Julian Aldrin Pasha: Presiden Bukan Penentu Kasus Aceng, Ini Rangkaian Proses

Kamis, 21 Februari 2013, 08:46 WIB
Julian Aldrin Pasha: Presiden Bukan Penentu Kasus Aceng, Ini Rangkaian Proses
Julian Aldrin Pasha
rmol news logo .Presiden SBY sudah mengabulkan permintaan DPRD Garut untuk mencopot Aceng Fikri dari bupati di sana.

“Memang Presiden harus menga­bulkan permohonan DPRD Garut untuk pemecatan Pak Aceng Fikri. Sebab, MA juga sudah mengabul­kan permohonan itu,’’ ujar Juru Bi­cara Presiden, Julian Aldrin Pasha kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Seperti diketahui, setelah MA mengeluarkan putusan dan MA menolak menguji permohonan Aceng, DPRD Garut menyam­paikan surat rekomendasi pe­me­catan Aceng ke Gubernur Ja­wa Ba­rat dan diteruskan ke Men­teri Dalam Negeri. Selan­jut­nya me­nunggu putusan Pre­siden.

Julian Aldrin Pasha selanjutnya mengatakan, tidak perlu diragu­kan, Presiden wajib mengeluar­kan putusan pemberhentian Aceng dari Bupati Garut.

Berikut kutipan selengkapnya:

Kenapa Anda bilang wajib?

Harus dipahami bahwa posisi Presiden wajib memproses surat yang mengusulkan pemberhen­tian kepala daerah atau wakil ke­pa­la daerah. Ini merujuk pasal 29 ayat 4e dalam Undang-undang No­­mor 32 tahun 2004 Tentang Pe­merintahan Daerah.

Apa intinya?

Untuk kasus Aceng Fikri ini kita tahu bahwa apa yang dilaku­kan Aceng sudah menjadi pembi­caraan luas di kalangan masya­rakat. Bukan saja di Garut, tapi di seluruh Indonesia. Banyak ma­sya­rakat yang mengatakan bahwa apa yang dila­kukan Aceng tidak da­lam ke­patutannya sebagai pejabat pu­blik, yakni sebagai Bupati Garut.

Bagaimana respons Presiden?

Presiden kita ini kan taat pada norma-norma yang berlaku di ma­sya­rakat. Apa  yang dilaku­kan Aceng ini tentu beliau akan kri­tisi.

Karena suka atau tidak, asas kepatutan itu harus dijaga, teruta­ma norma-norma yang ada di sekitar masyarakat.

Lalu apa tindakannya?

Karena perbuatan Aceng sudah dianggap melecehkan kaum wa­nita, apalagi sudah diproses di DPRD Garut dan MA menga­bulkannya. Dua elemen ini sudah cu­kup bagi Presiden untuk menga­bul­kan permohonan DPRD Garut. Sebab, kedua elemen itu disebut dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004.

Sebelum diteken Presiden, Bagaimana surat itu sampai ke Presiden?

Sesuai ketentuan, Presiden wa­jib untuk memeroses hal ter­sebut dalam waktu 30 hari setelah diajukannya surat DPRD Garut tersebut.

Kapan surat itu sampai ke Presiden?

Surat itu diproses di Sekretaris Negara setelah diajukan dari Menteri Dalam Negeri sebagai­mana biasa surat yang masuk ke Presiden. Yang terpenting harus dilihat bahwa peran Presiden bukan sebagai penentu, bukan yang mengambil keputusan untuk memutuskan masalah Aceng ini. Tapi ini kan sebuah rangkaian proses. Yang sudah panjang.

Kenapa prosesnya lama ya?

Tentu ada prosesnya juga. Membuat Surat keputusan presi­den soal itu, tentu dibuat dulu draftnya yang merujuk Undang-undang No­mor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

Belajar dari kasus Aceng, apa imbauan SBY terha­dap kepala daerah?

Tentu kita semua harus mengi­kuti kepatutan yang ada. Namun Presiden merasa tidak perlu ada imbauan lagi bagi kepala daerah.

Loh kenapa begitu?

Mestinya pejabat publik tidak hanya memperhatikan prosedur administratif, tapi masalah kepatutan sebagai pejabat publik juga perlu dijaga.

Saya kira hal seperti itu sudah menjadi pengetahuan umum. Tidak perlu Presiden mengingat­kan. Kecuali ada hal lain yang terkadang secara administratif ti­dak begitu dikuasai kepala daerah.

Apa saja itu?

Misalnya menyangkut imple­mentasi dari pelaksanaan perun­dang-udangan yang secara admi­nistratif domainnya eksekutif.

Apa harapan Pesiden atas kasus Aceng ini?

Tentu ini akan menjadi sebuah pembelajaran yang berarti bagi semua orang yang menjadi peja­bat publik.

Kita harus tahu, selain ada UU, tentu ada pengawasan masya­rakat walau tidak tertulis secara for­mal. Itu yang perlu disadari pejabat publik. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA