Djoko Suyanto: Politik Kemaslahatan Bergeser Menjadi Pengejaran Kekuasaan

Kamis, 21 Februari 2013, 08:21 WIB
Djoko Suyanto: Politik Kemaslahatan Bergeser Menjadi Pengejaran Kekuasaan
Djoko Suyanto
rmol news logo .Menko Polhukam Djoko Suyanto melihat ada pergeseran orientasi makna politik dari kemaslahatan menjadi pengejaran kekuasaan.

“Ini terlihat  dari seringnya  kegadu­han di daerah terkait Pilkada,” ujar Djoko Suyanto kepada Rak­yat Merdeka, di Jakarta, ke­marin.

Melihat itulah, lanjut bekas Pang­lima TNI tersebut, diterbit­kanlah Inpres Nomor  2 tahun 2013 tentang Penanganan Gang­guan Keamanan Dalam Negeri.

“Seluruh pimpinan daerah hendaknya menciptakan Kam­da­gri (Keamanan Dalam Negeri),’’ paparnya.

Berikut kutipan selengkapnya;

Bukankah kegaduhan itu gara-gara tidak puas dengan pe­merintah pusat?

Tidak ada ungkapan begitu. Para gubernur dan bupati tidak menolak Inpres tersebut. Malah me­reka senang. Buktinya, me­re­ka dengarkan seksama pa­pa­ran saya.

Apa tidak ada politik represif yang dilakukan pemerintah pusat terhadap daerah?

Tidak ada itu. Mereka suruh ba­ca dulu Inpres itu. Tolong ja­ngan dipersepsikan begitu.

Kenapa banyak konflik di daerah ?

Konflik di daerah itu banyak sumber permasalahannya. Itu yang harus diantisipasi dan di­waspadai. Biar tak terulang lagi.  Ingat loh, konflik sekarang sering terjadi karena hal sepele.

Misalnya apa?

Dari kecelakaan bisa terjadi kegaduhan. Kemudian dari pesta rakyat, sepakbola antar kam­pung,  dan lainnya.

Memang ada juga konflik  antar penganut agama, masalah suku, konflik politik, konflik so­sial ekonomi, konflik agraria, sam­pai konflik pengusaan sum­ber daya alam.

Ada yang menilai peme­rintah lemah dalam menangani konflik, ini bagaimana?

Pendapat orang itu sah-sah saja. Tapi mereka juga harus lihat kerja keras kami. Mereka sering singgung seolah negara tidak hadir, terlambat, dan melakukan pembiaran. Padahal kami selalu respons cepat konflik sosial dan kekerasan.

Pemerintah pusat maupun dae­rah sudah bekerja maksimal un­tuk mencegah kegaduhan. Kami selalu berusaha agar hal itu cepat ditangani.

Konflik itu kan sumbernya dari gesekan-gesekan di masyarakat. Masa konflik disebabkan peme­rin­tah, apalagi aparatnya, kan tidak. Itu ulah hasutan provokator saja. Masyarakat kita gampang terhasut.

Seberapa efektif Undang-Undang Penanganan Konflik mencegah kegaduhan?

Untuk tangani konflik itu acuannya ada di Undang-Undang Nomor 7 tahun 2012 tentang pena­nganan konflik sosial, dan Un­dang-Undang Nomor 32 ta­hun  2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Isi keduanya jelas mengatur kewenangan pemerintah pusat dan daerah dalam menindak kon­flik. Saya dapat laporan bahwa  aparat pemerintah hingga pene­gak hukum sudah melakukan kewajibannya.

Apa tidak bisa diprediksi adanya konflik?

Konflik  tidak bisa prediksi ka­pan terjadinya. Tapi kalau terjadi, kita tangani sebaik-baiknya. Itu kuncinya dalam penanganan setiap konflik. Jangan sampai hal itu sampai berlarut-larut. Yang penting  itu.

Apa langkah efektif yang dila­kukan pemerintah dalam mengatasi konflik ?

Sekarang kami, punya peme­taan potensi konflik di seluruh provinsi dan kabupaten.  Tinggal gubernur dan bupati diarahkan memahami skemanya. Mereka harus kenali potensi kerawanan, karakteristik konflik di wilayah­nya. Konflik itu kan tempatnya di daerah, hulunya di sana.

Potensi konflik di daerah mana saja?

Banyak, hampir di seluruh jeng­kal wilayah negara kita ra­wan konflik. Pertanyaannya, sam­pai sejauh mana kita peka, peduli, dan empati sama kondisi tersebut. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA