Pada pemeriksaan ini, kapaÂsiÂtasnya sebagai bekas Kepala KeÂbijakan Fiskal Kementerian KeÂuangan. “Yang bersangkutan diÂperiksa sebagai saksi,†kata KeÂpala Bagian Pemberitaan dan InÂforÂmasi KPK Priharsa Nugraha, kemarin.
Anggito diperiksa KPK sebaÂgai saksi bagi tersangka bekas DeÂputi IV Pengelolaan Moneter DeÂvisa Bank Indonesia Budi MulÂya. Budi ditetapkan sebagai terÂsangka lantaran diduga menyaÂlahÂgunakan kewenangan pada pemÂberian Fasilitas Pinjaman JangÂka Pendek (FPJP) kepada Bank Century.
Berbaju koko coklat, Anggito yang tiba pukul 09.40 WIB meÂmilih jurus mingkem: langsung maÂsuk lobi Gedung KPK tanpa bicara sepatah kata pun. Tak lama Anggito diperiksa, hanya 4 jam. Pukul 13.30, dia keluar. Kali ini, Anggito bersedia banyak bicara. SeÂnyum juga diumbarnya. TamÂpak lega dia setelah diperiksa.
Kepada penyidik, Anggito meÂngaku membeberkan ketidakÂyaÂkinannya bahwa Century meÂruÂpaÂkan bank gagal yang berÂdamÂpak sistemik. “Saya meÂnyamÂpaiÂkan bahwa saya belum cukup puÂnya bukti. Belum cukup yakin, dan belum memahami kenapa Bank Indonesia menetapkan Bank Century sebagai bank gagal bakal berdampak sistemik,†ujar Anggito.
Menurutnya, dampak sistemik baru terjadi ketika bank memiliki ukuran besar dan berkaitan deÂngan bank-bank lain atau punya keÂgiatan interbank yang berÂkaitan dengan bank-bank lain, seÂhingga berimbas kepada kegiatan bank-bank lainnya.
Anggito menerangkan, dirinya tiÂdak ikut rapat rapat Komite StaÂbilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada November 2008. Dirinya hanya ikut rapat terbuka untuk dimintai masukan terhadap rapat KSSK tersebut.
Menurutnya, biaya penyelaÂmatÂÂan Bank Century saat itu diÂtaksir Rp 632 miliar, jauh lebih keÂcil dari biaya penutupan yaitu seÂkitar Rp 6 triliun. “Namun deÂmiÂkian, keputusan sudah ada di taÂngan KSSK dan penyerahannya keÂpada KK atau Komite KoorÂdinasi. Jadi, saya bukan orang yang mengambil keputusan, saya memberi masukan saja,†katanya sembari masuk ke mobil.
Sebelumnya, Komisi PembeÂranÂtasan Korupsi telah meÂmangÂgil Anggito untuk diperiksa seÂbagai saksi pada Kamis (14/2) lalu. Tapi, pada hari itu Anggito tidak memenuhi panggilan KPK.
Pada hari itu, KPK juga meÂmangÂgil Ketua Dewan KoÂmisioner Otoritas Jasa Keuangan CenÂtury, Muliaman D Hadad dan bekas Direktur Direktorat PengaÂwasan Bank 1 Bank Indonesia ZaiÂnal Abidin sebagai saksi untuk terÂsangka bekas Deputi V Bidang Pengawasan BI Budi Mulya.
Zainal adalah pejabat BI yang mendapat tembusan permohonan FPJP dari Bank Century, keÂmuÂdian mengirimkan laporan terÂtulis kepada Gubernur BI BoeÂdiono dan bekas Deputi Bidang V Pengawasan BI Siti Chodijah Fajriah pada 30 Oktober 2008.
Usai menjalani pemeriksaan, Ketua Dewan Komisioner OtoÂriÂtas Jasa Keuangan (OJK) MuÂliaÂman D Hadad menyatakan, baÂnyak hal yang menjadi pertimÂbangan dalam mengubah perÂaturan Bank Indonesia soal FPJP keÂpada Bank Century yang diangÂgap sebagai bank gagal.
Audit Badan Pemeriksa KeÂuangan (BPK) atas Century meÂnyimÂpulkan adanya ketidakÂteÂgasÂan Bank Indonesia terhadap bank milik Robert Tantular tersebut, kaÂrena diduga mengubah perÂaturan yang dibuat sendiri agar Century bisa mendapat FPJP. Salah satunya dengan mengubah Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/26/PBI/2008 tentang PerÂsyaratan Pemberian FPJP, dari seÂmula dengan CAR 8 persen menÂjadi CAR positif.
Dalam kasus tersebut, selain BuÂdi Mulya, KPK juga telah meÂnetapkan tersangka lain dalam kasus Bank Century yaitu Siti Chodijah Fajriah.
Pemberian pinjaman ke Bank CenÂtury bermula saat bank terseÂbut mengalami kesulitan likuiÂdiÂtas pada Oktober 2008. MaÂnaÂjemen Century mengirim surat keÂpada Bank Indonesia pada 30 OkÂtober 2008 untuk meminta faÂsilitas repo aset senilai Rp1 triliun.
Namun, Bank Century tidak meÂmenuhi syarat untuk menÂdaÂpat FPJP karena masalah keÂsuÂlitÂan likuiditasnya sudah mendasar, akibat penarikan dana nasabah dalam jumlah besar secara terus-menerus.
Kucuran dana kepada Bank CenÂtury dilakukan secara berÂtaÂhap. Tahap pertama, bank terÂseÂbut menerima Rp 2,7 triliun pada 23 November 2008. Tahap kedua, paÂda 5 Desember 2008 sebesar Rp 2,2 triliun, tahap ketiga pada 3 Februari 2009 sebesar Rp 1,1 triliun dan tahap keempat pada 24 Juli 2009 sebesar Rp 630 miliar, seÂhingga total dana talangan adaÂlah mencapai Rp 6,7 triliun.
Reka UlangMenjadi Sorotan Timwas CenturyKPK, melalui juru bicaranya, JoÂhan Budi Sapto Prabowo meÂnyaÂtakan berusaha maksimal meÂnyelesaikan kasus Century. TerÂlebih, perkara Century menjadi sorotan DPR yang membentuk Tim Pengawas (Timwas) CenÂtury. “Rekomendasi dari Timwas Century DPR menjadi masukan buat KPK. Kami koordinasi dengan mereka,†ucapnya.
KPK kemudian menguÂmumÂkan tersangÂka kasus bailout bank Century, yakÂni Budi Mulya dan Siti Ch FadÂjrijah.
Sementara itu, KeÂtua KoÂmite StaÂbilitas Sektor KÂeÂuangan (KSSK) yang juga beÂkas Menteri KeÂÂuangan Sri MulÂyani menepis tuÂdingan adanya duÂgaan peÂlanggaran seperti yang dilansir BPK. “Kita lihat, mana yang diÂlanggar. Kami berpatokan pada apaÂkah krisisnya dapat tercegah seÂsuai mandat sebagai Ketua KSSK waktu itu,†katanya pada FebÂruari 2010.
Dalam pengusutan perkara ini, Badan Pemeriksa Keuangan suÂdah dua kali mengaudit inÂvesÂtigasi Century. Pertama, pada 2009. Kedua, pada 2011. Audit dilaÂkukan untuk mengetahui peÂngucuran Fasilitas Pendanaan JangÂka Pendek (FPJP) dan PeÂnyertaan Modal Sementara (PMS) kepada bank yang kini berÂÂnama Bank Mutiara itu.
Audit BPK menemukan seÂdikitnya enam poin kejanggalan. PerÂtama menyangkut perubahan aturan FPJP. Pada 14 November 2008, BI mengubah persyaratan rasio kecukupan modal (CAR) peÂneÂrima FPJP dari minimal 8 perÂsen menjadi CAR positif. BPK curiga ini merupakan reÂkaÂyasa agar Century memperoleh FPJP senilai Rp 689,39 miliar.
Kedua, nilai jaminan FPJP yang dianggap melanggar ketenÂtuan. Nilai jaminan FPJP Century hanya Rp 467,99 miliar atau 83 persen dari plafon FPJP. Padahal, seharusnya nilai jaminan minimal 150 persen.
Ketiga, terkait upaya menyemÂbuÂnyikan informasi. Surat GuÂberÂnur BI tanggal 20 November 2008 tidak memberi informasi lengkap mengenai kondisi CenÂtury kepada Komite Stabilitas SisÂtem Keuangan (KSSK). AkiÂbatnya, dana talangan memÂbengkak dari Rp 632 miliar menjadi Rp 6,7 triliun.
Keempat, menyangkut kriteria sistemik yang tidak jelas. Saat rapat 21 November 2008, BI dan KSSK tidak memiliki kriteria yang terukur dalam menetapkan dampak sistemik Century. BI juga menambahkan aspek peÂngukuran baru, yaitu psikologi pasar.
Kelima, menyangkut rekayasa Penyertaan Modal Sementara (PMS). Di sini, LPS mengubah perÂaturan, sehingga biaya peÂnaÂnganan bank gagal sistemik dapat digunakan untuk memenuhi keÂbutuhan likuiditas. Diduga hal ini dilakukan supaya Century menÂdapat tambahan PMS.
Keenam, terkait aliran dana ke BuÂdi Mulya. BPK menemukan alirÂan dana Rp 1 miliar dari peÂmilik Century, Robert Tantular, ke Deputi Gubernur BI Budi MulÂya pada 12 Agustus 2008.
Century Tak Kredibel Dapat Dana Talangan Yang Begitu BesarSyarifuddin Suding, Anggota Komisi III DPRAnggota Komisi III DPR Syarifuddin Suding menilai, perÂnyataan bekas Kepala KeÂbijakan Fiskal Kementerian KeÂuangan Anggito Abimanyu meÂnunjukkan, ada keselarasan penÂdapat dengan Tim PengaÂwas (Timwas) kasus Bank Century DPR.
“Itu sudah tepat. PeniÂlaianÂnya sama dengan rekomendasi TimÂwas Century. Persoalannya, tinggal bagaimana KPK proÂgÂresif menindaklanjuti peÂnguÂsutÂan perkara Century,†kata angÂgota DPR dari Partai Hanura ini.
Sejak awal, Suding melihat bailout untuk Bank Century meÂnyimpan masalah besar. Kenapa bank yang nota bene tidak kredibel, mendapatkan dana talangan begitu besar. Dia curiga, hal tersebut kemungÂkinan dilatari sesuatu.
Saat ini, kata dia, Timwas Century berupaya mendapatkan kepastian, apakah yang seÂsungÂguhnya mendasari keÂpuÂtusan memberikan bailout. Menurut dia, sejumlah hal telah dilaÂkukan untuk mendapatkan keterangan ini. Pada keÂsimÂpulÂannya, Timwas Century meÂnyepakati adanya keteÂleÂdoran dalam pemberian bailout.
Didorong hal tersebut, SuÂding dan koleganya di DPR beÂrupaya maksimal agar Komisi Pemberantasan Korupsi meÂnguÂsut kasus ini sampai tuntas. “Toh kenyataannya, persoalan Century tidak berdampak sisÂtemik pada perekonomian neÂgara. Kenapa langkah yang diÂambil begitu fenomenal,†tandasnya.
Selain mendesak KPK, SuÂding juga meminta semua pihak memberikan kesempatan keÂpada KPK untuk menuntaskan kasus Century. Soalnya, kata dia, apapun hasil penyidikan KPK, menjadi kunci suksesnya upaya yang telah dilakukan Timwas Century. “Kita sangat menghargai apapun keputusan KPK,†ujarnya.
Mengapresiasi Dan Kritik KPK
Anhar Nasution, Ketua Umum LBH FaktaKetua Umum Lembaga BanÂtuan Hukum (LBH) Fakta AnÂhar Nasution menilai, secara garis besar, pengusutan kasus Bank Century sudah meÂnunÂjukkan kemajuan.
Penyidikan yang mengÂhaÂsilÂkan penetapan status tersangka terÂhadap dua bekas petinggi Bank Indonesia (BI), setiÂdakÂnya memberi gambaran bahwa KPK sudah bekerja. Hal itu idealÂnya mendapat apresiasi dari masyarakat luas. Bukan jusÂÂtru melemahkan kinerja KPK dalam memberantas tinÂdak pidana korupsi.
Tidak lupa, dia juga menyaÂtakan simpati kepada sejumlah kalangan yang secara sukarela datang dan memberi keterangan keÂpada penyidik Komisi PemÂbeÂrantasan Korupsi. “Hal itu meÂnunjukkan adanya koÂmitÂmen bahwa mereka mendukung upaya pemberantasan korupsi,†katanya, kemarin.
Akan tetapi, Anhar juga mengÂingatkan KPK agar meÂnunjukkan kemampuannya meÂnyelesaikan kasus Bank CenÂtury. Jika tidak mampu meÂnunÂtaskan kasus Century, krediÂbiÂlitas KPK dan pimpinan lemÂbaga tersebut bakal tercoreng. “Sejak awal, pimpinan KPK suÂdah berjanji akan menyeÂlesaiÂkan kasus Century. Tentu ini akan ditagih masyarakat. Janji-janÂji tersebut, hendaknya diteÂpati,†katanya.
Jadi, lanjut Anhar, masyaÂraÂkat tidak sekadar diberi janji-janji atau angin surga. Jika tidak mamÂpu menuntaskan kasus Bank Century, menurutnya, pimÂpinan KPK mesti diberi sanksi. Sekalipun tak ada aturan sanksi yang terkait janji-janji terÂsebut, setidaknya pimpinan KPK bisa dinilai hanya omong besar.
“Kita tidak ingin KPK gagal menangani kasus ini. Soalnya, optimisme pimpinan KPK sejak awal sangat memberi harapan bagi masyarakat. Kita tidak ingin harapan besar masyarakat itu kandas di tengah jalan,†ucap bekas anggota Komisi III DPR ini. [Harian Rakyat Merdeka]
BERITA TERKAIT: