPK,” ucapnya.

Yang penting, lanjut dia, dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka, KPK harus memiliki dua alat bukti. Tanpa itu, KPK tidak bisa menetapkan seseorang sebagai tersangka. “Jika alat bukti yang dimiliki KPK sudah cukup, maka bisa ditetapkan sebagai tersangka,” ucapnya.

Ingatkan KPK Jangan Terseret Urusan Politik

Desmond J Mahesa, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Desmond J Mahesa menyerahkan sepenuhnya pengusutan kasus Hambalang kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Termasuk langkah KPK memeriksa saksi-saksi untuk tersangka Anas Urbaningrum.

Desmond berharap, KPK tetap profesional dalam menjalankan kewenangannya memanggil dan memeriksa para saksi, termasuk saksi untuk tersangka Anas Urbaningrum. “Dibutuhkan profesionalisme dalam mengusut kasus ini,” kata politisi Partai Gerindra ini, kemarin.

Menurut dia, dalam penyidikan kasus tersebut, KPK mendapatkan perhatian besar dari masyarakat. Apalagi, lanjut Desmon, kasus yang membelit bekas Ketua Umum Partai Demokrat ini, juga dijadikan komoditas politik oleh politikus tertentu. Lantaran itu, Desmond mewanti-wanti KPK agar tetap profesional.

“Indepensi yang dipertaruhkan KPK saat ini. Jika nanti KPK tidak bisa membuktikan sangkaannya, maka hancurlah kepercayaan publik kepada KPK,” ujarnya.

Padahal, kata Desmond, kepercayaan publik kepada KPK merupakan faktor yang mendukung lembaga ini masih dipercaya dalam pemberantasan korupsi. Desmond juga meminta KPK tidak terpengaruh perkembangan politik saat ini.

Mengenai Anas yang sudah memberikan pernyataan di media bahwa kasus yang membelit dirinya penuh unsur politis dan bukan berdasar fakta hukum, Desmond meminta KPK membuktikan pernyataan itu tidak ada kaitannya.

“Tugas KPK untuk membuktikan bahwa lembaganya merupakan lembaga yang profesional,” katanya.

Agar tetap mendapatkan dukungan publik, lanjut dia, KPK harus fokus pada sangkaan yang dikenakan kepada Anas. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA