“Ini terlihat dari seringnya kegaduÂhan di daerah terkait Pilkada,†ujar Djoko Suyanto kepada
RakÂyat Merdeka, di Jakarta, keÂmarin.
Melihat itulah, lanjut bekas PangÂlima TNI tersebut, diterbitÂkanlah Inpres Nomor 2 tahun 2013 tentang Penanganan GangÂguan Keamanan Dalam Negeri.
“Seluruh pimpinan daerah hendaknya menciptakan KamÂdaÂgri (Keamanan Dalam Negeri),’’ paparnya.
Berikut kutipan selengkapnya;Bukankah kegaduhan itu gara-gara tidak puas dengan peÂmerintah pusat?Tidak ada ungkapan begitu. Para gubernur dan bupati tidak menolak Inpres tersebut. Malah meÂreka senang. Buktinya, meÂreÂka dengarkan seksama paÂpaÂran saya.
Apa tidak ada politik represif yang dilakukan pemerintah pusat terhadap daerah?Tidak ada itu. Mereka suruh baÂca dulu Inpres itu. Tolong jaÂngan dipersepsikan begitu.
Kenapa banyak konflik di daerah ?Konflik di daerah itu banyak sumber permasalahannya. Itu yang harus diantisipasi dan diÂwaspadai. Biar tak terulang lagi. Ingat loh, konflik sekarang sering terjadi karena hal sepele.
Misalnya apa?Dari kecelakaan bisa terjadi kegaduhan. Kemudian dari pesta rakyat, sepakbola antar kamÂpung, dan lainnya.
Memang ada juga konflik antar penganut agama, masalah suku, konflik politik, konflik soÂsial ekonomi, konflik agraria, samÂpai konflik pengusaan sumÂber daya alam.
Ada yang menilai pemeÂrintah lemah dalam menangani konflik, ini bagaimana?Pendapat orang itu sah-sah saja. Tapi mereka juga harus lihat kerja keras kami. Mereka sering singgung seolah negara tidak hadir, terlambat, dan melakukan pembiaran. Padahal kami selalu respons cepat konflik sosial dan kekerasan.
Pemerintah pusat maupun daeÂrah sudah bekerja maksimal unÂtuk mencegah kegaduhan. Kami selalu berusaha agar hal itu cepat ditangani.
Konflik itu kan sumbernya dari gesekan-gesekan di masyarakat. Masa konflik disebabkan pemeÂrinÂtah, apalagi aparatnya, kan tidak. Itu ulah hasutan provokator saja. Masyarakat kita gampang terhasut.
Seberapa efektif Undang-Undang Penanganan Konflik mencegah kegaduhan?Untuk tangani konflik itu acuannya ada di Undang-Undang Nomor 7 tahun 2012 tentang penaÂnganan konflik sosial, dan UnÂdang-Undang Nomor 32 taÂhun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Isi keduanya jelas mengatur kewenangan pemerintah pusat dan daerah dalam menindak konÂflik. Saya dapat laporan bahwa aparat pemerintah hingga peneÂgak hukum sudah melakukan kewajibannya.
Apa tidak bisa diprediksi adanya konflik?Konflik tidak bisa prediksi kaÂpan terjadinya. Tapi kalau terjadi, kita tangani sebaik-baiknya. Itu kuncinya dalam penanganan setiap konflik. Jangan sampai hal itu sampai berlarut-larut. Yang penting itu.
Apa langkah efektif yang dilaÂkukan pemerintah dalam mengatasi konflik ?Sekarang kami, punya pemeÂtaan potensi konflik di seluruh provinsi dan kabupaten. Tinggal gubernur dan bupati diarahkan memahami skemanya. Mereka harus kenali potensi kerawanan, karakteristik konflik di wilayahÂnya. Konflik itu kan tempatnya di daerah, hulunya di sana.
Potensi konflik di daerah mana saja?Banyak, hampir di seluruh jengÂkal wilayah negara kita raÂwan konflik. Pertanyaannya, samÂpai sejauh mana kita peka, peduli, dan empati sama kondisi tersebut. [Harian Rakyat Merdeka]